Riwayat Hidup Ki Bagus Bodronolo, Bupati Pertama Kebumen

Makam Ki Bodronolo
Makam Ki Bodronolo

Bagi pemerhati sejarah Kebumen, tentu tidak asing dengan nama Ki Bodronolo (Badranala). Beliau adalah bupati pertama Panjer  (Kebumen). Peristiwa penting berkaitan dengan beliau adalah saat beliau berhasil mengemban tugas dari Sultan Agung untuk menyokong pasokan pangan bagi pasukan Mataram pimpinan Sultan Agung saat menyerang VOC di Batavia. Oleh karena jasanya itulah beliau akhirnya diangkat sebagai penguasa (bupati) Panjer yang pertama. Atas dasar peristiwa yang diyakini terjadi pada 21 Agustus 1629 ini pulalah, pemerintah Kebumen akhirnya menjadikannya sebagai patokan hari jadi Kebumen yang baru sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 3 Tahun 2018 tentang Hari Jadi Kabupaten Kebumen. 

Ki Bagus Bodronolo adalah putra dari Ki Maduseno (Madusena), yang merupakan cucu dari Penembahan Senopati, pendiri kesultanan Mataram Islam. Jika dijabarkan, silsilah Ki Bodronolo mempunyai dua jalur, yaitu:

Pertama, jalur Mataram, silsilahnya adalah: Ki Bodronolo putra dari Ki Maduseno putra dari Kanjeng Putri Pembayun, putri dari Panembahan Senopati, putra dari Ki Ageng Pemanahan, putra dari Ki Ageng Nis, putra dari Ki Ageng Sela, putra dari Ki Ageng Getas Pandawa, putra dari Bondan Gejawan (Ki Ageng Tarub III), putra dari Lembu Peteng, putra dari Brawijaya V (Raja Terakhir Majapahit).

Kedua, jalur Kemangiran, silsilahnya adalah: Ki Bodronolo putra dari Ki Madusena, putra dari Ki Ageng Mangir Wanabaya IV, putra dari Ki Ageng mangir III, putra dari Ki Ageng Mangir II (Jaka Wanabaya), putra dari Prabu Anom Bondan Surati/ Panembahan Brawijaya, putra dari Prabu Brawijaya V.

Meski keturunan keraton Mataram, Ki Bodronolo tidak lahir dan dibesarkan di lingkungan istana. Menurut sejarahnya, pada tahun 1584, Ki Ageng Mangir (Ki Wanabaya/ kakek Ki Bodronolo) menikah dengan Putri Pembayun (putri Panembahan Senopati di Mataram). Darinya, Putri Pembayun melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Maduseno (ayah Ki Bodronolo). Meski lahir di keraton Mataram, Maduseno disembunyikan dan dibesarkan di kademangan Karanglo, Panjer Gunung (kini masuk daerah Karanggayam, Kebumen). Pada tahun 1605, Ki Maduseno menikah dengan Dewi Majaji dan berputra Ki Bagus Bodronolo (Badranala). 

Saat berusia 12 tahun, Bagus Bodronolo mengembara dan kemudian bertemu dengan Ki Ageng Geseng. Ia pun kemudian berguru kepada Ki Ageng Geseng di Gunung Geyong. Pada tahun 1622, Ki Bodronolo menikah dengan Endang Patrasari, putri dari Ki Nayapatra/ Singapatra/ Patramenggala (pembuka desa Trukahan/ Kebumen) dan dikaruniai anak pertama yang diberi nama Raden Bagus Kertasuta.
Pada tahun 1623, wilayah Panjer kedatangan utusan dari Mataram yang bernama Ki Soewarno. Pada saat itu, wilayah Panjer merupakan 'tanah Putihan', yaitu tanah yang bebas pajak/ belum menjadi wilayah Mataram. Ki Suwarno datang ke wilayah Panjer untuk mencari tempat yang akan dijadikan sebagai lumbung padi dan pangan Mataram dalam rangka penyerbuan terhadap VOC di Batavia. Ki Bodronolo kemudian ditugaskan oleh Sultan Agung untuk membantu Ki Soewarno dengan cara membeli bahan pangan dari penduduk setempat (Panjer).

Pada tahun 1624, Ki Bodronolo dianugerahi putra kedua bernama Hastrosuto (Raden Bagus Hastrasuta). Pada saat itu, bahan pangan mulai terkumpul dan lumbung padi Mataram di Panjer menjadi lumbung terbesar (pada masa kolonial lumbung dan kadipaten Panjer kemudian diubah Belanda menjadi pabrik Mexolie/ Sarinabati Panjer Kebumen). Pasukan Mataram pun berdatangan ke Panjer dalam rangka penyerbuan VOC ke Batavia. Kotaraja Panjer yang tadinya hanya menjadi lumbung padi Mataram kemudian menjadi basis militer Mataram. Bahkan Sultan Agung Hanyakrakusuma pun seringkali berada di Panjer.

