24 Agustus, Peringatan Hari Televisi Nasional dalam Sejarah

24 Agustus, Peringatan Hari Televisi Nasional dalam Sejarah

Apakah anda tahu tanggal 24 Agustus itu hari apa?. Ya, tepat sepekan setelah perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat Indonesia, terutama insan pertelevisian biasa memperingati tanggal 24 Agustus sebagai Hari Televisi Nasional. Hal ini sebenarnya mengacu pada peristiwa 24 Agustus 1962, dimana untuk pertama kalinya TVRI sebagai stasiun televisi pertama di Indonesia mengudara saat menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games IV di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta.

hari televisi nasional
ilustrasi

Yang menarik bukan hanya itu saja, dua stasiun televisi swasta di Indonesia yakni RCTI (Rajawali Citra Televisi) dan SCTV (Surya Citra Televisi) juga memperingati tanggal 24 Agustus sebagai hari ulang tahunnya. RCTI diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1989 sedangkan SCTV lahir pada 24 Agustus 1990. Keberadaan dua stasiun televisi swasta ini juga menandai awal mula keragaman pertelevisian di Indonesia pada saat itu. 

Lahirnya TVRI


TVRI

Sebagaimana dikutip dari wikipedia, Televisi Republik Indonesia (disingkat TVRI) adalah jaringan televisi publik berskala nasional di Indonesia. Menurut catatan sejarah, ide dan gagasan lahirnya TVRI bermula pada tahun 1961, saat Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV. 

Pada tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). Selanjutnya, pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang saat itu sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan, Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi dengan jadwal sebagai berikut:
  1. Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (lokasi TVRI sekarang).
  2. Membangun dua pemancar: 100 W dan 10 kW dengan tower setinggi 80 m.
  3. Mempersiapkan perangkat lunak (program dan tenaga).
Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT RI ke-17 dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan format hitam-putih dan didukung pemancar cadangan berkekuatan 100 W. Tepat pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI akhirnya mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. Dengan hadirnya TVRI, saat itu Indonesia menjadi salah satu dari empat negara di Asia yang memiliki stasiun televisi setelah Jepang, Filipina, dan Thailand.

Pada tahun 1964, TVRI mulai merintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Samarinda. TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia hingga tahun 1989. Setelahnya, kemudian berdirilah stasiun televisi swasta pertama Indonesia yaitu RCTI (tahun 1989) di Jakarta dan diikuti SCTV pada tahun 1990 di Surabaya.

Hingga saat ini, TVRI bersama Radio Republik Indonesia (RRI) statusnya adalah Lembaga Penyiaran Publik sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Lahirnya RCTI


RCTI

Rajawali Citra Televisi (disingkat RCTI) adalah stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang mengudara pada 13 November 1988. RCTI memulai siarannya secara komersial sekaligus diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Agustus 1989 di Studio RCTI Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada mulanya, RCTI didirikan sebagai perusahaan patungan dengan kepemilikan saat itu adalah Bimantara Citra (69,82%) dan Rajawali Wirabhakti Utama (30,18%). 

Pada saat itu, siaran RCTI hanya dapat ditangkap oleh pelanggan yang memiliki dekoder dan membayar iuran setiap bulannya. Pada akhir 1989, RCTI melepas dekodernya, dan kemudian Pemerintah mengizinkan RCTI melakukan siaran bebas secara nasional sejak tahun 1990, meski baru terwujud pada akhir 1991 setelah berdirinya RCTI Bandung pada 1 Mei 1991. Kini sejak Oktober 2003, RCTI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok perusahaan media yang juga memiliki GTV dan MNCTV.

Lahirnya SCTV


SCTV

Setelah hadirnya RCTI, dunia pertelevisian Indonesia masih berlanjut dengan lahirnya SCTV (Surya Citra Televisi) sebagai televisi swasta kedua di Indonesia yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1990 di Surabaya, Jawa Timur. Pada mulanya, SCTV lahir sebagai stasiun televisi lokal di Surabaya yang berpusat di Jl. Darmo Permai, Surabaya, Jawa Timur. Meski 24 Agustus ditetapkan sebagai tanggal kelahirannya, SCTV baru mendapatkan izin sebagai stasiun televisi nasional di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1993. 

Secara bertahap, kantor operasional SCTV pun kemudian dipindahkan dari Surabaya ke Jakarta. Meski berkali-kali berpindah kantor, pada tahun 2001, SCTV kemudian memusatkan kegiatan operasionalnya di Gedung Graha SCTV (sekarang Gedung Graha Mitra milik Indika Group), di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Selanjutnya pada tahun 2007, kegiatan operasional SCTV berpusat di Senayan City, dengan stasiun pemancar dan studio Penta tetap dipusatkan di Kebon Jeruk.

Pada mulanya, mayoritas saham SCTV dimiliki oleh Bimantara Citra melalui anak usahanya, Sindo Citra Media (kini menjadi Surya Citra Media, dengan melakukan merger bersama PT Cipta Aneka Selaras). Namun sejak tahun 1999, mayoritas saham SCTV kemudian diakuisisi oleh Surya Citra Media. Dan selanjutnya pada awal Mei 2013, SCTV dan Indosiar kemudian resmi bergabung di bawah naungan Surya Citra Media. 

Nah, Sudah tahu kan sekarang tanggal 24 Agustus itu hari apa. Semoga informasi di atas dapat menambah pengetahuan kita tentang sejarah pertelevisian di Indonesia. Semoga bermanfaat.

Selengkapnya
Memahami Esensi Idul Adha dari Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail

Memahami Esensi Idul Adha dari Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail

Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin. 

