Manfaat Berolah Raga

Manfaat Berolah Raga

Manfaat Berolah Raga

Siapa pun tahu kalau berolah raga membuat tubuh menjadi sehat. Namun sering kali kita malas untuk menjalankannya. Olah raga merupakan suatu gerakan olah tubuh yang dapat memberikan efek pada tubuh secara keseluruhan. Dengan berolah raga, kita akan membantu terangsangnya otot-otot dan bagian tubuh lainnya untuk bergerak. Tidak hanya otot-otot saja yang terlatih, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh juga menjadi lancar, sehingga metabolisme tubuh menjadi optimal. Hasilnya tubuh pun akan menjadi  terasa segar dan otak sebagai pusat saraf akan bekerja lebih baik.

Mengingat pentingnya berolah raga, Pemerintah Amerika Serikat pernah menyarankan warganya untuk meluangkan waktu selama 150 menit dalam seminggu untuk berolah raga. Studi menunjukan bahwa mereka yang berolah raga selama 150 menit dalam seminggu memiliki resiko 14% lebih rendah terkena penyakit jantung koroner dibandingkan mereka yang tidak melakukannya. Sementara pada mereka yang menghabiskan waktu berolah raga selama 300 menit dalam seminggu memiliki resiko 20% lebih rendah terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan mereka yang tidak berolah raga. Berbagai studi juga telah menunjukan banyak manfaat yang lain dari berolah raga.

Olah raga, apapun bentuknya, senam, lari, renang dan sebagainya, jika dilakukan dengan teratur, juga akan meningkatkan fungsi hormon-hormon dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan infeksi dan penyakit degeneratif. Olah raga yang dilakukan secara teratur juga dapat meningkatkan hormon-hormon baik dalam tubuh seperti adrenalin, serotonin, dopanin dan endorfin. Hormon-hormon tersebut berperan besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Olah raga yang teratur dipercaya dapat membakar kolesterol jahat (LDL) dan trigliseride, meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), mencegah timbulnya penyakit diabetes type 2, osteoporosis dan kangker.

Bukan hanya itu saja, manfaat lain berolah raga juga dapat membantu kita dalam mengatasi emosi dan mengurangi kegelisahan, sehingga dapat mengurangi stres yang melanda. Sebuah penelitian juga mengatakan bahwa olah raga dapat menjadi alat potensial untuk mengatasi gejala kecemasan. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa partisipan yang rutin berolah raga memiliki indeks kecemasan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak pernah berolah raga. Olah raga juga terbukti banyak menstimulasi berbagai unsur kimiawi di otak yang memperbaiki suasana hati, mencegah depresi dan memberi perasaan lebih bahagia.

Berolah raga sangat dianjurkan bagi siapapun juga. Tua muda bahkan anak-anak hendaknya selalu dibiasakan untuk berolah raga sejak dini. Karena seiring bertambahnya usia, kemampuan fisik, daya tahan tubuh, pikiran dan emosi manusia juga akan mengalami kemunduran. Oleh karenanya, dengan berolah raga, diharapkan dapat mengurangi laju kemunduran tiga hal tersebut. Tentunya disamping berolah raga, kita juga harus mengolah ruhani atau spiritual kita, agar kita dapat menjalani hidup secara utuh dan seimbang.



Dikutip dari majalah BussinesReview, Februari 2012
Selengkapnya
Berubah dan Perubahan Zaman

Berubah dan Perubahan Zaman

Berubah dan Perubahan Zaman

Tahun telah berganti. Kini kita telah memasuki tahun 2019. Pergantian atau perubahan masa adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Begitu pula dengan perubahan kondisi lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka yang tidak mengikuti perubahan akan tertinggal, atau ditinggalkan. Mereka yang sekedar mengikuti perubahan akan tetap bertahan pada level yang sama. Tetapi mereka yang bisa mengikuti perubahan dan membuat nilai tambah di dalamnya, merekalah yang akan mengatur perubahan itu.

Pada masa lalu, sekitar tahun 90 an hingga awal tahun 2000 an, orang yang memiliki handphone atau ponsel masih sangatlah langka, hanya orang berkantong tebal yang mampu memilikinya. Bertahun-tahun kemudian orang biasa mulai memilikinya. Tapi hari ini, handphone, yang kian hari kian canggih, menjadi barang biasa bagi kebanyakan orang. Mulai dari direktur, office boy, pedagang kaki lima, hingga murid sekolah dasar bisa memilikinya dengan mudah.

Di sisi yang lain, lihatlah perkembangan pager. Di awal tahun 90 an, pager demikian bagus perkembangannya, bahkan sampai ada lagunya. Sudah menjadi semacam kewajiban bagi para eksekutif pada masa itu untuk memilikinya. Tapi hari ini sudah jarang sekali terdengar kabar beritanya. Mungkin sudah tidak ada lagi pemakainya. 

Dari dua gambaran di atas, kita bisa mengamati bagaimana sebuah produk yang tadinya luar biasa laris menjadi turun sedemikian drastisnya, bahkan sampai menghilang di pasaran, namun di sisi lain ada jenis produk yang tadinya sangat langka, kini menjadi barang yang umum dan laris di pasaran. Hanya satu kata yang bisa menjelaskan kondisi tersebut, yaitu perubahan. Setiap saat kondisi lingkungan akan berubah. Bagi mereka yang tidak mampu mengikuti perubahan tersebut, lama kelamaan akan tertinggal atau ditinggalkan. 

