Pastinya anda tahu dengan gulat, suatu jenis cabang olahraga yang diketahui sudah cukup tua umurnya. Di berbagai negara juga ditemui beberapa seni beladiri yang serupa dengan gulat, seperti Sumo di Jepang, Glima di Iceland, atau Greco Roman di Yunani.
Bahkan tidak perlu jauh-jauh, di beberapa daerah di Nusantara juga ditemui seni pertunjukan beladiri mirip gulat, seperti gulat benjang di masyarakat Sunda, Patrol Sarang di Rembang, dan gulat Okol di Madura (Jawa Timur). Gulat-gulat asli nusantara tersebut juga diketahui telah menjadi tradisi turun-temurun yang dilestarikan hingga kini.
Pada tulisan kali ini, kita akan coba mengenal salah satu tradisi gulat dari tanah Nusantara, yaitu gulat Okol dari Pamekasan, Madura.
Tradisi okol telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu oleh masyarakat Madura. Bagi mereka, tradisi okol merupakan warisan budaya leluhur masyarakat Madura yang patut untuk dilestarikan. Tradisi ini biasanya diselenggarakan saat musim kemarau berkepanjangan untuk meminta hujan sekaligus sebagai hiburan bagi para petani.
Tradisi ini menjadi salah satu rangkaian dari usaha meminta turunnya hujan seperti halnya sholat meminta hujan (Shalat Istisqa) dan dzikir, sebagai salah satu upaya bermunajat kepada Allah SWT agar berkenan mendatangkan hujan.
Asal Usul Tradisi Okol
via merahputih.com |
Menurut sejarahnya, tradisi okol bermula dari adanya pertengkaran warga yang memperebutkan air akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Saat hujan tidak kunjung datang, para warga pun mendatangi sumber air untuk mencari air. Namun setibanya di lokasi, warga saling berebut satu sama lain untuk mendapatkan akses air tersebut. Perebutan ini semakin lama menjadi perseteruan sengit yang berujung aksi saling dorong. Meski begitu, perseteruan ini tidak menjadikan antar warga menjadi bermusuhan.
Perseteruan atau aksi saling dorong ini hanya bertujuan untuk menentukan siapa yang berhak terlebih dulu mendapatkan air. Siapa yang menjadi pemenangnya, dialah yang lebih dahulu berhak mengambil air di sumber air yang diperebutkan. Pertengkaran warga ini biasanya tidak hanya terjadi di satu kawasan saja, melainkan juga terjadi di beberapa wilayah lainnya di sekitar Pamekasan. Setiap kali terjadi okol, biasanya tidak lama kemudian akan ada tanda-tanda hujan akan turun. Pertengkaran yang disebabkan air itu pun usai ketika musim hujan tiba.
Dari tahun ke tahun, warga pun kemudian bersepakat untuk menjadikan Okol sebagai ajang perkumpulan warga untuk beradu skil dan kemampuan serta fisik. Perkumpulan itu berpindah-pindah, dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya.
Setelah perkumpulan terbentuk, Okol pun menjadi ajang silaturrahim bagi warga sekaligus berdoa bersama agar lekas turun hujan. Sejak itulah okol menjadi tradisi warga Madura untuk menyambut datangnya musim hujan. Beberapa desa yang rutin menyelenggarakan Okol di antaranya yaitu desa-desa di Kecamatan Proppo, Palengaan, Pegantenan, Pamekasan, Tlanakan dan Larangan.
Penyelenggaraan Tradisi Okol
via antaranews.com |
Okol adalah tradisi yang lahir dari kearifan lokal masyarakat madura, sebagai salah satu upaya bermunajat kepada Tuhan untuk mendatangkan hujan. Selain okol, beberapa ritual meminta hujan seperti shalat Istisqa dan dzikir juga digelar agar hujan lekas turun untuk mengakhiri musim kemarau yang berkepanjangan. Tradisi okol biasanya digelar sekitar jam 15.00 atau saat matahari masih terasa menyengat.