Kurban sapi
ilustrasi via pixabay

Dalam surah Ash Shaffat ayat 100-111, Allah SWT menggambarkan kejujuran Nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban. Indikatornya dua hal: 

Pertama, al istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus menyembelih putra kesayangannya. 

Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfirman: 

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" 

Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab: 

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." 

Kedua, shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah. 

Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” 

Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak melainkan kedua belah pihak baik dari Nabi Ibrahim maupun Ismail. 

Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 setelah itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya. Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." 

Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul Istislam. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah SWT yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah SWT mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. 

Dengan demikian, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan Nabi Ibrahim dan Nabi Islamil dalam kehidupan sehari-hari. 

Yang perlu dikritisi dalam hal ini adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah swt. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan. Bukankah Allah berfirman udkhuluu fissilmi kaaffah?. Tapi di manakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat Islam?.

Oleh karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, maka yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.

Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian. Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya mereka berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun. Wallaahu A'lam bishshawaab.


Selengkapnya
Kisah Nabi Ibrahim dan Asal Usul Hari Raya Kurban

Kisah Nabi Ibrahim dan Asal Usul Hari Raya Kurban

Wedus atau kambing kibas
ilustrasi

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim As menyembelih kurban fi sabilillah sebanyak 1000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan unta sejumlah 100 ekor. Banyak orang yang kagum padanya, bahkan Malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya itu. 

"Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku mempunyai anak lelaki, pasti akan kusembelih karena Allah dan kukurbankan kepadaNya, seloroh Nabi Ibrahim As.

Sekian lama setelah kejadian itu, beliau lupa dengan pernyataannya itu. Ketika berada di Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak, dan Allah mengabulkan permohonannya. Beliau pun dikaruniai anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ismail. 

Kala usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada yang berpendapat 13 tahun), pada malam hari ke-8 bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim As bermimpi ada seruan, "Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu tempo dulu!"

Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan mimpinya semalam, apakah mimpi itu dari Allah ataukah dari syetan? Dari sinilah kemudian hari ke-8 Dzulhijjah disebut sebagai hari tarwiyah yang artinya berpikir atau merenung. 

Pada malam ke-9 bulan Dzulhijjah besoknya, beliau kembali bermimpi persis dengan mimpi sebelumnya. Keesokan harinya, beliau tahu bahwa mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah kemudian hari ke-9 Dzulhijjah disebut sebagai hari 'Arafah yang artinya mengetahui, dan ketepatan pula waktu itu beliau sedang berada di Padang Arafah. 

Malam berikutnya, beliau bermimpi kembali dengan mimpi yang serupa. Maka keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya itu. Karena itu pulalah hari itu kemudian disebut dengan hari menyembelih kurban (yaumun nahar). 

Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim As bermimpi untuk pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Hal itu dilakukan karena beliau mengira perintah dalam mimpi bisa terpenuhi. Tetapi tiba-tiba api datang dan menyantapnya.

Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sebanyak 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Inipun juga dilakukan beliau dengan alasan sama dengan yang pertama. Mendadak api datang lagi dan menyantapnya. 

Untuk mimpi yang ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru padanya, "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk menyembelih putramu, Ismail." Beliau terbangun dan langsung memeluk Ismail seketika, menangis hingga waktu Subuh tiba. 

Untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, terlebih dahulu beliau menemui istrinya, Hajar. Beliau berkata, "Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah SWT."

Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian yang paling bagus, meminyaki dan menyisir rambutnya. Kemudian Ibrahim As dan putranya itu berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah golok.

Pada saat itu, iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu, mondar mandir kesana kemari. Ismail yang melihatnya segera mendekat ayahnya.

Iblis pun berseru, "Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?"

"Ya, namun aku diperintahkan untuk menyembelihnya," jawab Ibrahim.

Setelah gagal membujuk ayahnya, iblis datang menemui ibunya, Hajar. "Mengapa kau hanya duduk tenang-tenang saja, padahal suamimu telah membawa anakmu untuk disembelih?, goda iblis.

"Kau jangan berdusta kepadaku, mana mungkin seorang ayah menyembelih putranya?," jawab Hajar.

"Untuk apa suamimu membawa tali dan sebilah golok kalau bukan untuk menyembelih putranya?," kilah iblis.

"Untuk apa seorang ayah membunuh putranya?," tanya Hajar.

"Suamimu menyangka itu adalah perintah Allah SWT," bujuk iblis.

Hajar pun menjawab dengan mantap, "Seorang Nabi tidak akan ditugasi berbuat kebathilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikurbankan demi tugas mulia yang diemban beliau, apalagi hanya mengurbankan nyawa anakku. Ini belum apa-apa."

iblis menemui kegagalan lagi untuk kedua kalinya, namun ia tetap berdaya upaya untuk menggagalkan rencana Ibrahim As itu. Maka ia pun mendekati Ismail dan merayunya, "Hai Ismail! Mengapa kau hanya bermain dan bersenang-senang saja? Ingat! Ayahmu mengajakmu kemari hanya untuk menyembelihmu, buktinya ia membawa tali dan sebilah golok."

"Kau dusta, untuk apa ayah menyembelihku?," tanya Ismail.

"Ayahmu mengira itu adalah perintah Allah," jawab iblis.

"Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku," jawab Ismail dengan mantap.

