Gedong Songo, Kompleks Candi di Lereng Gunung Ungaran

Gedong Songo, Kompleks Candi di Lereng Gunung Ungaran

Candi gedong songi
Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo adalah lokasi wisata yang cukup populer di Semarang. Keindahan panorama alam bersanding dengan gagahnya candi-candi yang berdiri di salah satu bukit di Gunung Ungaran ini. Saya pernah dua kali mengunjungi tempat ini sewaktu masih kuliah di Semarang, yaitu pada kisaran tahun 2009 dan 2012. Bahkan salah satunya (2009) saya dan beberapa teman saya sempat bermalam disana, dengan mendirikan tenda di lokasi sekitar hutan pinus. Meski sayangnya tak ada dokumentasi gambar yang saya miliki, sungguh pengalaman yang berkesan pernah berkunjung ke sana.

Candi Gedong Songo adalah kompleks bangunan peninggalan umat Hindu yang terletak di lereng Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Dilihat dari bangunannya, candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng yang berada di Wonosobo. Dinamakan candi Gedong Songo karena kompleks ini sebetulnya terdiri dari sembilan (songo) bangunan candi, meskipun sekarang yang tersisa atau terlihat hanya lima buah candi saja. Bangunan-bangunan candi ini diperkirakan dibangun pada masa Wangsa Syailendra yaitu pada sekitar abad ke- 9 (tahun 927 masehi). 

Kompleks candi Gedong Songo ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1804 (sumber lain menyebutkan 1740). Kompleks candi ini berlokasi di desa Candi kecamatan Bandungan kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Untuk menuju lokasi candi Gedong Songo, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor atau mobil dari arah Ungaran, Bandungan atau Ambarawa. Jika kita berkendara naik motor atau mobil, kita musti berhati-hati dan waspada, karena jalanan menuju tempat ini menanjak naik hingga kemiringan yang sangat tajam (rata-rata mencapai 40 derajat). Namun begitu sampai di lokasi, keindahan candi dan panorama alamnya siap menyapa kita. 

Berada di ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut, suhu udara di tempat ini cukup dingin berkisar antara 19-27 derajat celcius. Meskipun begitu, lokasi Candi Gedong Songo ini memiliki pemandangan alam yang indah dengan kabut tipis sesekali turun dari gunung. Jika kita berkeliling naik untuk mengunjungi setiap candi, kita juga tidak akan merasakan lelah selama perjalanan, karena kita akan disuguhkan dengan pemandangan alam lereng gunung Ungaran yang indah serta udara yang sejuk dan menyegarkan.

Candi gedong songo
sumber

Menurut versi lain, Kompleks Candi Gedong Songo ini dibangun oleh Putera Sanjaya, Raja Mataram Kuno, pada sekitar abad 7 masehi. Dilihat dari bentuk arsitekturnya, bangunan candi ini merupakan candi Hindu yang dibangun untuk tujuan pemujaan. Hal ini juga ditunjukkan dengan ditemukannya berbagai macam arca para Dewa seperti Syiwa Mahaguru, Syiwa Mahadewa, Syiwa Mahakala, Durgamahesasuramardhani, Maharsi Agastya, Ganesha, serta Lingga Yoni yang merupakan ciri khas candi Hindu di Indonesia.

Kompleks candi Gedong Songo pernah mengalami pemugaran, yaitu pada masa era kolonial dan setelah Indonesia merdeka. Namun pemugaran dilakukan dengan tetap mempertahankan bentuk keaslian bangunan candi. Salah satu keunikan candi-candi di Gedong Songo ini yaitu ketinggian candi antara candi pertama dengan candi yang kelima atau yang teratas konon terpaut tepat 100 meter. Posisi candi dibangun berderet dari bawah hingga ke atas perbukitan, mengelilingi mata air panas yang berasal dari kawah Gunung Ungaran. Menurut legenda dan kepercayaan masyarakat lokal, Candi Gedong Songo dibangun dengan tujuan mengunci Sang Rahwana yang dikalahkan Hanoman dengan cara dihimpit dengan Gunung Ungaran.