Pada masa mendatang, diperkirakan mungkin akan terjadi pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran, dan digantikan oleh teknologi canggih. Artinya, hanya mereka yang memiliki kemampuan dan nilai lebih tinggi sajalah yang akan dipertahankan. Dari sisi keahlian kerja, tidak cukup apabila kita hanya mengandalkan ilmu yang kita peroleh dari bangku kuliah dan kemampuan standar. Kita mesti meningkatkan kapabilitas kita di bidang pekerjaan yang kita geluti dari level standar dan ditingkatkan lagi menjadi level yang lebih baik. Pengalaman kerja, inovasi dan kreatifitas kita yang bisa memberikan hasil akan meningkatkan nilai kita di mata perusahaan dan mitra kerja kita. 

Perubahan memang tidak selalu membawa dampak baik. Namun ada beberapa perubahan (tentu yang berdampak positif) yang kita harus ikuti agar tidak tertinggal oleh perubahan zaman. Sekarang, bagaimana dengan hidup kita hari ini? Apakah kita selalu mengikuti bagaimana kondisi lingkungan berubah? Apakah kita selalu mengupdate diri kita dengan pengetahuan terbaru? Berapa banyak peningkatan kualitas yang telah kita lakukan dalam setahun terakhir, dan apakah diri kita selalu berkembang setiap saat?

Ingat, Mereka yang tidak mengikuti perubahan akan tertinggal, atau ditinggalkan. Mereka yang sekedar mengikuti perubahan akan tetap bertahan pada level yang sama. Tetapi mereka yang bisa mengikuti perubahan dan membuat nilai tambah di dalamnya, merekalah yang akan mengatur perubahan itu. 
Bismillah.. Berubah. 
Selengkapnya
Tradisi Peringatan Haul di Masyarakat

Tradisi Peringatan Haul di Masyarakat

Tradisi Peringatan Haul di Masyarakat

Sekitar sebulan yang lalu, keluarga besar saya baru saja memperingati haul simbah buyut saya. Para kerabat, saudara dan tetangga diundang untuk menghadiri acara haul yang diisi doa bersama, pembacaan yasin tahlil dan sebagainya. Pada haul kali ini memang diadakan lebih sederhana dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biasanya acara haul ini diawali dengan ziarah ke makam yang dihauli dan diakhiri dengan doa bersama dan ceramah agama oleh seorang Kyai.

Tradisi haul memang sudah biasa diperingati oleh masyarakat Jawa. Bahkan di pesantren-pesantren berbasis NU, tradisi haul ini selalu diadakan setiap tahunnya. Hal ini  juga untuk mengenang para pendahulu (biasanya para pendiri pesantren yang telah wafat) yang berjuang dalam menyiarkan islam lewat pesantren. Tradisi haul di pesantren yang pernah saya rasakan bahkan terasa lebih berkesan karena diisi berbagai macam kegiatan dan biasanya berlangsung berhari-hari. 

Pada masa kini memang diakui islam di Jawa, bahkan di Indonesia semakin beragam. Berbagai aliran Islam muncul dan berkembang baik di kota maupun di desa. Pandangan mereka tentang tradisi haul ini juga bermacam-macam. Mereka yang tidak sependapat bahkan menolak tradisi ini juga banyak. Ironisnya, sebagian dari mereka bahkan berani mencap kafir kepada saudara mereka sesama Islam yang melaksanakan tradisi haul ini.

Menurut pengertiannya, haul merupakan salah satu bentuk upacara peringatan atas wafatnya seseorang yang telah dikenal sebagai pemuka agama Islam, baik itu Wali, Ulama, atau orang Islam yang mempunyai jasa besar terhadap masyarakat. Kata haul berasal dari bahasa Arab yang artinya satu tahun atau genap setahun. Maka pada umumnya upacara haul diselenggarakan bertepatan dengan hari wafat orang yang dihauli. Istilah haul juga sering dipergunakan dalam kegiatan urusan zakat, yakni zakat suatu barang harus dikeluarkan apabila telah mencapai genap setahun atau haul.

Menanggapi kalangan Islam yang menolak tradisi haul, sebenarnya kita harus berfikir jernih. Kita harus menghindari berfikiran saklek. Sumber utama dalam menggali ajaran Islam adalah Al Qur'an dan Hadits, maka untuk menggalinya dibutuhkan peralatan dan perlengkapan tertentu yaitu pengetahuan ilmu-ilmu penting yang sudah disepakati oleh para Ulama seperti ilmu Qowa'id, Balaghah, ilmu Tafsir, ilmu Musthalah Hadits dan sebagainya. Penggalian dari Al Qur'an dan Hadits tidak boleh hanya dari penafsiran akal semata. Artinya kita tidak boleh mengartikan dan menyimpulkan hukum yang terkandung di dalamnya dengan tuntunan kemauan semata.

Kembali ke masalah peringatan haul, Al Qur'an memang tidak menyebut secara langsung istilah haul. Namun, jika kita mampu menggalinya lebih dalam dengan ilmu-ilmu di atas, sebenarnya Al Qur'an telah memberikan petunjuknya. Berdasarkan kepada mafhum (pengertian yang dapat dipaham) dari manthuq (bunyi lafadz) suatu ayat, kita bisa memahaminya. Dalam surat Adz Dzariyat ayat 55, Allah menyebutkan:

"Dan tetaplah memberi peringatan, karena peringatan itu dapat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman."