Tatkala iblis hendak merayu dan membujuknya lagi, mendadak Ismail memungut sejumlah batu kerikil dan langsung melemparkannya ke arah iblis dan mengenai mata sebelah kiri hingga buta. Dari sinilah kemudian dikenal istilah melempar jumrah dalam ritual ibadah haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim As berterus terang kepada putranya, Ismail, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?.." (QS. Ash-Shaaffaat:102).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika Nabi Ibrahim hendak berangkat untuk melaksanakan nadzar menyembelih Ismail, beliau berkata kepada putranya, Ismail, " Wahai anakku, ambillah tali dan golok, marilah pergi bersamaku ke lereng gunung untuk mencari kayu bakar." Ketika keduanya telah sampai di lembah, barulah kemudian Ibrahim memberi tahu yang sebenarnya kepada Ismail akan perintah untuk menyembelihnya.

Ismail kemudian menjawab, "Wahai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. Ash-Shaaffaat:102).

Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim As dan langsung mengucapkan tahmid (membaca Alhamdulillaah) sebanyak-banyaknya.

Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu, Ismail berpesan kepada ayahnya, "Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak yang bisa merepotkan ayah. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat supaya tidak timbul rasa iba pada diri ayah. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun, sebab bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya akan turut berduka."

"Tajamkanlah golok dan goreskanlah segera ke leherku ini agar lebih cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada ibu agar menjadi kenangan baginya. Dan sampaikan salamku kepada ibu dan katakan, 'Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah SWT'. Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga semakin menambah belasungkawa bagiku, dan tatkala ayah melihat anak lain yang sebayaku, janganlah dipandang seksama sehingga timbul rasa sedih di hati ayah, " sambung Ismail.

Setelah mendengar jawaban dan pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim As menjawab, "Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!."

Kemudian Nabi Ibrahim menggoreskan goloknya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah terikat kaki dan tangannya, namun beliau tidak mampu menggoreskannya.

Ismail berkata, "Wahai ayahanda! Lepaskanlah tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintahNya. Goreskan lagi ke leherku agar para Malaikat mengetahui bahwasanya diriku taat kepada Allah dalam menjalani perintah semata-mata karena Allah SWT."

Nabi Ibrahim pun melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya itu. Lalu beliau menghadapkan wajahnya ke tanah dan langsung menggoreskan goloknya ke leher putranya dengan sekuat tenaga, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya dan terpental. Tak puas dengan kemampuannya, beliau menghujamkan goloknya itu ke arah sebuah batu, dan batu itu pun hancur terbelah jadi dua bagian. "Hai golok! Kau dapat membelah batu, tetapi mengapa tak mampu menggores leher putraku?," kata beliau penuh keheranan.

Atas izin Allah SWT, golok itu menjawab, "Wahai Ibrahim! Kau menghendaki menyembelihnya, namun Allah SWT telah berfirman, "Jangan sembelih!". Nabi Ibrahim pun bingung dan berkata, "jika begini, mengapa aku harus menentang perintahNya?".

Pada saat itu kemudian terdengar panggilan, "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu.. " (QS. Ash-Shaaffaat: 104-105).

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu)". (QS. Ash-Shaaffaat: 106). "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. Ash-Shaaffaat: 107).

Demikianlah akhirnya Ismail dipindah dan diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan diterima darinya, dan domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawanya dan sempat melihat Nabi Ibrahim yang menggoreskan golok ke leher Ismail. Malaikat Jibril terkagum sembari mengucapkan, "Allaahu Akbar!". Nabi Ibrahim kemudian menyahut dengan mengucapkan, "Laa Ilaaha Illallaah Allaahu Akbar!", Ismail mengikutinya dengan mengucapkan, "Allaahu Akbar wa Lillaahil hamd".

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika Ibrahim sedang berusaha untuk menyembelih putranya, ada seruan yang memanggilnya. Kemudian Ibrahim pun menoleh, seketika itu beliau menjumpai seekor domba kibas yang bercabang tanduknya (ada pula yang mengartikan tubuhnya berwarna hitam putih) turun dari gunung dan berdiri di dekat Ibrahim. Nabi Ibrahim pun menangkapnya dan kemudian menyembelihnya. Setelahnya Nabi Ibrahim kemudian merangkul putranya dan berkata, "Wahai anakku! Pada hari inilah, engkau (sepenuhnya) telah diberikan kepadaku". Dengan demikian, terpenuhilah nazar Nabi Ibrahim dan perintah dari Allah SWT.

Disebutkan pula bahwa ketika Nabi Ibrahim menyembelih domba kibas tersebut, Malaikat Jibril As mengucapkan, "Allaahu Akbar Allaahu Akbar", atas izin Allah domba kibas yang disembelih itu kemudian menyahut "Laa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar", dan Nabi Ibrahim kemudian mengucapkan "Allaahu Akbar wa Lillaahil hamd". Dari sinilah kemudian kalimat-kalimat ini selalu dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).

Demikianlah, semoga kita dapat mengambil hikmah dari kisah di atas. Kisah ini saya nukil dari buku The Dream Sketsa Mimpi dalam Tinjauan Islam, Kedokteran dan Psikologi karya Miftahul Asror dan kitab Marah Labiid Tafsir an-Nawawi (Tafsir Munir) karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi.

Selengkapnya
Peliknya Permasalahan Hidup Masyarakat Modern dan Solusinya

Peliknya Permasalahan Hidup Masyarakat Modern dan Solusinya

Masyarakat modern seringkali diidentikkan dengan masyarakat yang berkemajuan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, rasional, mandiri, dan bebas. Asumsi kita selama ini hanya orang yang pendidikannya rendah dan tidak menguasai teknologi canggih serta berasal dari masyarakat lapis bawah saja yang selalu mempunyai masalah. Mulai dari masalah ekonomi, kesehatan, pendidikan, perumahan kumuh, dan mentalitas rendah. 

