Surah Al Kafirun merupakan surat ke 109 dalam Al Qur'an yang termasuk dalam golongan surah Makkiyah atau surat yang diturunkan di Makkah, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Al Kafirun artinya orang-orang kafir. Surah ini dinamakan Al Kafirun karena tema pokoknya menjelaskan tentang perilaku Rasulullah SAW dan umat Islam terhadap orang-orang kafir dalam menyikapi perbedaan keyakinan.
Surah Al Kafirun dan Terjemahannya
قُلْ يٰٓأَيُّهَا الْكٰفِرُونَ
"Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir!"
لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,"
وَلَآ أَنْتُمْ عٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
"dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,"
وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ
"dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,"
وَلَآ أَنْتُمْ عٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
"dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah."
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Sebab Turunnya (Asbabun Nuzul) Surah Al Kafirun
Beberapa tokoh kaum kafir (musyrikin) Makkah seperti Al Walid bin Al Mughirah, Al Ash bin Wail, Aswad bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf datang menemui Nabi Muhammad SAW dan menawarkan kompromi yang menyangkut pelaksanaan peribadahan. Mereka mengusulkan agar Nabi dan umat Islam mengikuti kepercayaan mereka, dan sebaliknya mereka pun akan mengikuti agama Islam. Mereka berkata:
"Wahai Muhammad, bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu selama setahun dan kamu juga menyembah Tuhan kami selama setahun. Jika agamamu benar, kami mendapat keuntungan karena kami juga menyembah Tuhanmu, dan jika agama kami yang benar, kamu juga tentu memperoleh keuntungan".
Mendengar usul kaum kafir tersebut, Rasulullah SAW dengan tegas menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak tergolong orang-orang yang bersikap dan berperilaku syirik atau menyekutukan Allah".
Untuk mempertegas penolakan Rasulullah SAW tersebut, Allah SWT kemudian menurunkan Surah Al Kafirun. Setelah Nabi menerima surah Al Kafirun ini, beliau kemudian mendatangi tokoh-tokoh kaum kafir (musyrikin) Mekah yang waktu itu sedang berkumpul di Masjidil Haram. Di hadapan mereka, Rasulullah lalu membacakan surah Al Kafirun dari ayat pertama hingga ayat terakhir dengan mantap dan lantang, sehingga mereka pun menyadari bahwa usul mereka untuk berkompromi dalam keimanan dan ibadah agama ditolak oleh Rasulullah SAW dan umat Islam.
Kandungan Surah Al Kafirun
Penegasan bahwa Tuhan yang disembah (ma'bud) oleh Rasulullah SAW dan umat Islam berbeda dengan ma'bud orang-orang kafir (kaum musyrikin) yang mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Demikian juga cara peribadahan Rasulullah SAW dan umat Islam yang hanya berdasarkan keikhlasan dan ketulusan hati, dan bersih dari sikap perilaku syirik terhadap Allah SWT, berbeda dengan cara peribadahan orang-orang kafir (musyrikin).
Penolakan dari Nabi Muhammad SAW dan umat Islam terhadap kaum kafir untuk mencampuradukkan keimanan dan peribadahan yang diajarkan Islam dengan keimanan dan peribadahan yang diajarkan agama kaum kafir yang mengandung kemusyrikan.
Rasulullah dan umat Islam juga menolak ajakan kaum musyrikin untuk tukar menukar pengalaman dalam keimanan dan peribadahan atau untuk keluar dari agama Islam dan menganut agama mereka dengan tegas dan bijaksana.
Dalam menyikapi perbedaan keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya menjunjung tinggi toleransi, bebas menjalankan ajaran agama yang dianutnya dan tidak boleh saling mengganggu. Bahkan Islam juga melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama (lihat surah Al Baqarah, 256).
Pelajaran dari Kandungan Surah Al Kafirun
Dengan memahami surah Al Kafirun di atas, setiap Muslim/ Muslimah hendaknya selalu berusaha secara sungguh-sungguh agar selama hidup di alam dunia ini senantiasa meyakini akan kebenaran agama Islam yang dianutnya dan mengamalkan seluruh ajarannya dengan bertaqwa kepada Allah SWT.
Walaupun antara umat Islam dengan umat lain (non muslim) tidak ada kompromi dalam hal keimanan dan peribadahan, namun dalam pergaulan hidup bermasyarakat antara umat Islam dan umat lain hendaknya saling menghormati dan menghargai serta bekerja sama dalam urusan dunia demi terwujudnya keamanan, ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan bersama.
Kebebasan memilih agama merupakan Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam piagam PBB tentang Hak-hak Asasi Manusia yang biasa disebut "The Universal Declaration of Human Rights" pasal 18. Juga tercantum dalam Deklarasi Kairo tentang Hak-hak Asasi Manusia pasal 10. Tertuang juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab III pasal 22.
Selain itu, ajaran Islam yang melarang penganutnya memaksa orang lain untuk masuk Islam hendaknya dapat memberikan dorongan kepada umat Islam untuk bersikap toleran terhadap umat-umat beragama lain dalam kehidupan bersama sehingga kerukunan hidup antarumat beragama dapat terwujud.
