Maqalah Tentang Mahabbah (Cinta) dan Ma'rifah (Mengenal) Allah


Segolongan Hukama' pernah berkata:

"Buah ma'rifah (mengenal Allah) ada tiga, yaitu: 

1. Malu kepada Allah 

2. Cinta kepada Allah, dan 

3. Kerasan bersama Allah".

Malu kepada Allah, karena terlalu banyak berbuat durhaka, Cinta kepada Allah adalah senang memperoleh anugerahNya, yaitu pahala dan keridhaanNya. Kerasan bersama Allah ialah sikap riang dan ceria terhadap Allah sebagai Dzat Yang Maha Bagus. Sikap ini merupakan akibat dari kemampuan seseorang untuk menghayati ke-Indahan Allah Ta'ala.

Rasulullah SAW bersabda:

"Mahabbah itu pangkal dari ma'rifah (mengenal Allah), iffah itu tanda adanya yakin, sedangkan pangkal yakin adalah taqwa dan rela terhadap taqdir Allah".

Cinta Allah
pic via bincangsyariah.com

Mahabbah (cinta kepada Allah) menjadi pangkal ma'rifah (mengenal Allah), sebagaimana dalam dunia tasawuf dikenal adanya tiga jenjang:

1. Jenjang syariat, yaitu jenjang beribadah kepada Allah, karena memang ibadah inilah yang merupakan tujuan syariat. Sedang syariat itu sendiri menurut para Ahli Fiqih adalah hukum-hukum yang dipaparkan oleh Allah kepada dan untuk kita semua.

2. Jenjang thariqat, yaitu suatu tingkatan dimana dengan ilmu dan amal perbuatannya seseorang hanya menuju Allah (bukan pahala Allah).

3. Tingkat ma'rifat, yaitu mengetahui aspek-aspek batiniah dalam semua perkara. Ma'rifat ini merupakan buah dari syariat.

Iffah ialah menghindari sikap meminta kepada sesama makhluk Allah. Sedangkan yakin adalah i'tikad bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha Memberi rizqi, juga i'tikad bahwa semua rizqi tidak dapat sampai di tangan penerimanya melainkan dengan kehendak dan kekuasaan Allah. Sementara rela terhadap taqdir Allah artinya berpuas hati dalam menerima keputusan Allah yang menyangkut dirinya, baik yang pahit maupun yang manis.

Sufyan bin Uyainah RA berkata:

"Barangsiapa cinta kepada Allah, maka ia akan cinta kepada orang yang dicintai Allah. Barangsiapa cinta kepada orang yang dicintai Allah maka ia akan cinta pada perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah, dan barangsiapa cinta perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah maka ia akan cinta melakukan perbuatan itu tanpa diketahui manusia".

Dalam hal ini, Al Asqalani membuat kutipan bahwa mahabbah (cinta) kepada Allah ada dua macam:

1. Mahabbah Fardhu, yaitu mahabbah yang mendorong dilaksanakannya perintah-perintah Allah dan dijauhinya larangan-laranganNya.

2. Mahabbah Sunnah, yaitu mahabbah yang mendorong dibiasakannya melakukan ibadah sunnah dan dijauhinya hal-hal yang syubhat.

Ash Shiddiq mengatakan: "Barangsiapa telah merasakan mahabbah kepada Allah dengan murni maka apa yang ia rasakan itu dapat melupakannya dari keinginan kepada dunia dan membuatnya merasa asing dari seluruh manusia".

Nabi SAW bersabda:

"Kemurnian cinta berada pada tiga hal:

1. Memilih ucapan kekasih ketimbang ucapan orang lain.

2. Memilih duduk bersama kekasih ketimbang bersama orang lain, dan

3. Memilih kerelaan kekasih ketimbang kerelaan orang lain". 

Berkaitan dengan ini Yahya bin Mu'adz berkata, "Cintaku kepada Allah sebesar atom itu lebih kusukai daripada beribadah selama 70 tahun".

Wahab bin Munabbih al Yamani RA berkata:

"Tertulis dalam Taurat: "Orang yang rakus adalah melarat walaupun memiliki dunia, orang yang taat kepada Allah adalah disegani walaupun ia seorang budak, dan orang yang qana'ah itu kaya walaupun kelaparan".

Qana'ah ialah sikap puas dalam menerima pembagian Allah serta tidak menginginkan perkara yang belum di tangannya. Maka orang yang qana'ah tetap kaya meski ia kelaparan.

Dikisahkan bahwa ada seorang wanita tahanan melarikan diri dari negeri kafir. Ia berjalan sejauh 200 farsakh tanpa makan apa pun. Ketika ditanya bagaimana ia bisa memperoleh kekuatan seperti itu, ia pun menjawab: "Setiap kali terasa lapar aku membaca surat al Ikhlash tiga kali, maka aku pun menjadi kenyang".