Mafhum ayat ini menjelaskan tentang perintah Allah kepada kita untuk tetap selalu memberi peringatan kepada sesamanya. Oleh karena itu semua peringatan yang membawa kebaikan adalah memang diharuskan, karena akan bermanfaat bagi diri kita dalam kerangka mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. 

Tradisi haul melalui serangkaian acara seperti ziarah kubur, pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an, shalawat Nabi, doa yasin tahlil dan lain sebagainya adalah termasuk salah satu bentuk peringatan yang baik, karena di dalamnya terdapat amalan-amalan ibadah yang membawa kebaikan dan manfaat bagi kita yang hidup di dunia ini. Terlebih, amalan-amalan ini bahkan juga telah dianjurkan oleh Islam baik lewat Al Qur'an maupun Hadits Nabi. Jadi, tradisi peringatan haul, selama tidak menyimpang dari tatanan dan aturan serta tuntunan syara' yang sudah digariskan oleh Allah dan Rasulnya, maka jelas ini adalah tradisi yang baik, dan sudah selayaknya dilestarikan. 

Demikianlah yang perlu diketahui oleh kita semua, sehingga nantinya kita tidak mudah termakan oleh paham-paham atau pendapat yang mencoba menghilangkan dan menganggap sesat tradisi ini. Tradisi ini layak dilestarikan, karena sudah jelas landasannya juga bersumber dari ajaran Islam.

Selengkapnya
Jalan Hidup Samurai

Jalan Hidup Samurai

Jalan Hidup Samurai


Kelompok samurai di bawah pimpinan Tokugawa pernah berkuasa di Jepang pada zaman Edo, yakni selama kurun waktu 660 tahun. Namun sejak terjadinya era modernisasi pada masyarakat Jepang pada 1868, kelompok samurai pimpinan Tokugawa ini pun ikut runtuh. Padahal pada masa jayanya, para kesatria samurai telah berhasil menorehkan nilai-nilai kehidupan bagi masyarakat Jepang. Mereka dipuja, dielu-elukan dan menjadi panutan berbagai kalangan.

Sejak zaman Meiji, kelompok samurai memang telah dibubarkan. Meskipun begitu, ajaran kesetiaan dan kedisiplinan yang dianut para samurai tetap melekat pada diri masyarakat Jepang. Hal ini dikarenakan mereka telah terbiasa digembleng selama ratusan tahun dengan ajaran ala samurai ini. Kini, era samurai di Jepang telah berganti dengan era kecanggihan teknologi dan budaya hidup modern. Namun bagi kebanyakan masyarakat Jepang, etika hidup para samurai yang dikenal dengan etika bushido ternyata tidak serta - merta ditinggalkan. Mereka masih memegang teguh etika bushido dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan modern. 

Para samurai meyakini, saat seseorang kehilangan disiplin dalam dirinya, maka ia juga akan kehilangan fokus dirinya. Disiplin samurai muncul berkat harga diri yang sangat besar. Jika samurai melanggar peraturan, mereka akan merasa merendahkan diri sendiri. Selain menguasai ilmu pedang, para samurai juga belajar etiket, sastra dan sejarah. Hal ini membentuk karakter mereka menjadi kesatria beradab dan santun. Nilai- nilai inilah yang masih melekat pada kebanyakan pribadi masyarakat Jepang. Tidak heran, masyarakat Jepang sangat beradab dan patuh pada aturan dan komitmen yang telah disepakati.

Bagi seorang samurai, tiada yang lebih penting dari kehormatan dan etika. Maka, tak ada ampun bagi mereka yang gagal menjalankan tugas atau berkhianat. Konsekuensi bagi mereka yang berbuat demikian, status mereka terancam menjadi ronin (samurai tanpa majikan) atau nyawanya bisa saja berakhir di pedang sendiri dengan seppuku, yakni bentuk ritual bunuh diri yang dilakukan oleh samurai dengan cara merobek perut dan mengeluarkan usus untuk memulihkan nama baik setelah kegagalan saat melaksanakan tugas dan/atau kesalahan untuk kepentingan rakyat.

Dalam memoar pemimpin besar Jepang, Toyotomi Hideyoshi-The Swordless Samurai (Kitami Masao & Tim Clark, 2010), pengabdian menjadi kunci utama Hideyoshi meraih penghargaan besar dari atasannya. Hideyoshi membuktikan bahwa pandangan sinis terhadap penghargaan, kerja keras, ketegasan dan pengabdian sebagai hal-hal sederhana dan sepele adalah kekeliruan. Menurut Hideyoshi, mereka yang memiliki aspirasi untuk memimpin mula-mula harus belajar melayani dan harus menjadi majikan bagi mereka sendiri.

Bushido secara harfiah berarti Jalan Ksatria, tepatnya tata cara perilaku samurai, baik dalam profesi maupun kehidupan sehari-harinya. Dengan kata lain, Bushido adalah kaidah prinsip moral yang harus ditaati setiap samurai. Etika samurai, Bushido, sebenarnya diadopsi dari ajaran Kong Fu Tse dan berkembang menjadi sebuah sekte di agama Budha yang juga bermakna sama 'kesetiaan'. Kesetiaan, disiplin dan pengabdian merupakan tiga nilai utama yang patut diteladani siapa saja, terutama mereka yang ingin meraih kesuksesan dengan jalan terhormat ala samurai.



dikutip dari Kick Andy Magazine, 2011.
Selengkapnya
Riwayat Hidup Joko Sangkrip (Arung Binang I)

Riwayat Hidup Joko Sangkrip (Arung Binang I)

Riwayat Hidup Joko Sangkrip (Arung Binang I)

Beberapa bulan yang lalu, majlis ta'lim Darussalam Satinem di desa saya kembali mengadakan rangkaian acara ziarah para Wali. Seperti tahun sebelumnya (baca disini), kami kembali berziarah mengunjungi makam - makam para Wali di sekitar wilayah Kebumen, Purworejo hingga Magelang. Pada kesempatan kali ini kami juga menambahkan lokasi baru yaitu makam Arung Binang. 

