Ramadhan dalam Kacamata Biologi (Energi Saat Berpuasa)


Di tengah masih mewabahnya pandemi Corona ini, sambutan akan hadirnya bulan suci Ramadhan kali ini mungkin sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Situasi yang mengharuskan kita untuk menjalankan social distancing ini memang mengurangi gegap gempita dalam menyambut Ramadhan kali ini. 

Demi terputusnya wabah ini, masyarakat juga dihimbau untuk tetap berdiam diri di rumah, termasuk dalam beribadah. Meski begitu, spirit dalam menyongsong ibadah puasa di bulan Ramadhan ini mesti tetap kita gelorakan agar kita benar-benar dapat menjalankan esensinya.

Kerja saat puasa
via blog.unitedtronik.co.id

Sebagian orang mungkin menjadikan puasa Ramadhan sebagai dalih untuk bermalas-malasan sehingga hal ini berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas pekerjaan. Mindset yang seperti ini sebetulnya tidaklah tepat sehingga mesti diubah. 

Memang saat kita berpuasa, secara lahir tidak ada asupan makromolekul dan mikromolekul yang masuk ke dalam rongga lambung (ventriculus) selama kurang lebih 14 jam. Akibatnya, tidak adanya energi yang masuk membuat kita menjadi lemas, lesu, dan tampak tidak bergairah saat berpuasa.

Namun jika dilihat dari aspek biologis-fisiologis, kenyataannya malah bukan seperti itu. Sebaliknya, saat orang berpuasa, sebenarnya energi masih terproduksi dari cadangan makanan yang ada, sehingga pada dasarnya kita masih bisa beraktifitas normal seperti biasanya. 

Sebagaimana diketahui, manusia memang memperoleh energi dari makanan dan minuman. Namun tidak banyak orang tahu bahwa dalam makanan yang kita konsumsi tersebut terkandung makromolekul (karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat) dan mikromolekul yang berperan penting saat kita sedang menjalankan puasa. 

Cadangan Energi Saat Berpuasa


Dalam kacamata biologi, makromolekul berperan sebagai sumber energi utama untuk pertumbuhan, perkembangan, hormon, dan regenerasi sel dalam tubuh. Sedangkan mikromolekul umumnya sebagai pemercepat reaksi tubuh (enzim), misal sebagai kofaktor (Cu2+, Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+) atau koenzim misal Vitamin B. Dari empat makromolekul di atas semua dapat dikonversi menjadi glukosa melalui perubahan piruvat (glukoneogenesis). 

Glukosa inilah yang akan dijadikan bahan baku utama dalam proses katabolisme (perombakan) menjadi energi siap pakai atau disebut Adenosin Tri Pospat (ATP). Pembentukan ATP sendiri melalui tiga proses sekaligus yakni glikolisis, siklus krebs, dan transportasi elektron. Setiap proses perombakan (katabolisme) 1 glukosa akan menghasilkan 38 ATP. Dalam kondisi energi tubuh sudah tercukupi, maka glukosa akan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hati dan otot. 

Sebaliknya jika tubuh kekurangan energi (saat berpuasa), maka glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa. Glukosa ini kemudian akan dipecah menjadi ATP untuk energi tubuh. Sedangkan kelebihan lemak akan disimpan dalam bentuk trigliserida atau cadangan energi jangka panjang jika sel tubuh tidak membutuhkan. 

Ketika kita banyak melakukan aktivitas saat sedang berpuasa, trigliserida yang tersimpan ini dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) untuk kemudian menghasilkan energi. Proses pemecahan trigliserida ini menjadi asam lemak dan gliserol disebut lipolisis.
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa meski saat puasa perut dalam keadaan kosong, akan tetapi Allah telah menciptakan mekanisme yang apik sehingga hak-hak sel tubuh untuk melakukan aktivitas selama puasa tetap terpenuhi melalui proses perombakan glikogen dan trigliserida. 

Bahkan jika cadangan jenis lemak (trigliserida) terurai sempurna karena aktivitas harian yang padat, maka penumpukan lemak jadi berkurang. Implikasi yang bisa dirasakan adalah peredaran darah menjadi lancar, sehingga puasa dapat dijadikan sarana dalam membangun pola hidup sehat. Hal ini senada dengan Sabda Rasul: 

"Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat" (Diriwayatkan oleh Adi dan Thabrani dalam Mu'jam Al Ausath). 

Meskipun dengan berpuasa ketercukupan energi tetap terjamin karena adanya glikogen dan trigliserida, tetapi makan sahur sebaiknya tetap diprioritaskan, bukan malah ditinggalkan. Makan sahur di sini bisa dimaknai dalam konteks keberkahan sebagaimana dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Makan sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkah" (menguatkan badan dan menahan lapar karena puasa)". 

Demikianlah sedikit penjabaran mengenai puasa ramadhan dalam kacamata biologi. Mungkin kita tidak terlalu memahami akan penjabaran istilah-istilah di atas, namun intinya kita jadi tahu bahwa sekarang kita tidak perlu takut lagi menyibukkan diri dengan aktivitas-aktivitas positif selama bulan suci Ramadhan. 

Tadarus Al Qur'an
via detik.com

Jangan jadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Tetaplah semangat dalam beraktifitas, dan sedapat mungkin di bulan spesial ini kita maksimalkan waktu yang ada untuk memperbanyak ibadah baik ibadah mahdlah maupun ghairu mahdlah. Harapannya, tentu saja selesai Ramadhan kita mendapatkan gelar Muttaqiin. Amiin. 

Artikel di atas bersumber dari tulisan Muhammad Jalil MPd, dosen Biologi STAIN (sekarang IAIN) Kudus, yang dikutip dari Suara Merdeka 8 Juni 2016.

Labels: Horizon, Kesehatan

Thanks for reading Ramadhan dalam Kacamata Biologi (Energi Saat Berpuasa) . Please share...!

0 Komentar untuk "Ramadhan dalam Kacamata Biologi (Energi Saat Berpuasa) "

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.