Pada tahun 1627 - 1629, Ki Bodronolo ikut menjadi pengawal bahan pangan Mataram yang dikirim ke Batavia. Di Batavia, beliau juga ikut berperang di daerah Rawa Bangke (Jakata Timur). Atas jasanya, Ki Bodronolo kemudian diangkat menjadi senopati perang pada pertempuran melawan VOC di sayap Hutan Kayu (Jakarta Timur). Saat di Batavia, Beliau dan pasukannya juga berhasil menggempur benteng Solitude/ benteng pendem, yang kini menjadi masjid Istiqlal (Jakarta Pusat). Dalam peperangan itu, pihak VOC mengalami kekalahan besar. Banyaknya korban dalam peperangan tersebut menimbulkan wabah penyakit muntaber yang juga menyerang para prajurit Mataram. Pada akhirnya, pasukan Mataram kembali lagi menuju Panjer untuk menyusun kekuatan. 

Pada tahun 1642 Panjer resmi dijadikan Kabupaten. Sedangkan Ki Bodronolo, atas jasa-jasanya dalam menyokong pangan saat penyerbuan VOC di Batavia, akhirnya diangkat menjadi Bupati pertama kabupaten Panjer yang berkedudukan di Panjer Roma. Sementara Ki Soewarno menjadi Bupati yang berkedudukan di Panjer Gunung. Dengan diangkatnya Ki Bodronolo sebagai Bupati Panjer Roma, maka saat itulah wilayah Panjer secara resmi menjadi daerah di bawah kerajaan Mataram.

Pada tahun 1643 pasukan VOC mencoba mendarat di Urut Sewu (pantai Petanahan) untuk menghancukan lumbung padi dan pangan terbesar Mataram di Panjer/ Panjer Roma. Aksi ini berhasil digagalkan oleh pasukan Panjer yang dipimpin langsung oleh Ki Bodronolo dan Ki Singapatra (Nayapatra alias Patramenggala, mertua dari Ki Bodronolo). Tentara VOC pun lari kembali menuju ke kapal dan meninggalkan pantai Petanahan. Atas keberhasilannya tersebut, Ki Bodronolo diberi sebutan gelar Ki Gedhe Panjer Roma I oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Pada akhirnya, sejarah nasional mencatat bahwa kekalahan Sultan Agung Hanyakrakusuma disebabkan oleh dibakarnya lumbung – lumbung padi Mataram oleh Belanda, dimana lumbung terbesar pada saat itu adalah lumbung yang berada di Panjer (lokasi tersebut berada di dalam kompleks daerah yang kini menjadi Pabrik Mexolie/ Minyak Kelapa Sarinabati). Peristiwa ini terjadi pada saat penyerangan Mataram yang ke tiga dan sekaligus menjadi peperangan terakhir Sultan Agung Hanyakrakusuma. Beliau wafat pada awal tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri.

Setelah lanjut usia, pada tahun 1658, Ki Bodronolo (Ki Gedhe Panjer Roma I) menyerahkan pemerintahan kepada putranya yang bernama Ki Hastrosuto dengan gelar Ki Gedhe Panjer Roma II. Ki Bodronolo kemudian hidup mandhita (menekuni dunia spitirual) bersama istrinya di gunung Kenap Karangkembang hingga sampai akhir hayatnya. Makam/ Pesarean Ki Bodronolo berada di atas perbukitan yang dikenal dengan nama gunung Kenap, desa Karangkembang, kecamatan Alian, kabupaten Kebumen. 

Demikianlah riwayat hidup Ki Bagus Bodronolo, bupati pertama Panjer (Kebumen), kelak saat pemerintahan berada pada putranya (Ki Hastrosuto/ Ki Gedhe panjer Roma II), datanglah Pangeran Bumidirjo ke wilayah Panjer. Kedatangan Pangeran Bumidirjo diterima dengan baik dan kemudian diberi tanah yang letaknya di Utara kelokan sungai Luk Ulo. Tanah itu kemudian dijadikan pondok/ padepokan yang sangat terkenal. Karena Pangeran Bumidirjo saat itu menyamarkan namanya menjadi Kyai Bumi atau Ki Bumi, maka tanah padepokan tersebut kemudian dikenal orang sebagai Ke-Bumi-an (tempat Kyai Bumi) yang lama kelamaan berubah menjadi Kebumen, sebutan bagi kabupaten Kebumen.

Diolah dari berbagai sumber
Labels: Kebumen, Profil Tokoh, Sejarah

Thanks for reading Riwayat Hidup Ki Bagus Bodronolo, Bupati Pertama Kebumen. Please share...!

1 comments on Riwayat Hidup Ki Bagus Bodronolo, Bupati Pertama Kebumen

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.