Makam Arung Binang berlokasi di Dusun Kebejen, Desa Kuwarisan, Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen. Kami sampai di sana sehabis waktu dhuhur. Di lokasi makam kami disambut oleh juru kunci makam yang juga sempat menjelaskan kepada kami mengenai sejarah tokoh Arung Binang. Sebenarnya makam Arung Binang adalah kompleks makam dinasti keluarga Arung Binang beserta trah keturunannya yaitu dari Arung Binang I hingga Arung Binang ke VIII. Namun disini saya hanya akan menjabarkan sejarah dari Arung Binang I. Siapakah Arung Binang?

Arung Binang I atau yang juga dikenal dengan nama Joko Sangkrip adalah salah seorang tokoh yang berhasil memindahkan keraton Kartosuro ke kota Surakarta. Dia juga berhasil ketika mengemban misi memadamkan pemberontakan yang ada di daerah Banyumas, karena jasa dan kesetiannya kepada Raja, dia akhirnya memperoleh kedudukan yang tinggi di lingkungan Keraton Surakarta. Namun pada masa tuanya ia memilih hidup di Kutowinangun Kebumen sampai saat wafatnya.

Ada beberapa versi mengenai silsilah dari Arung Binang. Versi pertama (PATRAB = Paguyuban Trah Aroeng Binang) mengatakan bahwa Arung Binang adalah putra dari Pangeran Puger yang tidak lain adalah Raja ketiga Kasunanan Kartasura (1704 - 1719) yang bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Pangeran Puger adalah putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram.

Sedang versi kedua (Babad Aroeng Binang) mengatakan bahwa Arung Binang adalah putra dari Demang Kyai Hanggayudha dari Kutowinangun. Kyai Hanggayudha sendiri merupakan keturunan dari Pangeran Bumidirjo, tokoh yang menjadi cikal bakal berdirinya kabupaten Kebumen (baca disini). Silsilahnya yaitu Kyai Hanggayudha putra dari Kyai Ragil, Kyai Ragil putra dari Kyai Bekel, dan Kyai Bekel putra dari Pangeran Bumidirjo, yang merupakan putra Panembahan Sedakrapyak putra sulung Panembahan Senopati, Raja pertama Kesultanan Mataram. 

Jika ditelusuri lebih lanjut, baik dari versi pertama maupun versi kedua sebetulnya bisa dikatakan bahwa Arung Binang kemungkinan besar masih keturunan dari Pangeran Bumidirjo meskipun dari jalur yang berbeda. Dikatakan bahwa Pangeran Bumidirjo memiliki 4 putra, yaitu Kyai Gusti, Kyai Bagus, Nyai Ageng, dan Kyai Bekel. Nyai Ageng berputra Wergonoyo, Demang di Wawar / Mirit. Demang Wergonoyo mempunyai dua anak perempuan, yang pertama menjadi istri Kyai Hanggayudha, sedangkan anak kedua diperistri Pangeran Puger.

Pada masa mudanya, Arung Binang dikenal dengan nama Joko Sangkrip. Ia diasuh oleh Kyai Hanggayudha di Kutowinangun. Joko Sangkrip mempunyai penyakit kulit yang tidak kunjung sembuh, bahkan hingga bernanah dan mengeluarkan bau amis, sampai-sampai saudara dan ayah ibunya tidak mau mendekat dan bahkan mengabaikannya. Ia kadang tidur di bawah pohon pisang, di emperan, kadang di kandang, dan kalau makan selalu di belakang sendirian. Karena tidak tahan dengan penyakit dan perlakuan yang diterimanya, Joko Sangkrip kemudian mengembara mencari kesembuhan. 

Dalam pengembaraannya ia masuk ke dalam hutan. Di sana ia mengalami beberapa peristiwa hingga konon sempat bertapa di dalam perut kerbau sampai akhirnya ia menemukan sendang yang airnya bening. Malam hari ia berendam dalam sendang, sedangkan siang harinya ia berjemur. Dia juga hanya makan dari buah - buahan dan dedaunan untuk mengisi perutnya. Setelah 40 hari, penyakit kulitnya sembuh sama sekali, tak ada satu pun belang yang tersisa.

Pengembaraan ia lanjutkan ke Bojong Sari untuk berguru pada Kyai Ahmad Yusuf yang tersohor tinggi ilmunya. Joko Sangkrip menggunakan nama Surawijaya, agar tidak dikenali. Karena sikap dan tutur katanya yang baik, ia diterima menjadi murid oleh Kyai Ahmad Yusuf. Setelah semua ilmu diturunkannya, sang Kyai meminta Surawijaya untuk pergi mengabdi ke Kutowinangun. Di perjalanan menuju Kutowinangun, ia menyimpang ke dusun Selang untuk berguru kepada Kyai Jahiman, namun ditolak karena sang kyai melihat bahwa Surawijaya atau Joko Sangkrip adalah orang yang sudah "berisi". Surawijaya kemudian tiba di Dusun Prajuritan dan bertapa ngalong di sebuah pohon Benda yang bawahnya gelap dan wingit.