Selain bangunan candi, di kompleks ini kita juga bisa menikmati indahnya pemandangan hamparan hutan pinus yang hijau dan tertata rapi. Bagi yang ingin merasakan sensasi lain, di sini juga tersedia jasa penyewaan kuda yang siap mengantarkan kita untuk mengitari lokasi ini dari candi pertama sampai yang terakhir. Selain objek wisata candi, di sekitar lokasi wisata ini juga dilengkapi dengan area perkemahan dan pemandian air panas yang berasal dari mata air gunung Ungaran yang mengandung belerang dan dipercaya dapat mengobati penyakit kulit.

Fasilitas yang ada di kompleks wisata ini juga tergolong lengkap, dari area parkir, tempat ibadah, toilet, dan rumah makan semua tersedia. Bahkan mungkin jika dibandingkan dengan kondisi semenjak terakhir kali saya berkunjung ke sana, pastinya kondisi sekarang sudah banyak perubahan dan fasilitasnya juga lebih lengkap dan memadai. Demikianlah sedikit informasi yang bisa saya bagikan bagi pembaca sekalian yang ingin berkunjung kesana. Semoga bermanfaat.
Selengkapnya
Sisi Lain Kekuasaan

Sisi Lain Kekuasaan

Raja dalam catur

Bagi yang pernah belajar ilmu politik, mungkin pernah mendengar ungkapan yang mengatakan "Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely" yang artinya kurang lebih ''kekuasaan cenderung untuk melakukan tindakan korupsi dan kekuasaan yang begitu besar, maka dipastikan kecenderungan akan tindakan korupsi juga lebih besar. Ungkapan yang hingga kini banyak dikutip orang ini berasal dari seorang ilmuwan di bidang politik yang bernama Lord Acton (1834-1902).

Kita sering memaknai suatu ungkapan ataupun dalil, tanpa melihat konteks munculnya ungkapan atau dalil tersebut. Menurut sejarah, John Emerich Edward Dalberg Acton, atau lebih dikenal dengan nama Lord Acton hidup pada masa ketika Inggris dipimpin oleh Perdana Menteri William Ewart Gladstone (1809-1898). Gladstone adalah perdana menteri yang dikenal menentang reformasi pemilihan demokratik. Selain itu, ia juga menentang penghapusan perbudakan, karena ternyata perkebunan yang ia miliki banyak mempekerjakan para budak di dalamnya.

Pada tahun 1887, Mandell Creighton (1843-1901), sejarawan dan uskup London, menerbitkan sebuah buku berjudul A History of the Papacy. Dalam bukunya disebutkan tentang ''papal infallibility'' atau keadaan tidak dapat berbuat kesalahan atau kekeliruan dari seorang Paus. Acton yang tidak sependapat dengan pernyataan ini kemudian mengirimkan surat pribadinya kepada Creighton. Dalam sebagian isi suratnya, ia menuliskan  ''Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely''.

Jika kita melihat kondisi dimana Acton hidup, kita mestinya memahami mengapa Acton sampai mengeluarkan pernyataan tersebut. Pernyataan tersebut muncul sebagai ekspresi kekecewaan Acton pada situasi masa itu, dimana kekuasaan banyak disalah gunakan untuk kepentingan tertentu. Dengan mengetahui konteks munculnya ungkapan ini, kita menjadi tahu bahwa ketika kita hendak mengutip pernyataan Acton tersebut, kita juga musti melihat konteks yang terjadi disekeliling kita. Artinya, dogma tersebut membutuhkan berbagai syarat untuk bisa dijalankan.