Santos el SalamDesember 02, 2020AdminBandung Indonesia
Makna dan Kandungan Surah Al Kafirun
Santos el Salam
2 Desember 2020
Surah Al Kafirun merupakan surat ke 109 dalam Al Qur'an yang termasuk dalam golongan surah Makkiyah atau surat yang diturunkan di Makkah, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Al Kafirun artinya orang-orang kafir. Surah ini dinamakan Al Kafirun karena tema pokoknya menjelaskan tentang perilaku Rasulullah SAW dan umat Islam terhadap orang-orang kafir dalam menyikapi perbedaan keyakinan.
Surah Al Kafirun dan Terjemahannya
قُلْ يٰٓأَيُّهَا الْكٰفِرُونَ
"Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir!"
لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,"
وَلَآ أَنْتُمْ عٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
"dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,"
وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ
"dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,"
وَلَآ أَنْتُمْ عٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
"dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah."
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Sebab Turunnya (Asbabun Nuzul) Surah Al Kafirun
Beberapa tokoh kaum kafir (musyrikin) Makkah seperti Al Walid bin Al Mughirah, Al Ash bin Wail, Aswad bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf datang menemui Nabi Muhammad SAW dan menawarkan kompromi yang menyangkut pelaksanaan peribadahan. Mereka mengusulkan agar Nabi dan umat Islam mengikuti kepercayaan mereka, dan sebaliknya mereka pun akan mengikuti agama Islam. Mereka berkata:
"Wahai Muhammad, bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu selama setahun dan kamu juga menyembah Tuhan kami selama setahun. Jika agamamu benar, kami mendapat keuntungan karena kami juga menyembah Tuhanmu, dan jika agama kami yang benar, kamu juga tentu memperoleh keuntungan".
Mendengar usul kaum kafir tersebut, Rasulullah SAW dengan tegas menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak tergolong orang-orang yang bersikap dan berperilaku syirik atau menyekutukan Allah".
Untuk mempertegas penolakan Rasulullah SAW tersebut, Allah SWT kemudian menurunkan Surah Al Kafirun. Setelah Nabi menerima surah Al Kafirun ini, beliau kemudian mendatangi tokoh-tokoh kaum kafir (musyrikin) Mekah yang waktu itu sedang berkumpul di Masjidil Haram. Di hadapan mereka, Rasulullah lalu membacakan surah Al Kafirun dari ayat pertama hingga ayat terakhir dengan mantap dan lantang, sehingga mereka pun menyadari bahwa usul mereka untuk berkompromi dalam keimanan dan ibadah agama ditolak oleh Rasulullah SAW dan umat Islam.
Kandungan Surah Al Kafirun
Penegasan bahwa Tuhan yang disembah (ma'bud) oleh Rasulullah SAW dan umat Islam berbeda dengan ma'bud orang-orang kafir (kaum musyrikin) yang mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Demikian juga cara peribadahan Rasulullah SAW dan umat Islam yang hanya berdasarkan keikhlasan dan ketulusan hati, dan bersih dari sikap perilaku syirik terhadap Allah SWT, berbeda dengan cara peribadahan orang-orang kafir (musyrikin).
Penolakan dari Nabi Muhammad SAW dan umat Islam terhadap kaum kafir untuk mencampuradukkan keimanan dan peribadahan yang diajarkan Islam dengan keimanan dan peribadahan yang diajarkan agama kaum kafir yang mengandung kemusyrikan.
Rasulullah dan umat Islam juga menolak ajakan kaum musyrikin untuk tukar menukar pengalaman dalam keimanan dan peribadahan atau untuk keluar dari agama Islam dan menganut agama mereka dengan tegas dan bijaksana.
Dalam menyikapi perbedaan keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya menjunjung tinggi toleransi, bebas menjalankan ajaran agama yang dianutnya dan tidak boleh saling mengganggu. Bahkan Islam juga melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama (lihat surah Al Baqarah, 256).
Pelajaran dari Kandungan Surah Al Kafirun
Dengan memahami surah Al Kafirun di atas, setiap Muslim/ Muslimah hendaknya selalu berusaha secara sungguh-sungguh agar selama hidup di alam dunia ini senantiasa meyakini akan kebenaran agama Islam yang dianutnya dan mengamalkan seluruh ajarannya dengan bertaqwa kepada Allah SWT.
Walaupun antara umat Islam dengan umat lain (non muslim) tidak ada kompromi dalam hal keimanan dan peribadahan, namun dalam pergaulan hidup bermasyarakat antara umat Islam dan umat lain hendaknya saling menghormati dan menghargai serta bekerja sama dalam urusan dunia demi terwujudnya keamanan, ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan bersama.
Kebebasan memilih agama merupakan Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam piagam PBB tentang Hak-hak Asasi Manusia yang biasa disebut "The Universal Declaration of Human Rights" pasal 18. Juga tercantum dalam Deklarasi Kairo tentang Hak-hak Asasi Manusia pasal 10. Tertuang juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab III pasal 22.
Selain itu, ajaran Islam yang melarang penganutnya memaksa orang lain untuk masuk Islam hendaknya dapat memberikan dorongan kepada umat Islam untuk bersikap toleran terhadap umat-umat beragama lain dalam kehidupan bersama sehingga kerukunan hidup antarumat beragama dapat terwujud.