Saat ia bertapa, pemilik pekarangan dimana pohon Benda itu berada, datang pada hari kesembilan dan menurunkan Surawijaya dari pohon serta merawatnya hingga pulih. Pemilik pekarangan yang bernama Nalagati kemudian mendapat petunjuk lewat mimpi bahwa orang yang ada di pohon inilah yang bisa menyembuhkan keluarganya dari penyakit lumpuh. Benar saja penyakit keluarganya bisa disembuhkan oleh Surawijaya. Surawijaya kemudian diminta tinggal dan akan dibuatkan rumah, namun ia menolaknya. Ketika pamit pergi dan hendak dibawakan bekal, ia hanya meminta karag, manis jangan, dan kajeng legi.

Melanjutkan pengembaraannya, Surawijaya sampai di Karangbolong dan masuk ke Gua Menganti untuk menyepi. Samadinya diterima dan ia mendapat pusaka berupa cemeti (Naga Geni). Keluar dari gua, Surawijaya berjalan hingga masuk ke dalam hutan Moros yang dikenal sangat angker, dan berhenti di tengah hutan yang sangat asri, tempat kerajaan para demit. Malamnya muncul wujud tinggi besar hitam bergigi putih bermuka menakutkan. Makhluk itu bernama Kumbang Ali-Ali yang merupakan nujumnya Kanjeng Ratu Kidul. Kumbang Ali-Ali berkata bahwa kelak Surawijaya akan menjadi prajurit berpangkat tinggi yang dekat dengan raja. Kumbang Ali-Ali juga mengajari Surawijaya Aji Pametik. Jika sewaktu -waktu membutuhkan pertolongannya, Surawijaya diminta menancapkan tombak, merapal Aji Pametik, dan Kumbang Ali-Ali akan datang membantu dalam wujud kera besar berbulu putih.

Kembali melanjutkan perjalanan, Surawijaya sampai di Gunung Brecong dan berhenti di sana. Pagi ia berjalan ke timur, siang ia berjalan ke barat mengikuti jalannya matahari. Selama 15 hari melakukan itu ia hanya makan karag, dan dilanjut tapa pendhem di pinggir laut. Yang terlihat hanya leher ke atas. Setelah 20 hari, karena merasa kasihan, Surawijaya dikeluarkan dari dalam pasir oleh Nayadipa dari Dusun Gunaman dan dirawat hingga badannya kuat kembali. Setelah sebulan di sana, Surawijaya melanjutkan perjalan dan sampai ke Bukit Bulupitu, istana Dyah Ayu Dewi Nawangwulan, adik Dewi Nawangningrat ratunya para lelembut Laut Selatan. 

Sampai di tengah bukit, Surawijaya menemukan sendang yang airnya bening, dan bersemedi di dekatnya. Setelah beberapa hari, lelembut penghuni bukit pun geger karena hawa yang panas. Dewi Nawangwulan tahu siapa yang membuat gara-gara. Ia pun datang menemui, dan singkat cerita ia diperistri oleh Surawijaya. Saat sang dewi membuka pintu kajiman, wujud bukit Bulupitu berubah menjadi kerajaan yang sangat besar. Sebelum meninggalkan Bulupitu dan memberi nama Soma Gedhe pada sendang tempat ia bersemedi, Surawijaya diberi pusaka Naraca Bala oleh Dewi Nawangwulan. Sesaat setelah keluar dari pintu, istana Bulupitu lenyap dan berubah menjadi bukit lagi.

Selanjutnya Babad Aroeng Binang menceritakan kembalinya Surawijaya ke Kutowinangun untuk mengembalikan kekuasaan ayahnya yang direbut oleh Prawirawigati, Demang Pakacangan. Setelah itu pengembaraan masih diteruskan dengan harapan bisa masuk ke dalam lingkungan istana Mataram.

Ada dua versi dari kisah ini. Versi pertama ia menuju Mataram dengan harapan bertemu dengan orang tuanya dan diakui sebagai bagian dari keluarga  Istana Mataram. Caranya, dengan mempercepat petugas pembawa upeti yang akan menuju ke Mataram. Usaha ini berhasil melancarkan perjalanan ke Istana Mataram. Namun sebelum diakui sebagai keluarga Istana, Surawijaya diminta memadamkan pemberontakan di Banyumas.

Versi kedua saat Surawijaya berusaha mendapat perhatian dari raja Mataram, atas saran Dewi Nawangwulan, Surawijaya meminta para demang untuk tidak lagi mengirim pajak ke keraton. Permintaan Surawijaya ternyata membuat keraton marah, utusan dari keraton pun datang untuk menangkapnya. Ketika dihadapkan pada patih dalem keraton, pada saat itu utusan dari Banyumas baru saja melaporkan keadaan genting di Banyumas karena diserang pasukan pemberontak yang dipimpin Damarwulan dan Menakkoncar, dibantu Ki Nurmungalam dan Kertabau, serta didukung pasukan dari Tegal dan Brebes.