Terlepas dari pernyataan Lord Acton tersebut, kekuasaan memang ibarat pisau bermata dua. Dalam sejarah, kita mengenal pemimpin-pemimpin besar yang dengan keadilan dan kebijaksanaannya mampu dan sukses dalam mensejahterakan rakyatnya. Tetapi kita juga mengenal dan mendengar penguasa-penguasa yang mengaku dirinya paling hebat, setengah dewa, minta dipuja-puja, bahkan minta dikultuskan, namun pada akhirnya hancur, jatuh tersungkur dari singgasananya akibat kekuasaan yang mereka salah gunakan.

Kekuasaan memang mempesona sekaligus menakutkan. Mempesona karena ia seringkali diperebutkan oleh mereka-mereka yang merasa berhak menduduki singgasananya. Namun menjadi menakutkan ketika kekuasaan sudah ada dalam genggaman, karena segala macam cara digunakan untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan politiknya. Hans Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace menuliskan: Motif tindakan politik adalah tiga hal dasar, yaitu mempertahankan kekuasaan, menambah atau memperluas kekuasaan dan memperlihatkan kekuasaan.

Meskipun demikian, ibarat air bagi kehidupan, keberadaan penguasa bagi manusia adalah hal yang mutlak. Tanpa penguasa, manusia tidak akan memperoleh kemaslahatan hidup. Tidak ada keadilan yang dapat berdiri tegak dengan sendirinya dan tidak ada hak yang dapat memenangkan dirinya sendiri (الحق بلانظام يغلبه الباطل بنظام). Manusia tanpa penguasa akan menjadi anarkis, sedangkan ketika masyarakat anarkis, kemaslahatan tidak akan pernah tercipta.

Kekuasaan adalah amanat dari rakyat yang musti dijalankan dengan sebaik-baiknya. Seorang penguasa atau pemimpin yang baik tidak akan berlaku sombong, apalagi bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Ia juga tidak cenderung terhadap kepentingan keluarga dekatnya atau orang-orang disekelilingnya, melainkan lebih cenderung dan bersikap objektif terhadap kebutuhan semua rakyatnya. Ia selalu menjadikan kesejahteraan rakyatnya sebagai prioritas utamanya. Jelasnya, fungsi penguasa yang sesungguhnya adalah pelindung bagi seluruh rakyatnya.

Oleh karenanya wajar jika Allah menjanjikan posisi yang mulia dan kedudukan yang terhormat bagi penguasa, apabila ia berlaku adil dan bijaksana dalam menjalankan kekuasaannya. Bahkan Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwa penguasa yang demikian akan mendapatkan naungan dari Allah pada saat hari kiamat kelak. Hendaklah mereka yang hendak menjadi penguasa meneladani apa yang telah dicontohkan oleh tokoh-tokoh pemimpin umat ini yang telah diakui keberhasilannya dalam menjalankan kekuasaannya.

Kita mendapati tokoh-tokoh penguasa ini juga tidak egois ketika mereka justru menawarkan dirinya kepada rakyatnya untuk diawasi secara kritis dalam setiap tindakan dan pelaksanaan tugasnya, selama pengawasan secara kritis tersebut dilakukan dalam rangka untuk kemaslahatan hidup bersama. Mereka juga meminta agar rakyatnya meluruskannya apabila melakukan kesalahan. Abu Bakar Ash-Siddiq RA ketika menerima baiat pengangkatannya sebagai khalifah pengganti Rasulullah SAW, beliau mengatakan, ''... Jika aku berbuat baik, dukung dan bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku...''



Disarikan dari berbagai sumber.
Selengkapnya
Nasehat Seorang Anak Kecil kepada Umar bin Abdul Aziz

Nasehat Seorang Anak Kecil kepada Umar bin Abdul Aziz

Gambar anak kecil

Kita mengenal Umar bin Abdul Aziz sebagai sosok seorang pemimpin umat Islam yang terkenal adil dan bijaksana. Kisah berikut ini berkenaan dengan beliau yang mendapatkan nasihat dari seorang anak kecil yang dianugerahi kecerdasan, serta kejernihan akal dan hati. Semoga kita bisa memahami dan mengambil hikmah serta intisari dari kisah berikut ini.