Asumsi tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar, karena masyarakat modern yang rasionalis, sekularis, materialis, dan menguasai teknologi canggih pun tidak semuanya mampu menghadirkan kenyamanan, kebahagiaan, kehangatan, dan ketenteraman dalam hidupnya. Bahkan ada kecenderungan, bahwa semakin modern kehidupan seseorang, maka tuntutan hidup juga akan semakin meningkat. Maka apabila seseorang tidak mampu mengendalikan kehidupannya, akan menimbulkan permasalahan baru bagi hidupnya, yakni kegelisahan spiritual dan kekeringan rohani serta tekanan kejiwaan. 

Penyebabnya tidak lain karena kehidupan masyarakat modern lebih banyak dipenuhi oleh rutinitas fisik, pemikiran, dan persaingan hidup, sehingga tidak ada lagi ruang yang tersisa untuk menyuburkan kehidupan batiniah, kehidupan sosial (silaturahmi) dan kebutuhan rohaninya. Berkaitan dengan hal ini, Baginda Besar Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya: “Kebaikan yang paling cepat pahalanya ialah berbakti dan mengokohkan silaturahmi (mengokohkan hubungan kekerabatan). Dan kejahatan yang paling cepat siksanya ialah kezaliman dan memutuskan hubungan kerabat.” (H.R. Ibnu Maiah).

Kezaliman dalam bentuk modern bisa berupa realisasi paham kapitalisme, illegal logging, korupsi, manipulasi, monopoli, dan sebagainya. Adapun bentuk pemutusan silaturahmi modern bisa berupa individualisme, egoisme, ataupun sikap mementingkan golongan atau kelompoknya. Masyarakat modern yang cenderung rasional, sekuler, dan materialistik telah menyebabkan hilangnya visi keilahian dan nilai-nilai kerohanian mereka, sehingga dengan mudah menimbulkan gejala-gejala psikologis, yakni adanya kehampaan spiritual. 

Banyak masalah
ilustrasi via pixabay

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme yang berkembang dalam kehidupan masyarakat modern tidak mampu memenuhi kebutuhan vital manusia, yakni kehangatan dan ketenangan rohaniah, yang semuanya itu hanya dapat diperoleh melalui wahyu Ilahi. Akibatnya, sekarang ini banyak dijumpai masyarakat yang mengalami stres karena adanya tekanan dan kelelahan psikologis. Mereka tidak lagi mempunyai pegangan dan sandaran hidup. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Naisbit dan Aburdene dalam bukunya yang sangat terkenal Megatrends 2000. Menurut mereka, ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat di era modern sekarang ini, tidak memberikan makna tentang kehidupan. 

Semula banyak orang terpesona melihat gemerlapnya modernisasi. Mereka beranggapan bahwa modernisasi akan membawa kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik. Ternyata ada sisi yang tidak terdeteksi yakni ada gejala the agony of modernization, yaitu azab dan sengsara karena modernisasi. Gejalanya adalah meningkatnya angka kriminalitas yang diikuti dengan tindak kekerasan, perkosaan, judi, penyalahgunaan obat/narkotika, kenakalan remaja, prostitusi, gangguan jiwa, dan gejala psikopat. 

Abu al-Wafa al-Taftazani dalam The Role Sufisme mengklasifikasikan sebab-sebab kegelisahan masyarakat modern sebagai berikut:

  • Perasaan takut akan kehilangan apa yang sudah dimiliki. 
  • Perasaan khawatir terhadap masa depan yang tidak disukainya. 
  • Perasaan kecewa terhadap hasil kerja yang tidak mampu memenuhi harapan dan memenuhi kepuasan spiritual. 
  • Banyak melakukan pelanggaran dan dosa. 

Lantas Apa Solusinya? 

Kehidupan pada masa modern adalah kehidupan yang penuh tantangan dan godaan. Kehidupan yang serba permisif, serba boleh, serta tawaran hidup yang hedonis, konsumtif, dan serba instan, menyebabkan manusia mudah tergiur mengikuti tawaran-tawaran hidup yang serba mewah. Bagi yang tidak mampu mengendalikan diri dari jeratan keinginan menurutkan hawa nafsu duniawinya, maka ia akan semakin jauh dari ketenangan, kedamaian dan kesucian hidupnya.

Untungnya, ada sebagian masyarakat yang menyadari bahwa apabila manusia hanya mengejar kepuasan duniawi maka ada sesuatu yang lepas dari kehidupan kita, yakni ketenangan, kedamaian, jiwa welas asih, sifat kemanusiaan terhadap sesama sehingga menyebabkan jiwanya kering dan mudah retak atau stres karena tidak ada tempat untuk menyandarkan permasalahan hidup yang dihadapinya. Mereka mulai menyadari kebenaran dari firman Allah dalam Surah Ar-Ra'd ayat 28: 

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."

Ayat di atas menegaskan bahwa ketenangan dan kebahagiaan hakiki berada di dalam hati manusia, bukan pada jumlah kekayaan yang dimiliki atau tingginya jabatan yang disandangnya. Adapun mengenai pentingnya hati, Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

"Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka baiklah anggota tubuh seluruhnya, dan apabila ia buruk, maka buruk pulalah anggota tubuh itu seluruhnya. Ingat, itulah hati." (H.R. Bukhari-Muslim) 

Berzikir memang merupakan upaya untuk merasakan ketenangan hati dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Inilah cara yang sudah semestinya dilakukan oleh manusia modern untuk membina hati mereka, membina rohani mereka agar mempunyai tempat bersandar dari kelelahan perjalanan hidup mereka. 