Lolos dari hukum dipancung, Surawijaya akhirnya diperintah raja untuk menumpas pemberontakan di Banyumas agar kesalahannya diampuni. Pada hari kedua bertempur menghadapi pemberontak, saat mulai terdesak, Surawijaya turun dari kuda, menancapkan tombak (Kyai Regol), dan merapal Aji Pametik. Tiba-tiba prahara besar datang dengan bunyi yang menakutkan. Kera putih besar muncul berdiri di atas tombak dengan suara menggelegar memenuhi seluruh medan pertempuran, membuat pasukan musuh lari tunggang langgang. Damarwulan dan Menakkoncar berhasil dikalahkan Surawijaya dan dipancung kepalanya untuk dibawa ke Surakarta. Atas jasanya, Surawijaya kemudian diwisuda dengan pangkat mantri gladhag dan bergelar Kyai Hanggawangsa.

Saat menjadi mantri gladhag, Kyai Hanggawangsa diambil menantu oleh Patih Dalem. Karena kesetiaannya pada raja dan hatinya yang bersih, Kyai Hanggawangsa sering diminta membantu mengatasi persoalan ruwet terkait urusan kerajaan dan keprajuritan. Melihat jasanya yang begitu besar, Ngarsa Dalem Sang Prabu (Sunan Pakubuwono III) akhirnya mengangkatnya menjadi Bupati Nayaka dengan gelar Raden Tumenggung Aroeng Binang (tahun 1749).

Sumber lainnya tentang Arung Binang adalah Babad Kebumen yang dikeluarkan oleh Patih Yogyakarta. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa RT Aroeng Binang I bersama Pangeran Wijil dan Tumenggung Yosodipuro I berhasil memindahkan Keraton Kartosura yang hancur saat Geger Pecinan ke Surakarta. Tumenggung Aroeng Binang I juga secara diam-diam melakukan misi rahasia untuk membantu membiayai perjuangan Pangeran Mangkubumi dalam apa yang disebut sebagai "Perang Kendang". Pangeran Mangkubumi kemudian menjadi raja pertama Kasultanan Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Adapun mengenai keturunannya, dalam Lembar PATRAB disebutkan bahwa dengan Dewi Nawangwulan di Bulupitu, Aroeng Binang I (1679 - 1762) berputra Raden Bagus Klantung, Raden Bagus Cemeti, dan Raden Ayu Isbandiah. Sedang dengan istri Mas Ajeng Kuning asal Kalegen berputra R. Ayu Pangeran Blitar, R. Hanggadirjo (Kliwon, Kabupaten Sewu Surakarta), dan R. Ayu Kromo Wijoyo (Solo). Dengan istri Mas Ajeng Dewi asal Winong berputra R. Ayu Wonoyudo (Tlogo Mirit), R. Wongso Dirjo (R.T. Aroeng Binang II), dan Mas Ajeng Wongsodiwiryo (Prembun). Sedangkan dengan Mas Ajeng Ragil dari Prajuritan berputra R. Wongsodikromo, penewu Sewu Solo yang dimakamkan di cungkup Makam Aroeng Binang II.

Saat sudah sepuh, Kyai Hanggawangsa (Arung Binang I) tidak mau tinggal di Surakarta. Ia akhirnya kembali ke Kutowinangun hingga sampai wafatnya. Kedudukannya digantikan oleh Raden Tumenggung Arung Binang II. Arung Binang III memerintah di daerah Kutowinangun. Sedangkan Arung Binang IV (tahun 1883) hingga Arung Binang ke VIII secara resmi menjadi Bupati Panjer yang kemudian berubah menjadi Kabupaten Kebumen.

Sumber dari sini dan sini

Selengkapnya
Nglurug Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake..

Nglurug Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake..

Menang jawa

Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake. Bagi yang orang jawa mungkin tidak asing dengan kalimat ini. Falsafah jawa ini kurang lebih mempunyai arti bahwa menyerang atau berjuang itu tanpa perlu harus membawa massa dan bala bantuan, serta Kemenangan itu diraih tanpa harus merendahkan atau mempermalukan lawan yg kalah.

Mungkin jika dipahami ini sepele, tetapi sejatinya ini bukanlah hal yang mudah. Falsafah "Nglurug tanpo bolo" mengajarkan bahwa untuk mendatangi medan perjuangan, apapun bentuknya itu, termasuk perjuangan hidup, kita harus berani menghadapi siapa pun dan permasalahan apapun tanpa harus selalu mengharapkan bantuan dari orang lain. Memang pada hal-hal tertentu kita membutuhkan bantuan orang lain, namun hal itu bukanlah suatu kemutlakan. Dalam kondisi tertentu, kita juga sering dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita untuk yakin dengan kemampuan diri sendiri.

Untuk bisa menerapkan falsafah "nglurug tanpo bolo" ini bukan berarti kita bisa sembrono sekehendak hati ketika melangkah dan berjuang. Kita memang harus berani namun juga harus dengan perhitungan yang cermat. Selain itu, kita juga harus memiliki keyakinan dan kepercayaan diri dalam mengambil suatu tindakan. Seseorang yang seperti inilah yang dalam dirinya bersemayam mental juara, bukan yang hanya berani menggertak jika mempunyai bala bantuan yang banyak.