Ketika Umar bin Abdul Aziz naik tahta kekhalifahan Bani Umayyah, sejumlah rombongan datang dari berbagai negeri untuk mengemukakan kebutuhan mereka dan juga untuk menyampaikan ucapan selamat. Orang-orang dari tanah Hijaz juga berkunjung secara berombongan. Seorang anak dari Bani Hasyim kemudian tampil sebagai juru bicara. Melihat hal itu, maka Umar bin Abdul Aziz berkata: ''Hendaklah orang yang maju lebih tua daripada engkau!''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, sesungguhnya besar-kecilnya seseorang bergantung pada hati dan ucapannya. Jika Allah telah mengaruniai seorang hamba dengan lidah yang cakap berbicara dan hati yang dapat menjaga, ia berhak untuk berbicara. Yang mengetahui keutamaannya adalah orang yang mendengarkan pembicaraannya.''

''Hai Amir al-Mukminin, jika segala urusan ditentukan oleh umur, niscaya di antara umat ini ada orang yang lebih berhak daripada Anda dalam menduduki jabatan Anda ini.''

Umar berkata: ''Engkau benar, katakan apa yang ingin kau katakan!''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, kami adalah rombongan yang datang untuk mengucapkan selamat, bukan rombongan untuk mengadukan penderitaan. Kami mendatangi Anda karena anugerah yang Allah berikan kepada kami karena Anda.''

''Kami tidak datang karena senang atau takut. Apabila kami datang karena senang, sesungguhnya kami (rakyatmu) telah datang dari berbagai negeri. Apabila kami datang karena takut, sungguh kami telah merasa aman dari kezaliman Anda berkat keadilan Anda.''

Umar kemudian berkata: ''Nasihatilah aku, hai ghulam (anak kecil).''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, sesungguhnya sebagian manusia telah terpedaya oleh kesantunan Allah (mungkin ujian dalam bentuk nikmat), panjangnya angan-angan, dan banyaknya sanjungan. Semua itu dapat menggelincirkan banyak orang hingga mereka masuk neraka.''

''Maka janganlah sekali-kali Anda terpedaya oleh kesantunan Allah kepada Anda, panjangnya angan-angan dan banyaknya sanjungan kepada Anda. Hal tersebut dapat menggelincirkan Anda. Apabila tidak terpedaya, Anda tidak akan tergelincir dan akan termasuk kelompok orang sholeh dari umat ini.''

Anak tersebut lalu diam. Umar kemudian berkata: ''Berapa umur anak ini?''. Seseorang kemudian menjawab bahwa umurnya sebelas tahun. Umar lalu bertanya tentang siapa anak ini. Ternyata dia adalah salah seorang putra Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, atau cicit Rasulullah SAW. Umar pun menyanjungnya dan kemudian berdoa untuknya. Setelah itu, Umar kemudian bersyair:

                               # تعلم فليس المرء يولد عالما

             # وليس أخو علم كمن هو جاهل 

                               # فإن كبير القوم لاعلم عنده 

            # صغير إذا التفت عليه المحافل 

Belajarlah, karena sesungguhnya tidak ada seseorang yang dilahirkan telah berilmu #
Dan tidaklah orang yang berilmu itu seperti orang yang bodoh #
Sesungguhnya orang tertua pada suatu kaum apabila ia tidak berilmu #
dan selalu diliputi dengan berbagai hiburan, maka ia adalah anak kecil. #



Kisah dinukil dari Al-Islam bainal 'Ulama wal Hukkaam.
Selengkapnya
Pendakian Gunung Sindoro via Kledung

Pendakian Gunung Sindoro via Kledung

Gunung Sindoro

Setelah sempat tertunda selama berbulan-bulan untuk menulis kisah ini, akhirnya pada kesempatan kali ini kisah pendakian di gunung Sindoro bisa saya tuliskan di blog ini. Tentunya ada beberapa memori yang terlupakan saat saya menuliskan kisah ini. Harapannya, tulisan perjalanan ini (termasuk tulisan-tulisan perjalanan kami yang lain) saya buat agar bisa menjadi suatu kenangan bagi saya dan teman-teman saya, yang semoga tetap bisa dibaca sampai masa yang akan datang nanti. Sedangkan bagi pembaca, semoga tulisan-tulisan saya ini dapat sedikit memberikan informasi mengenai tempat-tempat yang kami kunjungi.