Memang, ketika suatu masyarakat sudah terkena penyakit alienasi (keterasingan) karena adanya pengaruh dari proses pembangunan dan modernisasi, maka pada saat itulah manusia modern sebenarnya mulai membutuhkan pedoman hidup yang bersifat spiritual yang mendalam untuk menjaga integritas kepribadiannya. Hal ini penting agar mereka terbebas dari penyakit hati baik yang berupa kegelisahan, stres maupun kejahatan-kejahatan yang dimungkinkan muncul sebagai dampak dari kehidupan modern yang penuh dengan kompetisi. 

Itulah gambaran dari kehidupan masyarakat modern dewasa ini. Ada kelebihan yang bisa dinikmati dari modernisasi tetapi juga ada celah kurang menguntungkan bagi kehidupan manusia, baik yang bersifat spiritual maupun yang bersifat moralitas. Mulai dari rasa hampa dan keringnya jiwa hingga tingkah laku yang melampaui batas kemanusiaan dan kesusilaan. 

Masyarakat modern sangat membutuhkan sentuhan spiritual untuk menyejukkan dan menyirami hatinya yang telah kering dan beku, serta melabuhkan perasaan gundah dan gelisah. Ajaran agama menawarkan sebuah kegiatan yang dapat menghangatkan jiwa, menenteramkan hati dan menyejukkan rasa serta menghindarkan diri dari hawa nafsu dunia yang menyesatkan, sehingga akan melahirkan suatu kehidupan baru yang dihiasi dengan akhlakul karimah. 

Dengan kembali memperdalam agama dari para Ulama dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan masyarakat modern dapat mewujudkan keseimbangan antara kehidupan lahiriah dan batiniah, antara duniawi dan ukhrawi, sekaligus menekan tuntutan hidup duniawi yang berlebihan yang sering menyebabkan manusia lupa akan harkat dan martabatnya. Wallaahu A'lam

Selengkapnya
Manfaat Buah Naga (Dragon Fruit) Untuk Kesehatan

Manfaat Buah Naga (Dragon Fruit) Untuk Kesehatan

Buah naga mulai populer di Indonesia pada sekitar tahun 2000 an dan sejak saat itu mulai banyak dibudidayakan oleh para petani di berbagai daerah. Buah ini diketahui berasal dari negara Meksiko, Amerika tengah dan Amerika selatan. Buah naga (dragon fruit) adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari genus Hylocereus dan Selenicereus. Terdapat empat jenis buah naga, salah satu yang banyak dikonsumsi adalah yang buahnya berwarna merah (Hylocereus polyrhizus). 

Buah naga
via imgur

Pada awalnya, buah dari tanaman yang dijuluki dengan nama pitahaya atau pitaya roja ini dianggap sebagai tanaman kaktus hutan biasa. Hingga pada akhirnya, masyarakat suku Indian pun coba mengonsumsi buah dari tanaman ini. Sedangkan penamaan "buah naga" atau dragon fruit sendiri konon berasal dari budaya China yang menyebut buah ini sebagai Thang Loy (diterjemahkan menjadi dragon fruit). Mereka biasa meletakkan buah ini di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar.

Buah naga memiliki tekstur dan rasa buah mirip seperti campuran buah kiwi dan pir dengan daging buah berbintik-bintik. Buah naga (merah) memiliki kandungan kadar air sekitar 90% sehingga menyebabkan buah ini memiliki rasa manis agak hambar. Meskipun begitu, buah ini memiliki banyak sekali manfaat yang baik untuk kesehatan. Diantaranya, di dalam buah ini terkandung antioksidan sehingga sangat baik untuk pertahanan tubuh dari radikal bebas dan kanker. 

Dragon fruit
via liputan6

Buah yang menjadi simbol keberkahan oleh etnis China ini juga secara medis dapat menetralkan racun dalam darah. Untuk anda yang ingin menurunkan berat badan, bisa juga mengonsumsi buah ini disertai dengan olahraga yang teratur. Selain itu, kandungan vitamin C nya yang tinggi juga bisa membantu menjaga kesehatan kulit, bahkan buah dan kulitnya juga bisa digunakan sebagai bahan lulur. Dokter juga sangat merekomendasikan buah naga sebagai buah konsumsi yang bisa digunakan untuk terapi dalam penyembuhan suatu penyakit.

Dalam satu buah naga bisa mengandung sekitar 0,71 g serat yang bermanfaat untuk mencegah penyakit diabetes militus dan menurunkan kolesterol dalam tubuh. Kandungan 80 % air, vitamin c, kalsium, zat besi, dan fosforus terbukti secara ilmiah dapat mengatasi darah tinggi. Manfaat lain buah naga yaitu sebagai penyeimbang gula darah, meredakan batuk dan asma, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, mencegah pengapuran tulang, serta dapat menurunkan resiko kanker karena kandungan zat fitokimianya. 

Berikut adalah kandungan gizi dalam satu buah naga: 

  • Niasin 1,3 mg 
  • Ribo flavin 0,044 mg 
  • Tiamin 0,0 mg 
  • Vitamin b1 0,043 mg 
  • Zat besi 0,65 mg 
  • Fosfor 36,1 
  • vitamin c 9 mg 
  • vitamin b3 0,43 mg 
  • vitamin b2 0,045 mg 
  • kalsium 8,8 mg 
  • serat kasar 0,9 g 
  • lemak 0,61 g 
  • ash 0,28 g 
  • protein 0,229 g 
  • mois ture 83 g. 