Meski hanya bentuk tradisi lokal, dalam okol juga ada beberapa peraturan yang mesti dipatuhi oleh mereka yang ingin berpartisipasi mengikuti okol. Aturan dalam okol sebenarnya cukup sederhana. Yang paling penting adalah peserta yang kalah dan pendukungnya tidak boleh memendam dendam kepada sang pemenang. Sebab, okol merupakan olah raga yang menjunjung sportivitas.
Aturan lainnya baik peserta maupun penonton juga tidak boleh menjadikan okol untuk berjudi. Peserta juga tidak boleh memelihara kuku di kedua tangannya, kuku harus dipotong bersih sebelum bertanding.
Arena untuk pertandingan okol ada yang berbentuk lingkaran dengan diamater 3 meter dan ada juga yang berbentuk bujur sangkar dengan lebar empat meter kali empat meter. Biasanya, garis pembatas ditandai dengan pagar betis penonton.
Tradisi Okol hanya boleh diikuti oleh pria kalangan remaja dan dewasa. Tidak ada syarat mutlak bahwa seorang pria yang memiliki bodi kekar yang boleh ikut dalam tradisi ini. Peserta juga bebas memilih postur badan lawannya karena secara umum pemenang bukan ditentukan dari bodi dan fisik besar. Para peserta okol hanya mengenakan celana pendek seperti dalam gulat atau tinju. Ketentuan dalam okol telah disepakati bersama, dengan ditengahi wasit yang menetapkan pihak yang kalah atau yang menang.
Sebelum okol dimulai, wasit akan memberi pengarahan aturan main. Kedua peserta pun akan saling berhadapan dalam posisi siaga. Saat wasit memberi tanda okol dimulai, kedua peserta pun mulai saling bertumbukan, saling menerkam dan sama-sama ingin secepatnya membanting lawan.
Jika sudah demikian, sorak penonton pun bergemuruh. Debu juga berterbangan hingga luar arena. Agar lebih meriah, panitia biasanya juga mengiringi pertunjukan okol dengan iringan kaset musik Saronen khas Madura yang dipancarkan lewat pengeras suara.
Butuh waktu 5 hingga 10 menit bagi peserta okol untuk dapat mengalahkan lawan tandingnya. Pertandingan Okol memang tidaklah mudah. Untuk menjatuhkan lawan, disamping harus bertubuh kekar, mereka juga harus memiliki kuda-kuda yang kuat agar tetap bisa tegak berdiri dan menjadi pemenang.
Peserta akan dinyatakan menang jika berhasil membuat punggung lawannya menyentuh tanah, atau sang lawan jatuh telentang dengan sempurna. Karena sifatnya hiburan, tak ada amarah dan dendam di antara keduanya. Yang ada hanya tawa dan senyum cerah dari para peserta dan penonton yang menyaksikannya.
Pada awalnya, tradisi ini digelar dari desa ke desa hingga hujan turun baru dihentikan. Namun dalam perkembangannya, kini tradisi okol juga tetap dimainkan saat musim hujan telah datang. Masyarakat sudah menganggap tradisi tersebut bukan sekedar tradisi untuk meminta hujan, melainkan sudah menjadi hiburan bagi para warga.
Bahkan meski hanya berhadiah sebungkus rokok dan kaos, seluruh peserta juga tampak puas setelah bermain. Tradisi seperti inilah yang harus terus dijaga dan dilestarikan agar jangan sampai punah, karena hal ini merupakan salah satu aset budaya yang dimiliki masyarakat Madura.
Sumber:
https://jatimtimes.com/baca/106038/20151024/062910/asal-mula-tradisi-okol-di-pamekasan
https://www.pulaumadura.com/2015/01/tradisi-okol-madura-tradisi-minta-hujan.html
https://suarapamekasan.com/topik/wisata/tradisi-keket-okol-di-kabupaten-pamekasan-sebagai-tradisi-untuk-mengharap-datangnya-hujan
http://www.lontarmadura.com/tradisi-okol-digelar-warga-pamekasan/
Labels:
Seni Budaya
Thanks for reading Okol, Tradisi Gulat Yang Unik dari Pulau Madura. Please share...!
0 Komentar untuk "Okol, Tradisi Gulat Yang Unik dari Pulau Madura"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.