Dua hari sebelum puasa Ramadhan 1437 H atau bertepatan 5 Juni 2016 yang lalu, saya dan beberapa teman berpetualang kembali mengukir cerita dengan mengunjungi salah satu gunung yang masih berlokasi di Jawa Tengah, yakni Gunung Sindoro. Gunung Sindoro atau ada pula yang menyebutnya Sindara berlokasi di antara Kabupaten Temanggung dan Wonosobo. Gunung dengan ketinggian 3.136 mdpl ini merupakan gunung volcano aktif berbentuk kerucut dengan tipe Strato. Selain memiliki kawah aktif pada puncaknya, gunung ini juga memiliki ladang edelweis di bawah puncaknya. Gunung Sindoro berdiri tegak berdampingan dengan kembarannya yaitu Gunung Sumbing. Keduanya berdiri kokoh di batas Temanggung sebelah barat dan sebelah timur kota Wonosobo.

Sabtu 5 juni 2016, saya berangkat dari Kebumen pukul 11 siang dengan mengendarai sepeda motor. Sekitar pukul setengah 3 sore, saya sampai di Pringsurat, Temanggung. Sembari menunggu teman-teman dari Semarang yang sedang mempersiapkan diri, saya beristirahat sejenak di sebuah masjid di pinggir jalan. Menjelang ashar, perjalanan saya lanjutkan kembali menuju masjid alun-alun kota Temanggung, karena kami sepakat untuk bertemu di sana. Sekitar pukul 5 sore, akhirnya saya bertemu dengan teman-teman dari Semarang.

Dari kota Temanggung perjalanan kami lanjutkan bersama menuju lokasi basecamp pendakian gunung Sindoro di desa Kledung, Kabupaten Temanggung. Sebetulnya untuk mendaki gunung Sindoro ada beberapa basecamp lain yang bisa dilalui, tetapi kami lebih memilih Jalur pendakian via Kledung yang umum digunakan. Pukul 6 petang akhirnya sampailah kami di Basecamp yang terletak di desa Kledung. 

Basecamp yang terletak di seberang jalan raya atau tepatnya di jalan masuk desa Kledung ini memiliki aula luas yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat sebelum atau sesudah pendakian. Di sini juga disediakan area untuk parkir di dalam dan di depan aula yang lumayan luas. Setelah membayar registrasi dan memarkirkan motor masing-masing, kami bergegas menuju masjid di sekitar lokasi untuk shalat maghrib terlebih dahulu. Sembari menunggu waktu isya, perbekalan kami cek kembali untuk melengkapi yang hendak dibawa selama pendakian. Setelah shalat isya, kami sempatkan mencari warung makan untuk mengisi tenaga sebelum memulai pendakian.

Makan malam sebelum pendakian

Pukul setengah 8 malam pendakian pun kami mulai. Pada pendakian kali ini, jumlah personel kami lumayan lebih banyak dari pada biasanya, yaitu 11 orang. Saya berangkat dari Kebumen, Kang Alim, Kang Mukhlis dan dua temannya dari Purwodadi, Kang Fakhri dari Rembang, sedangkan sisanya teman-teman yang masih berjuang di Semarang yaitu Kang Reza (Kudus), Kang Deni (Pati), Kang Ulil (Pati), Kang Akhis (Tegal) dan Kang Arwani. 