Jus buah naga
via shutterstock

Ternyata banyak sekali ya manfaat yang terkandung dari buah naga ini. Oh ya bagi yang kurang suka kalau memakan langsung buah naga ini, anda juga bisa menyantap buah ini dengan menjadikannya hidangan yang unik seperti dibuat jus, campuran sup buah, puding buah naga, ataupun diolah menjadi berbagai bentuk makanan seperti keripik, salad, agar-agar, bubur mutiara dan lain sebagainya. (diolah dari berbagai sumber) 


Selengkapnya
Pentingnya Pendidikan Karakter Sejak Dini dari Orang Tua

Pentingnya Pendidikan Karakter Sejak Dini dari Orang Tua

Seperti yang kita lihat sekarang, dimanapun, pendidikan karakter kini tengah digalakkan. Terutama di sekolah-sekolah sebagai kawah candradimuka bagi individu sebelum terjun langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Semuanya mengintegrasikan pendidikan yang ditegaskan pada character building. Hal itu juga didukung dengan buku-buku yang sebagian besar juga menyajikan nilai pendidikan karakter. Lantas bagaimana hasilnya?.

Hasil dari pendidikan karakter memang menjadi tolok ukur kualitas seorang individu. Namun seperti apa pendidikan karakter yang berhasil?. Keberhasilan pendidikan karakter antara lain yaitu bisa menghasilkan individu yang berdaya saing, jujur, bersopan santun dan memiliki kepribadian yang kuat. Pendidikan karakter juga menjadi tanda bahwa sebuah pendidikan formal itu berhasil, tidak hanya dari segi intelektual siswanya saja. 

Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang, mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.

Sulit memang untuk menanamkan pendidikan karakter bila tidak sejak dini. Apalagi jika hanya diterapkan pada pendidikan tingkat atas. Mengapa?, karena pendidikan karakter itu pahit jika hanya diajarkan mentah-mentah. Terlebih pada siswa-siswa tingkat atas yang notabenenya pergaulan mereka sudah sangat kompleks. Sementara para siswa tingkat atas biasanya mereka adalah jiwa-jiwa yang tidak suka diatur. 

Pendidikan karakter
ilustrasi via shutterstock

Sebenarnya bila ditelaah lebih jauh, pendidikan karakter merupakan tanggung jawab antara orang tua siswa dan guru di sekolah. Namun yang lebih berpengaruh adalah orang tua, karena pendidikan karakter seharusnya sudah menjadi bekal dari rumah. Ketika siswa berangkat dari rumah misalnya, sebelum berangkat sekolah siswa berpamitan pada kedua orang tua dengan cara mencium tangan dan melakukan hal yang sama apabila bertemu dengan guru di sekolah.

Sayangnya, orang tua siswa kadang kurang memahami akan hal itu. Jangankan tahu apa itu pendidikan karakter, dengan melihat anaknya mau berangkat sekolah saja sudah menjadi suatu kebahagiaan tersendiri bagi orang tua. Namun ada satu hal yang tertinggal dalam diri anaknya, yaitu kebutuhan moril. Selanjutnya mereka (orang tua) juga kadang beranggapan bahwa tanggung jawab anaknya sepenuhnya berada di tangan sang pendidik.

Padahal biar bagaimanapun, orang tua mempunyai andil besar bagi pendidikan karakter anaknya, misalnya kesopanan, tanggung jawab, kejujuran, etika pergaulan, dan pendidikan moral. Dan dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator saja, dengan kata lain bisa dikatakan hanya sebagai penyempurnanya. 

Faktanya, fenomena yang ada saat ini orang tua sepertinya meletakkan tanggung jawab pendidikan anaknya sepenuhnya pada guru. Pendidikan moral, mata pelajaran umum dan sebagainya sepenuhnya jatuh di tangan pendidik. Lantas bila begitu, apa tugas orang tua?. Memang, orang tua menitipkan anaknya pada guru agar mendapatkan pendidikan yang baik, supaya anaknya bisa menjadi individu yang lebih baik.

Tapi meskipun demikian, orang tua tidak lantas lepas tangan akan pendidikan anaknya. Dan ketika terjadi sesuatu yang “kurang sedap" pada anaknya, orang tua tidak seharusnya menyalahkan sepenuhnya pada guru. Karena biar bagaimanapun, guru hanya sebagai fasilitator bagi pendidikan anaknya. Atau juga biasa disebut sebagai orang tua kedua. Akan lebih baik ketika orang tua mengajarkan kepada anak untuk berlaku jujur dan mencoba untuk mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan alangkah baiknya, jika setiap individu sudah memiliki kesadaran untuk menunjukkan seperti apa karakternya.


Selengkapnya
Pantai Kembar Terpadu, Wisata Pantai Asri di Kebumen dengan Konservasi Penyunya

Pantai Kembar Terpadu, Wisata Pantai Asri di Kebumen dengan Konservasi Penyunya

Dua kali sudah saya mengunjungi pantai asri nan menawan ini. Awalnya tidak sengaja saya menemukan pantai kembar ini saat saya bersama teman saya memutuskan untuk refreshing dengan plesiran di salah satu dari sekian banyak pantai di sekitar pesisir selatan Petanahan - Suwuk. Pantai Kembar atau nama lengkapnya Pantai Kembar Terpadu ini berlokasi di desa Tambakmulyo, kec. Puring, atau sekitar 30 kilometer arah barat daya kota Kebumen.

