Legenda Ajisaka, Tahun Saka, dan Asal Mula Aksara Jawa (Hanacaraka)


Aksara Jawa (hanacaraka) merupakan salah satu warisan budaya yang mengandung filosofi, simbol dan kaya akan nilai-nilai luhur dari peradaban masa lalu negeri ini. Namun sayangnya di zaman modern ini, penggunaannya hanya simbolis digunakan untuk melestarikan keberadaannya saja. Itu pun dalam lingkup kecil, seperti di bangku-bangku sekolahan atau lembaga-lembaga kedaerahan tertentu. 

Padahal sebagai jatidiri atau identitas asli negeri ini, mestinya aksara Jawa atau Carakan ini dapat bersanding dengan aksara-aksara dari negara lain seperti aksara Arab, China, Thailand, Jepang, dan lain-lain. 

Legenda Ajisaka

Sebagai orang Jawa, pernahkah terbesit dalam benak anda sejak kapan aksara tersebut mulai digunakan?. 

Legenda Ajisaka


Kalangan sejarawan ada yang berpendapat bahwa penggunaan abjad (aksara) di Jawa sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 78 M. Hal ini ditandai dengan datangnya salah satu tokoh legendaris tanah Jawa yang bernama Ajisaka. Beberapa literatur menyebutkan bahwa Ajisaka berasal dari Bumi Majeti, sebuah negeri antah-berantah mitologis. Legenda ini juga melambangkan akan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa pada masa itu. 

Ada yang menafsirkan bahwa Ajisaka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka (Scythia), karena itulah ia bernama Ajisaka (Raja Shaka). Namun ada juga beberapa kalangan sejarawan yang menghubungkan nama Ajisaka dengan nama Prabu Iwaksa dari kerajaan Surati di India. Ajisaka yang saat itu kalah dalam perang kemudian terusir dari negerinya dan akhirnya sampai di tanah Jawa. 

Tahun Saka


Di tanah Jawa, Ajisaka kemudian menyebarkan perhitungan tarikh (kalender) yang dinamakan tahun Saka. Tahun Saka adalah penanggalan lunisolar (suryacandra) yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama namun juga menambahkan pergantian musim di dalam perhitungan tiap tahunnya.

Perhitungan tahun Saka dimulai sejak kedatangan Ajisaka yaitu tahun 1 Saka yang bertepatan dengan tahun 78 Masehi. Selain memperkenalkan tahun Saka, Ajisaka juga menyebarkan pengetahuan membaca dan menulis sebagai dasar pengembangan kebudayaan. Memang pada periode itu belum ditemukan peninggalan tertulis berdasarkan bukti sejarah yang ada. Prasasti tertua yang menggunakan huruf Jawa Kuno adalah prasasti Dinoyo dari kerajaan Kanjuruhan (Malang) berasal dari tahun 682 Saka atau tahun 760 Masehi. 

Meski begitu, beberapa ahli memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa legenda Ajisaka ini memiliki hubungan dengan penggunaan Kalender Saka yang digunakan di Jawa sebelum diperkenalkannya Kalender Islam dan Kalender Jawa oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M. 

Selain penggunaan Kalender Saka, datangnya Ajisaka ke tanah Jawa juga dikaitkan dengan diperkenalkannya aksara Jawa hingga kemudian menjadi salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Madura. 

Kisah Terciptanya Aksara Jawa


Adapun mengenai asal mula terciptanya aksara Jawa, berikut kisahnya:

Ajisaka merupakan nama samaran dari Empu Sengkala, seorang pemuda Hindustan yang datang ke tanah Jawa untuk menyelamatkan rakyat Jawa (Medang Kamulan) dari kekejaman rajanya, Dewata Cengkar, yang memiliki kebiasaan memakan daging manusia. Dengan kecerdikan dan kesaktiannya, Ajisaka pun berhasil mengalahkan Dewata Cengkar. Atas jasanya itu, ia kemudian dinobatkan sebagai Raja di Medang Kamulan. 

Ajisaka memiliki dua orang pengawal setia bernama Dora dan Sembada. Keduanya kakak beradik namun memiliki tabiat berbeda. Sembada memiliki sifat jujur, sedangkan Dora memiliki sifat sering berbohong. Sebelum pergi menolong rakyat Medang Kamulan, Ajisaka meninggalkan keris pusaka di pertapaannya dan menyuruh Sembada untuk menungguinya. Ajisaka berpesan bahwa tidak ada satupun orang yang boleh mengambil keris itu kecuali dirinya.

Setelah menjadi Raja Medang Kamulan, Ajisaka mengutus Dora yang bersamanya untuk mengambil keris yang ditinggal di padepokannya, sambil berpesan agar jangan kembali kepadanya tanpa membawa keris tersebut. Mengingat pesan gurunya, Sembada menolak memberikan keris itu kepada Dora walaupun ia telah mengatakan bahwa ia disuruh gurunya. Keduanya bersitegang dan berakhir dengan pertarungan.

Dora sembada

Karena keduanya memiliki kesaktian yang hampir sama, maka keduanya sama-sama mati terbunuh dalam perkelahian itu. Ajisaka yang kemudian menyusul menemukan mayat kedua pengawalnya itu. Di depan mayat kedua murid sekaligus pengawalnya itu, Ajisaka mengucapkan, "hana caraka, data sawala, padha jayanya, maga bathanga", yang artinya abdi-abdi yang setia, terlibat dalam perkelahian, sama-sama kuatnya, telah menemui ajalnya. Ucapan Ajisaka itu kemudian dikenal sebagai deretan huruf Jawa.

Aksara jawa

Labels: Mozaik, Seni Budaya

Thanks for reading Legenda Ajisaka, Tahun Saka, dan Asal Mula Aksara Jawa (Hanacaraka) . Please share...!