Gambar via elizato.com |
Hampir semua orang pasti pernah bermimpi dalam tidurnya. Ada yang beranggapan mimpi adalah bunga tidur semata yang tidak ada maknanya, tetapi ada juga yang meyakini bahwa setiap mimpi bisa jadi memiliki makna yang kadang bisa mengubah nasib hidup seseorang. Pada dasarnya, mimpi merupakan fenomena kejiwaan yang biasa terjadi pada diri manusia. Dalam Islam, mimpi dibagi menjadi dua macam, yaitu mimpi buruk yang diistilahkan dengan hulm dan mimpi baik yang disebut dengan istilah ru'ya. Kedua jenis mimpi ini merupakan penyebutan yang tertulis dalam kitab suci Al Qur'an.
Mimpi buruk atau hulm adalah mimpi yang isinya bercampur aduk dan kacau. Mimpi ini juga kadang berisi hal-hal yang menyeramkan atau menakutkan. Dengan kata lain, mimpi buruk adalah mimpi yang tidak jelas dan kacau sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Istilah mimpi buruk atau hulm ini dalam Al Qur'an dapat ditemukan misalnya pada surat Yusuf ayat 44. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa mimpi raja Mesir itu dinilai oleh para pemuka dari rakyatnya sebagai mimpi-mimpi kosong (adhghaatsu Ahlaam/jamak dari hulm), dalam ayatnya berbunyi: "mereka menjawab (mimpi raja itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak mampu mena'wilkan mimpi itu".
Baca juga: Firasat dalam Pandangan Islam
Baca juga: Firasat dalam Pandangan Islam
Dr. Utsman Najati dalam bukunya Al Qur'an wa 'ilmu an Nafsi memprediksi bahwa kemungkinan yang dimaksudkan oleh Al Qur' an dengan mimpi buruk itu adalah semua jenis mimpi yang dikaji oleh para ahli ilmu jiwa. Kajian para ahli jiwa modern, menilik pada teori Sigmund Freud, pencetus psikologi analisa, mengatakan bahwa mimpi adalah cara simbolis untuk mengekspresikan dorongan-dorongan tidak sadar yang dialami manusia.
Lebih lanjut, Dr. Utsman Najati menambahkan, mimpi-mimpi itu meliputi mimpi yang terjadi akibat perasaan yang dirasakan oleh seseorang kala ia tertidur, baik karena pengaruh luar maupun pengaruh dari dalam diri sendiri. Mimpi itu juga bisa jadi muncul akibat dari kesibukan pikiran selama terjaga yang terbawa dalam mimpi, dan juga mimpi yang merupakan reproduksi dari sebagian peristiwa sebelumnya. Menurut Dr. Utsman Najati, mimpi yang menjadi kajian para ahli ilmu jiwa adalah sebatas pada pengetahuan tentang mimpi jenis ini, yang masuk dalam kategori mimpi buruk (hulm). Sedangkan pengetahuan khusus dalam memahami tentang mimpi baik belumlah di kaji. Padahal mimpi jenis ini (mimpi baik/ru'ya) juga kadang terjadi pada sebagian orang.
Mimpi yang benar (ru'ya) dalam Islam diistilahkan dengan ru'ya ash shadiqah. Selain ru'ya ash shadiqah, ada juga yang menyebutnya dengan istilah ru'ya as shalihah atau ru'ya al hasanah. Dalam Al Qur'an, mimpi yang benar (ru'ya) adalah mimpi yang dialami oleh para Rasul, Nabi dan hamba-hamba Allah yang lain saat mendapatkan wahyu, ilham atau suatu kabar yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Contoh dari mimpi jenis ini adalah mimpi Nabi Ibrahim saat diperintah untuk menyembelih putranya, Ismail (QS. As Shaaffaat, 102-105). Contoh lainnya adalah mimpi Nabi Yusuf dan mimpi Rasulullah SAW pada tahun perjanjian damai Hudaibiyyah, saat itu beliau bermimpi memasuki kota Makkah dan menunaikan thawaf di Baitullah Makkah (QS. Al Fath, 27).