Pantai Kembar Terpadu
dok. pribadi

Pantai yang berada di sebelah timur pantai Suwuk ini memang belum begitu populer bahkan oleh masyarakat Kebumen sendiri. Meskipun begitu, kini pantai ini mulai semakin dikenal dan menjadi salah satu destinasi wisata pantai andalan di Kabupaten Kebumen. Selain pemandangan yang masih asri dan belum terjamah banyak orang, keberadaan konservasi penyu di pantai ini juga menjadi nilai lebih yang membedakannya dengan pantai-pantai lainnya di Kebumen.

Pantai Kembar menyuguhkan indahnya panorama alam sekaligus wisata edukasi bagi wisatawan. Pantai yang juga berada di sebelah barat pantai Bopong dan pantai Sawangan ini memiliki area konservasi penyu yang digagas langsung oleh masyarakat sekitar. Dengan berfokus pada konservasi penyu, warga sekitar menjaga wilayah pantai agar tetap nyaman sebagai tempat bertelurnya para penyu. Para pengunjung pantai juga bisa melihat langsung tempat konservasi penyu karena  memang berada di sekitar pintu masuk menuju Pantai Kembar.

Konservasi penyu pantai Kembar
dok. pribadi

Pantai Kembar memiliki beberapa kolam penangkaran penyu yang dapat dilihat dan difoto oleh pengunjung. Jika pengunjung ingin lebih tahu tentang penangkaran penyu, terdapat petugas yang akan menjelaskan mengenai proses penangkaran penyu di sana. Mulai dari mengamankan telur-telur penyu, menempatkannya di lokasi yang steril, memantaunya, hingga menunggu masa pelepasan. Selain itu, para pengunjung juga bisa mendapatkan pengetahuan soal jenis-jenis penyu, ukuran dan bobot penyu, hingga masa bertelurnya.

Di samping wisata edukasi, tentunya tidak ketinggalan juga untuk menikmati keindahan alamnya sembari mengamati deburan ombak yang mengalun indah. Hamparan pasir hitam yang lembut seakan mengajak pengunjung untuk bermain pasir atau merasakan sensasi kaki terkena air laut yang diterpa ombak. Meskipun tergolong tempat wisata baru, di pantai Kembar juga sudah banyak dibangun spot foto untuk kita dapat berfoto ria seperti gapura bambu, ayunan kembar di tepi pantai dan beberapa spot foto lain. 

Puas bermain pasir dan air, pengunjung bisa berteduh di bawah rerimbunan pohon yang masih banyak dijumpai di sepanjang pesisir pantai Kembar ini. Selain deretan pohon kelapa, pantai ini juga dikelilingi tanaman pandan sehingga membuat suasana pantai semakin sejuk. Sembari beristirahat menikmati angin sepoi-sepoi, terdapat banyak warung yang menjual aneka minuman dan makanan khas lokal Kebumen siap untuk memanjakan lidah kita. 

Ada banyak makanan khas lokal masyarakat Kebumen yang bisa kita coba di sini, mulai dari pecel, tempe mendoan, tahu uleg, lotek, soto dan kuliner-kuliner khas Kebumen lainnya. Para pemilik warung yang ramah akan siap melayani pesanan para pengunjung untuk menjajal aneka kuliner Kebumen yang nikmat tiada tara. Selain nikmat, kuliner-kuliner lokal ini juga sehat, mengenyangkan, serta tentunya dengan harga relatif murah dan terjangkau.

Pantai Kembar Asri Cantik
dok. pribadi

Adapun fasilitas-fasilitas umum yang disediakan pantai ini juga cukup lengkap seperti mushola, toilet umum, dan bangku-bangku untuk duduk. Pihak pengelola juga selalu merawat kebersihannya agar para pengunjung senantiasa nyaman saat mengunjungi pantai ini. Tertarik untuk mengunjungi pantai ini?, silahkan datang saja ke Pantai Kembar Terpadu yang berlokasi di desa Tambakmulyo, kecamatan Puring, kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Semoga bermanfaat.

Selengkapnya
Tentang Aturan Shaf dalam Shalat Berjamaah

Tentang Aturan Shaf dalam Shalat Berjamaah

Ketika iqamat dikumandangkan, hendaknya kita bersiap dengan para jamaah lain untuk melaksanakan shalat berjamaah. Kita satukan pikiran yang sebelumnya bercabang untuk fokus menghadap serta bersimpuh ke hadirat Sang Ilahi. Kemudian berdiri memenuhi shaf secara tertib serta menghadap kiblat, berbaris lurus, tanpa membedakan status sosial atau pangkat maupun jabatan. Tua muda, pejabat rakyat jelata, kaya miskin semua bersatu dalam barisan jamaah shalat.

Shalat berjamaah
ilustrasi shalat berjamaah

Ada beberapa faktor yang harus dipersiapkan baik fisik maupun mental agar kita bisa khusyu' dan mendapat ketenangan dalam menjalankan shalat. Di antaranya yaitu menghentikan segala aktifitas yang tidak ada kaitannya dengan shalat, lepaskan pikiran dari kesibukan duniawi, pastikan kita siap dan fokus untuk menjalankan ibadah shalat bukan untuk lain, termasuk yang menyangkut hidangan, atau menahan kencing dan buang air besar. Aisyah RA menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

“Janganlah sekali-kali engkau melakukan shalat (sambil) menunda hidangan yang telah tersedia atau menahan buang air kecil atau besar untuk sesaat.” (H.R. Muslim dan Abu Daud). 