Makna lain dari falsafah ini yaitu bahwa medan perang yang kita hadapi sesungguhnya adalah perjuangan melawan "diri sendiri". Perang yang seperti ini berarti kita harus mampu berperang melawan "hawa nafsu" yang bersemayam dalam diri kita. Inilah perang yang mesti kita hadapi, karena musuh terbesar kita adalah nafsu kita sendiri.
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, falsafah ini juga bisa diterapkan saat kita hendak berusaha mencapai sesuatu. Adakalanya perbuatan yang hendak kita lakukan ada yang tidak menyukainya dan mengambil sikap bermusuhan dengan kita. Maka untuk me"menangkan" tujuan kita, bukan berarti kita harus menyerang frontal atau menyerang dengan massa untuk menghadapi "musuh" kita tersebut. Cara yang tepat dengan menerapkan falsafah tersebut adalah menemuinya secara langsung dengan penuh hati-hati, bijaksana, serta tidak gegabah, untuk mengubah cara pandang musuh kita tersebut.

Cara seperti ini lebih mengedepankan pendekatan kepada orang lain dari hati ke hati. Dengan pendekatan tersebut maka orang lain atau "musuh" kita akan merasa dianggap atau dihormati pendapatnya. Dengan model pendekatan seperti ini, tidak jarang orang yang semula tidak senang kepada kita justru menjadi bersimpati. Dan mereka yang semula memusuhi kita, akan cenderung berbalik mendukung kita. 

Selanjutnya yaitu "menang tanpo ngasorake". Pada umumnya, kita akan bersorak girang bila rival atau mereka yang selama ini memusuhi kita akhirnya menderita kalah tertimpa musibah. Kita kadang merasa puas dan bangga jika mampu mengolok-olok rival yang semakin tersudut, bahkan lebih bahagia lagi jika aib kompetitor kita tersebar luas menjadi bahan obrolan di setiap sudut jalan. Ibarat "sudah jatuh tertimpa tangga", begitu gambaran kita pada musuh yang berhasil kita kalahkan dalam suatu persaingan.

Namun kita sering kali lupa bahwa hal seperti itu bisa terjadi pada siapa saja, termasuk kita. Bisa saja suatu saat hal seperti itu kemudian berbalik menimpa kita dan kita harus siap jika harus menerimanya. Falsafah "menang tanpo ngasorake" mengajarkan bahwa kemenangan hendaknya diraih dengan cara bijaksana, yakni tanpa harus mempermalukan lawan yang dikalahkan. Berusahalah untuk menang dengan berjiwa besar, yakni menjadikan si kalah tetap bisa menegakkan kepalanya tanpa harus diselimuti kehinaaan.

Kemenangan tanpa harus menunjukkan kegembiraan dengan maksud merendahkan orang lain adalah kemenangan yang terhormat. Sebagai manusia, sudah seharusnya bagi kita untuk selalu bisa menjunjung harkat martabatnya sendiri dan sesamanya, menjaga kehidupan dan sadar akan kewajaran perbedaan. Dengan kedua falsafah jawa di atas, mari ambil maknanya dan terapkan sebagai pedoman hidup kita di dalam kesederhanaan bermasyarakat.


Selengkapnya
Kepingan Hidup

Kepingan Hidup

Puzzle

"Hidup itu seperti menyusun kepingan-kepingan puzzle". Kita membentuk gambar diri kita dari apa yang kita lakukan.. Kita mendapat satu keping dalam setiap peristiwa yang kita alami. Kepingan itu yang dinamakan makna. Makna itu kemudian kita susun dengan makna-makna lain yang sudah tersusun sebelumnya.

Terkadang kepingan makna itu tersusun dengan benar dan kita lanjutkan dengan menyusun keping baru dari peristiwa baru yang kita alami. Peristiwa yang terbentuk yang berkaitan dengan peristiwa sebelumnya..

Tetapi sering juga akal kita buntu pada satu titik. Kenapa semua tidak berjalan dengan baik? Kenapa semua tidak sesuai dengan yang kita harapkan? Itu pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di kepala dan membuat kita menjadi gelisah..

Ketika semua tidak berjalan dengan baik, ketika kepingan itu tidak memberikan gambaran yang kita inginkan, kita biasanya terduduk diam. Merekonstruksi kembali apa yang pernah kita lakukan yang menjadikan kita seperti sekarang.

Akhirnya kita bongkar lagi kepingan yang tersusun. Terkadang kita bongkar semua, mulai dari awal lagi. Tapi lebih banyak kita bongkar sebagian ketika kita tahu, di titik inilah kita salah menyusun kepingan..

Begitulah terus hidup kita, menyusun, membongkar, susun lagi, bongkar lagi, sampai pada akhirnya kita menemukan gambar yang tepat apa dan siapa diri kita sebenarnya...

Banyak dari kita yang sudah menentukan gambar apa yang kita inginkan nanti, baru menyusun kepingan-kepingan. Kita menggambar keinginan kita dengan penuh nafsu. Kita ingin menjadi sesuatu, meski sesuatu itu tidak sesuai dengan kadar kita sebenarnya.

Nafsu yang membuat kita salah menyusun kepingan. Sehingga pada titik tertentu, kepingan-kepingan itu ternyata sama sekali tidak membentuk gambar. Macet. Berantakan. Kita mengeluh dan terus memaksa menyusun kepingan baru dari kepingan yang berantakan itu. Yang terjadi semakin berantakan, semakin kita tenggelam, terlilit masalah besar...

Susunlah kepingan hidup kita bukan berdasarkan apa yang kita inginkan. Susunlah kepingan hidup kita karena memang kita harus menautkannya dengan kepingan yang ada.

Gambar yang ada dalam benak kita, belum tentu sesuai dengan gambar yang akan terbentuk dari kepingan yang kita susun. Harus sabar daripada semua salah dan kita harus membongkar lagi semua dari awal..