Sebelum berjalan memasuki kawasan jalur pendakian, kami terlebih dahulu melalui jalan desa melewati sebagian rumah penduduk. Setelah keluar dari permukiman, perjalanan dilanjutkan menuju pos 1 dengan melewati jalanan batu yang tersusun rapi dengan lahan pertanian disampingnya. Jalanan rata berbatu ini cukup panjang, sehingga sebagian pendaki ada juga yang biasanya menggunakan jasa tukang ojek motor yang tersedia untuk menuju pos 1. Satu setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos 1. 

Setelah beristirahat sebentar, perjalanan kami lanjutkan menuju pos 2. Meskipun mulai masuk kawasan hutan, trek menuju pos 2 masih belum terlalu sulit. Jalanan setapak berupa tanah sedikit berbatu mulai terasa menanjak, namun juga banyak diselingi turunan dan jalanan landai, sehingga belum begitu banyak menguras tenaga. Hanya saja karena kami berjalan di gelapnya malam, dengan berbekal lampu senter, kami harus tetap waspada dan tetap fokus pada jalan. Rimbunnya hutan yang menjadikan terasa sunyi, kami isi dengan obrolan-obrolan kecil agar suasana tetap kondusif. Sekitar satu setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos 2. Kami sempatkan istirahat sejenak di pos ini.

Dari pos 2, perjalanan kami lanjutkan kembali untuk menuju pos 3. Jalur menuju pos 3 melewati jalanan setapak yang mulai didominasi dengan batu-batuan besar. Jalur pendakian juga semakin terjal dan banyak dijumpai tanjakan. Trek ini juga melintasi jalur terbuka dan kadang dijumpai tanjakan curam, sehingga kami harus berhati-hati saat melewatinya. Medan yang berat dan jarak yang lumayan jauh membuat kami cukup sering beristirahat, sehingga membuat rombongan mulai terpisah-pisah agak jauh. Bila sudah demikian, maka sebisa mungkin rombongan harus kembali dikondisikan agar merapat kembali. Setelah lelah berjalan selama kurang lebih dua jam, pukul setengah 1 dini hari akhirnya kami sampai di pos 3.

Pos 3 merupakan kawasan terbuka berupa dataran luas yang berada di ketinggian 2500 mdpl. Lokasi ini biasa dijadikan sebagai tempat camp para pendaki sebelum naik ke puncak. Sewaktu kami sampai di pos 3 ini, sudah banyak pendaki lain yang telah mendirikan tenda di tempat ini. Di tempat ini juga ada seorang bapak yang agaknya bertugas sukarela menjaga tenda-tenda yang ditinggal naik ke puncak. Warung berbentuk gubuk kecil yang menyediakan kebutuhan seperti air mineral dan rokok juga ada di tempat ini. Setelah menemukan tempat untuk mendirikan tenda, kami segera memasang tenda kami untuk beristirahat. Kebetulan kami membawa tiga tenda sehingga kami bersebelas dapat memilih tenda masing-masing tanpa berdesak-desakan. Setelah tenda terpasang, kami menyiapkan makan malam dan selanjutnya tidur istirahat.

Indahnya sunrise dari pos 3

Pagi hari sehabis shubuh, sunrise mentari tampak begitu indah, namun sebagian dari kami melewatkannya begitu saja. Setelah semua bangun, kami segera memasak mie instan untuk sarapan pagi kami. Pagi itu pemandangan tampak begitu indah. Dari atas pos 3 ini kami bisa melihat indahnya panorama alam dari ketinggian. Gagahnya gunung Sumbing juga tampak begitu jelas terpampang di depan kami. Kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk mengambil gambar sebanyak-banyaknya, sampai-sampai kami hampir lupa jika hari mulai beranjak siang.