Salah seorang Hukama berkata:

"Barangsiapa mengenal Allah maka ia tidak akan merasakan kelezatan bersama makhluk, barangsiapa mengenal dunia maka ia tidak akan pernah senang kepadanya, dan barangsiapa mengenal keadilan Allahm aka ia tidak akan didatangi lawan".

Orang yang mengenal Allah itu tidak akan merasakan kelezatan saat bersama makhluk, sebab ia tidak senang kepada selain Allah. Orang yang mengenali dunia tidak akan senang kepadanya, sebab ia akan memilih kebahagiaan abadi di akhirat. Dan orang yang mengenali keadilan Allah tidak akan didatangi lawan, sebab ia tidak pernah mengundang perselisihan.

Dalam kaitan ini Al Hasan Rahimahullah berkata:

"Barangsiapa mengenal Allah maka ia akan mencintaNya, dan barangsiapa mengenal dunia maka ia akan membencinya".

Imam Asy Syafi'iy berkata dalam salah satu syairnya:

Tiada lain (dunia itu) kecuali bangkai yang membusuk yang dikerubuti anjing-anjing yang berhasrat untuk memangsa
Jika engkau menjauhinya
Maka engkau selamat dari anjing-anjingnya
Dan jika ikut-ikutan berebutan
Maka engkau akan diserang anjing-anjingnya

Dzun Nun al Mishri berkata:

"Setiap orang yang takut akan lari, setiap orang yang cinta akan mencari, dan setiap orang yang kerasan bersama Allah akan merasa asing terhadap makhluk".

Orang yang takut akan lari, maksudnya menjauh dari yang ditakutinya itu. Maka orang yang takut siksa hendaknya berbuat kebajikan agar terjauh dari siksa itu. Orang yang cinta akan mencari, maksudnya mencari sesuatu yang dicintainya itu. Maka orang yang cinta surga hendaknya melakukan kebajikan agar dapat memperolehnya. Orang yang kerasan bersama Allah akan merasa asing terhadap manusia. Dalam naskah lain justru disebutkan "merasa asing bersama dirinya sendiri".

Dzun Nun Al Mishri berkata:

"Orang yang mengenal Allah itu tertambat jiwanya, tajam mata hatinya, dan banyak amal perbuatannya yang dilakukan karena Allah Ta'ala".

Tertambat jiwanya adalah tertambat untuk selalu cinta kepada Allah. Tajam mata hatinya ialah cermat untuk selalu melihat Allah dan beramal karena Allah.

Dzun Nun al Mishri berkata:

"Orang yang mengenal Allah itu setia, hatinya cerdik dan amalnya murni karena Allah".

Maksud setia di sini adalah setia dalam memenuhi janji untuk selalu mantaati Allah Ta'ala. Amal yang murni ialah amal saleh dan kian hari semakin meningkat.

Abu Sulaiman ad Darani berkata:

"Pangkal seluruh kebajikan di dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah perut kenyang, dan kunci akhirat adalah perut lapar".

Tentang takut kepada Allah, hal ini dapat mengubah posisi Shahifah (buku catatan amal), digeser ke kanan setelah sebelumnya berada di sebelah kiri. Bagi hamba, di kala telah sembuh kembali dari sakitnya, hendaklah dapat membina rasa takut bercampur harapan, agar rasa takut itu dapat memandunya menghindari maksiat, sedang harapan dapat mendorongnya melakukan amal kebajikan. Ibadah yang dikerjakan dengan motif pengharapan itu lebih utama dibandingkan dengan yang dikerjakan dengan motif ketakutan. Sebab harapan itu justru timbul dari rasa cinta kepada Allah sedangkan Allah sebagai Maharaja, mesti akan membedakan antara pengabdian yang dilakukan dengan motif takut siksa, mengharapkan limpahan karunia, dan yang dilakukan tanpa ada tendensi apa pun.

Perut yang kenyang menjadi kunci dunia, artinya semua keperluan keduniaan akan tercapai dengan keadaan perut yang kenyang. Sedangkan akhirat adalah sebaliknya, dimana kuncinya terletak pada perut lapar. Ini berarti urusan akhirat akan sukses jika di dunia bersedia mengosongkan perut.

Tulisan di atas merupakan terjemahan yang dikutip dari kitab "Nashaihul 'Ibad" karya Muhammad Nawawi al Bantani al Jawi (Maqalah 44 sampai maqalah 53). Wallahu A'lam.

Labels: Horizon

Thanks for reading Maqalah Tentang Mahabbah (Cinta) dan Ma'rifah (Mengenal) Allah. Please share...!

0 Komentar untuk "Maqalah Tentang Mahabbah (Cinta) dan Ma'rifah (Mengenal) Allah"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.