Perihal melepaskan pikiran-pikiran dari kesibukan duniawi, antara lain seperti dinyatakan dalam firman-Nya: 

"Hai Orang-Orang beriman janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan," (QS, An-Nisa: 43) 

Betapa banyak kita lihat orang seakan-akan mabuk karena beban pekerjaannya, memikirkan biaya sekolah anak, atau karena pusing membayar cicilan, padahal mereka tidak minum alkohol (arak), sehingga mereka juga tidak mampu memahami apa yang mereka ucapkan di dalam salatnya. Maka ketika hendak shalat, lepaskanlah pikiran dari kesibukan duniawi dan fokus pasrahkan diri untuk beribadah kepada Allah SWT.

Adapun terkait menghadap kiblat, dijelaskan dalam firmanNya: 

Palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya,” (QS, Al Baqarah: 14) 

Maknanya yaitu setiap mushalli (orang yang shalat) mengetahui bahwa seluruh umat Islam di penjuru dunia ini menghadapkan wajahnya ke kiblat ketika shalat. Perintah menghadap kiblat ini juga terkandung maksud bahwa semua umat Islam memiliki satu arah yang sama dalam beribadah dan menjadi identitas yang membedakannya dari umat-umat lain. Itulah Baitullah al Haram, sebagai lambang persatuan umat dan wajib kepada seluruh kaum muslimin untuk mempersatukan tujuan dan kesungguhan dalam memperjuangkan agama islam. 

Terkait urusan shaf, setiap mushalli hendaknya datang ke masjid lebih awal agar dapat menempati shaf pertama di belakang imam. Ada sebuah hadits perihal keutamaan memenuhi panggilan muadzin dan mengisi shaf pertama, Rasulullah SAW bersabda:

“Andaikan manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya..“ (H.R. Bukhari). 

Dari Abu Hurairah RA, dikatakannya bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

“Sebaik-baik shaf seorang laki-laki adalah yang paling pertama dan terjelek yang paling belakang. Adapun untuk kaum wanita yang paling baik adalah shaf yang paling belakang dan yang paling jelek adalah shaf terdepan.” (H.R. Muslim)

Bahkan dalam shalat jum'at, dikatakan bahwasanya seseorang yang berada di barisan shaf pertama maka ia akan mendapatkan keutamaan seperti ia berkurban seekor unta, orang yang berada di barisan shaf kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi, di barisan shaf ketiga seolah berkurban dengan seekor kambing, di barisan shaf keempat seolah berkurban dengan seekor ayam, dan yang mendapatkan barisan shaf kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur.

Dalam barisan shaf shalat, yang harus diperhatikan adalah terciptanya suasana kerapian dalam menyusun shaf, agar shaf betul-betul lurus, sebab Allah tidak suka melihat shaf yang bengkok. Dari Anas RA menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: 

“Luruskan shaf-shaf kalian, sebab lurusnya shaf itu pada hakikatnya merupakan bagian dari kesempurnaan shalat" (Muttafaq 'alaih). 

Dalam hadits lain dari Anas RA Rasulullah SAW juga bersabda: 

"Rapatkan shaf-shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya, dan sejajarkanlah antara leher-leher. Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, sesungguhnya saya melihat syetan masuk ke dalam celah celah shaf itu, tak ubahnya bagai anak kambing kecil." (H.R. Abu Daud)

Di dalam meluruskan shaf jamaah shalat terkandung maksud akan pentingnya memperkokohkan pendirian bahwa Islam menyeru pada tertibnya organisasi (nidzam atau jamaah) dengan prinsip yang teguh sehingga mampu menghilangkan segala bentuk kekacauan atau penyelewengan-penyelewengan. Dari sinilah tercipta suatu perasaan mementingkan nidzam secara keseluruhan di bawah kendali seorang imam (pemimpin) yang berjalan sesuai dengan aturan Islami.

Kerapian dan kerapatan shaf juga dapat melahirkan sikap kekerabatan dan persaudaraan (ukhuwah) dalam bentuk ikatan yang kokoh, serta meninggalkan bentuk-bentuk kompromi dengan setan, jin, ataupun manusia yang mencoba memecah belah diantara sesama umat Islam. Juga tidak sedikitpun memberi peluang kepada musuh-musuh Islam untuk merusak barisan umat islam. Allah SWT berfirman: 

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.." (QS, Ash-Shaff: 4).

Selain itu, tertibnya shaf juga seharusnya tidak melahirkan sikap perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, antara atasan dan bawahan, antara pejabat dan rakyatnya, dalam artian musaawah (persamaan hak) dan tawadhu' (kepatuhan) serta menghilangkan sifat egois dengan merasa lebih tinggi atau lebih besar. Sebab keutamaan seseorang hanyalah tergantung pada ketakwaannya, Allah SWT berfirman: 

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa kepada-Nya" (QS, Al-Hujurat: 3)

Bahkan, mungkin saja wajah seorang menteri yang sedang sujud dalam salat jamaah, menyentuh telapak kaki bawahannya atau rakyat jelata yang kebetulan berada di shaf di depannya tanpa harus memperhitungkan prestise atau gengsi. Disinilah terdapat pendidikan kepribadian dan khususnya bagi pembentukan sikap “tawadhu” karena Allah. 

Sudah sepatutnya bagi mushalli ketika bersimpuh di bawah kekuasaan Allah untuk menundukan kepala sebagai bentuk ketawadhu'annya, agar ia menyambut shalatnya itu seakan-akan merupakan shalat terakhir baginya di dunia ini, ibarat usia nya mungkin tidak berkesampaian menghantarkan ke shalat berikutnya. Dengan demikian ia akan berusaha untuk melakukan shalat dengan sebaik-baiknya dan sempurna-sempurnanya, sehingga kalaupun dia harus berpisah dengan dunia, maka persiapan itu merupakan kejadian yang menenteramkan hatinya. Wallahu A'lam bisshawaab

Selengkapnya