Ru'ya as Shadiqah juga merupakan salah satu media turunnya wahyu kepada para Nabi/Rasul. Sifat turunnya wahyu kepada Rasulullah juga sama halnya dengan sifat turunnya wahyu kepada para Nabi/Rasul sebelum beliau dari segi turunnya wahyu yang pertama, yakni dalam bentuk atau lewat mimpi (ru'ya).
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitabnya, Zaadul Ma'aad menyebutkan delapan fase turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW, di antaranya adalah melalui mimpi. Dalam hal ini adalah ru'ya ash Shaadiqah (mimpi yang benar secara nyata). Mengenai mimpi yang benar atau mimpi yang baik ini juga diinformasikan dalam hadits Nabi. Di antaranya bahwa mimpi yang baik juga bisa dialami atau diperoleh oleh orang mukmin yang shaleh, bahkan mimpinya itu merupakan salah satu dari 46 tanda tanda kenabian (nubuwwah). Rasulullah SAW bersabda: ''Mimpi baik (ru' ya al hasanah) seorang mukmin yang shaleh itu adalah salah satu dari 46 tanda-tanda kenabian". Kalimat 'salah satu dari 46 tanda kenabian' adalah kalimat metafora (majazi), sebab hakikat kenabian telah tertutup dan berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW. Demikian dijelaskan dalam Jawaahirul Bukhari.
Rasulullah SAW menyebut mimpi yang baik (ru'ya ash shaalihah) sebagai kabar baik. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
''Takkan ada yang tertinggal dari kenabian kecuali kabar baik, Mereka (para sahabat) bertanya: ''Ya Rasulullah! Apakah kabar baik itu?''. Rasulullah menjawab: '' mimpi yang baik''. (HR. Bukhari).
Bagaimanakah cara membedakan antara mimpi yang benar/baik dengan mimpi yang tidak benar/buruk?. Seorang ahli tafsir kenamaan, Al Alusi dalam kitab tafsirnya, Ruuhul Ma' ani, mencatat dari riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Salim ibnu Umar bahwasanya Umar bin Khattab RA berkata: ''Ada orang yang bermimpi aneh sekali. Ia bermimpi melihat sesuatu yang tidak terbayangkan olehnya dan mimpinya itu begitu jelas. (Setelah sempat bangun dan tidur kembali) kemudian ia bermimpi lagi, namun tidak melihat apa-apa''. Kemudian Ali bin Abi Thalib bertanya:
''Bolehkah hal itu kutafsirkan wahai Amiirul Mukminin?''. Umar pun mengizinkan, dan Ali berkata: ''Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan...(QS. Az-Zumar, 42) jadi Allah lah yang mematikan jiwa seluruhnya. Dan apa yang terlihat dalam mimpi (pertama), sementara jiwa masih berada di sisi Allah di langit, ini adalah mimpi yang benar. Sedangkan apa yang terlihat dalam mimpi (kedua), sementara jiwa telah dikembalikan ke tubuh, maka ini adalah mimpi yang tidak benar".
Ibnu Sina, sebagaimana dikutip oleh Dr. Utsman Najati, berpendapat bahwa mimpi yang benar terjadi karena adanya kontak antara jiwa dengan Malaikat di kala sedang tidur, dan dari mimpinya itu diterima wahyu atau ilham, sedangkan mimpi yang buruk muncul dari pengaruh perasaan-perasaan fisik. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa mimpi yang benar/baik dapat dialami oleh seseorang yang beriman, taqwa dan shaleh. Oleh karena itulah, tepat sekali adanya tuntunan dan etika akan tidur seperti disunnahkan berwudhu, membaca Al Qur'an, dzikir dan doa. Dalam kondisi seperti inilah maka syetan tak akan mampu mengganggu/mengacaukan mimpi kita menjadi mimpi yang buruk.
Labels:
Horizon
Thanks for reading Jenis-jenis mimpi dalam Islam. Please share...!
0 Komentar untuk "Jenis-jenis mimpi dalam Islam"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.