Semua rencana kita tidak lebih baik dari rencana Tuhan... Janganlah jadi manusia yang berencana, lalu berdoa minta Tuhan mengabulkanNya. Berjalanlah dulu dan minta Tuhan menjaga kita dari nafsu yang akan menyesatkan di perjalanan... Itulah sebaik-baik rencana yang kita butuhkan..

Mari kita merenungi semua kesalahan akibat kesombongan kita bahwa rencana kitalah yang terbaik. Sudah saatnya kita bongkar semua kepingan yang tersusun dari sudut pandang yang salah...



Tulisan di atas saya kutip, edit, dan ringkas seperlunya tanpa menghilangkan makna dari www.dennysiregar.com
Selengkapnya
Filosofi Akar

Filosofi Akar

Akar

Ada banyak pelajaran yang bisa kita amati dari segala hal yang ada di sekitar kita. Tuhan menciptakan manusia dan seisi jagat raya ini salah satunya agar manusia mau berpikir, memahami dan menghayati segala hal yang telah Tuhan ciptakan. Penghayatan atas hal-hal tersebut juga merupakan pembelajaran bagi manusia dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. 

Selain manusia dan hewan, tumbuhan adalah salah satu jenis ciptaan Tuhan yang berperan besar terhadap berlangsungnya kehidupan di bumi. Sebagaimana halnya sebuah bangunan, pohon atau tumbuhan dapat tumbuh subur tinggi menjulang karena memiliki pondasi kuat yang menopang di bawahnya. Pondasi tersebut adalah yang disebut akar. Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah, dengan arah tumbuh ke pusat bumi. Fungsi akar adalah untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya. 

Akar menjadi kontributor utama kehidupan baru sebuah pohon. Seiring berjalannya waktu, akar tumbuh menjadi pondasi yang kuat. Ketika tahun demi tahun berlalu, ia sudah siap menopang batang yang tinggi. Dengan kokohnya akar, pohon yang menjulang tinggi akan gagah dan kokoh berdiri di tempatnya meski diterpa badai dan angin yang bertiup dengan kencangnya. 

Ketika melihat pohon berbuah, kita sering kali dibuat terpesona oleh ranumnya buah, karena memang buah merupakan hasil yang secara langsung yang dapat kita lihat dan kita nikmati dari sebuah pohon. Selain buah, bagian lain yang dapat langsung kita lihat dari pohon adalah rindangnya dedaunan, kemudian ranting, dahan, batang dan pohon yang berdiri kokoh. Namun dari sekian bagian pohon tersebut, sering kali luput dari pengamatan kita atau kita sering kali lupa akan peran dari bagian yang juga sangat penting, yaitu akar.  

Akar merupakan struktur tanaman yang menempati posisi paling penting, strategis dan utama. Akarlah yang menjadikan sebatang pohon dapat hidup dan berdiri tegak. Namun karena seringkali ia tersembunyi di dalam tanah, maka ia tidak terlihat oleh manusia. Ia rela semua mata manusia kagum dan menyukai bagian yang lainnya, entah batang kayunya yang kuat atau buahnya yang lezat. 

Akarlah yang bersusah payah merambat ke segala arah tak kenal lelah, meski kering serta tanah tandus di musim kemarau, ia tetap mencari makanan demi tegak dan hidupnya sang pohon. Ia tidak pernah mengeluh lantaran merasa capek berpuluh-puluh meter mengais saripati tanah. Ia rela terus tersembunyi di dalam tanah asalkan bisa memberikan manfaat yang terbaik bagi yang ada di permukaan tanah. Ia memang tak mungkin berbuat semuanya sendiri, sehingga ia menerima uluran tangan matahari dan banyak berterima kasih kepada hujan yang menyiram suburkan tanah dengan curahan airnya.

Itulah prinsip hidup akar. Ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil darinya. Sebagian dari kita mungkin lebih mengutamakan ketenaran, popularitas dan kemasyhuran. Maka tidak jarang nilai kebaikan yang kita lakukan justru seringkali terjerumus riya yang bertujuan mendapat pujian dari orang lain. Akhirnya perbuatan kita pun menjadi sia-sia. Dari filosofi akar, mari kita pahami kembali bahwa setiap usaha dan perbuatan baik hendaknya selalu dilandasi dengan mengedepankan prinsip perjuangan dan pengorbanan yang tulus dan ikhlas. 

Suatu amal perbuatan yang berangkat dari pengorbanan yang tulus dan niat yang ikhlas pasti akan memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Ibarat pohon, mustahil tanpa akar yang menghujam kuat ke bumi akan menghasilkan buah yang berkualitas tinggi, karena badai dan topan akan mudah menumbangkannya sebelum proses pembuahan terjadi. 

Akar juga mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak boleh menyerah dalam bertumbuh. Dalam hidup, kita harus berani untuk menjulang tinggi dan berusaha memberi manfaat untuk orang lain. Jika kita mau melalui perjuangan yang keras dan penuh kesabaran untuk membangun pondasi yang kuat, maka kelak kita sudah memiliki dasar yang baik untuk meraih keberhasilan.

Begitulah Tuhan mencontohkan keikhlasan sejati pada manusia melalui salah satu contoh ciptaan-Nya, semoga kita dapat menjadikannya pelajaran sebagai bekal dalam mengayuh bahtera di tengah derasnya ombak samudra kehidupan. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim, 24-25)


Selengkapnya