Tampak gunung Sumbing gagah menjulang

Pukul setengah 8 pagi, akhirnya pendakian kami lanjutkan untuk menuju pos berikutnya. Tiga teman kami (Deni, Arwani dan seorang teman Kang Mukhlis) memutuskan tidak ikut ke puncak karena suatu alasan, sehingga mereka ditugasi menunggu tenda. Tidak begitu jauh berjalan dari pos 3, kami menjumpai beberapa tenda pendaki yang didirikan di sebuah lokasi datar di atas pos 3. Trek pendakian menuju pos 4 semakin menguras tenaga. Jalanan terbuka yang semakin curam dengan batu-batuan terjal berbahaya membuatnya sulit dilalui. Meskipun medan sangat berat, kadang juga kami temui kawasan agak rindang yang banyak ditumbuhi pohon lamtoro dan tanaman perdu. Sekitar dua jam berjalan akhirnya kami sampai di pos 4. Pos ini tidak begitu jelas karena tidak adanya bangunan atau tempat istirahat yang memadai, sehingga akhirnya kami teruskan untuk langsung menuju puncak.

Pemandangan menuju pos 4

Dari pos 4, jalur menuju puncak masih tetap berupa trek menanjak terjal dan berbatu. Teriknya matahari juga begitu terasa sehingga kami didera kelelahan dan kehausan. Kami ternyata sebelumya salah perhitungan. Perjalanan dari pos 3 yang kami perkirakan tidak terlalu lama ternyata jauh dan memakan waktu yang panjang. Oleh karenanya persediaan makanan dan minuman yang terbatas habis sebelum mencapai puncak. Saya bahkan hampir menyerah dalam perjalanan menuju puncak ini. Namun teman saya Reza terus menyemangati saya agar tidak menyerah, karena puncak juga sudah semakin dekat. Kejadian ini unik, karena sewaktu di Merbabu, kejadian yang sama menimpa kami berdua, saat itu Reza yang hampir menyerah dan saya menyemangatinya. Mendekati puncak Sindoro, kami menjumpai padang edelweis yang tumbuh di kawasan ini. Sebelum sampai di puncak, kami juga menjumpai tanah dan tanaman tampak kering berwarna putih seperti habis tertutup abu.

Indahnya pemandangan dari pos 4

Setelah melewati beratnya medan dengan tekad yang kuat dan penuh semangat, akhirnya pukul setengah 12 siang, saya dan Reza sampai di puncak gunung Sindoro. Saya dan Reza adalah yang paling terakhir sampai puncak dari rombongan kami, sementara 6 dari rombongan kami yang lain sudah terlebih dahulu sampai. Di atas puncak, tercium bau belerang yang sangat menyengat dari kawah yang mengepulkan asap. Begitu indah pemandangan dari atas puncak. Lautan awan terhampar di bawah kami. Kami dibuat takjub dengan ciptaan Tuhan yang begitu indah ini. Di puncak kami sempatkan mengambil beberapa gambar sebagai kenangan. Karena hari sudah siang dan bau belerang kian menyengat dan membahayakan, kami tidak bisa berlama-lama di puncak. Pukul 12 akhirnya kami turun.

Kawah gunung Sindoro

Saat turun menuju tenda kami di pos 3, saya, Reza dan Ulil yang terpisah dari rombongan kami yang lain, mendapat pemberian makanan dan minuman dari dua pendaki rombongan lain yang juga sedang turun. Inilah persaudaraan di antara sesama pendaki. Meskipun tidak saling kenal, tidak menghalangi untuk saling membantu pendaki lain yang kesusahan. Terima kasih sebesar-besarnya untuk mereka berdua. Setelah sampai di pos 3, kami istirahat sejenak sebelum akhirnya bergegas membongkar tenda dan berkemas untuk turun gunung. Pukul setengah 7 malam, akhirnya kami sampai kembali di basecamp Kledung. Setelah rombongan kami turun semua, minggu 6 juni atau malam 1 Ramadhan 1437 H pukul setengah 8 malam akhirnya kami pulang transit ke Semarang.

Berfoto bersama di puncak

Summit Sindoro

Panorama sumbing

Summit menuju puncak

Personil kamar Seven

Selengkapnya