Profil Singkat Sir Muhammad Iqbal dan Sumbangsihnya

Profil Singkat Sir Muhammad Iqbal dan Sumbangsihnya

Muhammad Iqbal

Sir Muhammad Iqbal (juga dikenal sebagai Allama Iqbal) adalah seorang penyair, filsuf, dan pembaharu pemikiran Islam abad 20 M. Titel Sir di depan namanya merupakan gelar bangsawan yang beliau peroleh dari Raja George V pada tahun 1922. Sebagai penyair klasik, beliau dikenal sebagai Shair-e-Mushriq (Penyair dari Timur) yang dikagumi oleh sarjana-sarjana sastra baik dari Pakistan, India, maupun secara internasional. 

Sebagai pembaru gerakan Islam yang mengilhami berdirinya negara Pakistan, Muhammad Iqbal juga disebut sebagai Muffakir-e-Pakistan (The Inceptor of Pakistan) dan Hakeem-ul-Ummat (The Sage of the Ummah). Sementara di Iran dan Afganistan, beliau juga terkenal sebagai Iqbāl-e Lāhorī (Iqbal dari Lahore), dan sangat dihargai atas karya-karyanya yang berbahasa Persia.

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877 dan wafat di Lahore, 21 April 1938 pada usia 60 tahun. Meskipun bukan berasal dari keluarga berada dan berpendidikan tinggi, keluarganya menanamkan nilai-nilai Islam pada Iqbal sedari kecil. Ayahnya, Nur Muhammad adalah seorang Muslim saleh yang telah mendorong Muhammad Iqbal untuk menghafal Al Qur'an secara teratur.

Muhammad Iqbal memperoleh pendidikan pertama di Murray College di Sialkot. Kemudian melanjutkan studinya di Government College Lahore, dan memperoleh gelar Master of Art (MA). Pada tahun 1905, beliau berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studinya dalam bidang filsafat Barat di Trinity College, Universitas Cambridge. Selain itu, beliau juga mengikuti kuliah-kuliah hukum di Lincoln's Inn, London. Dua tahun kemudian, beliau pindah ke Munchen, Jerman, untuk memperdalam studi filsafatnya di Universitas Munchen dan memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D).

Sumbangan pemikiran Muhammad Iqbal antara lain menjelaskan bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
  1. Hancurnya Baghdad yang pernah menjadi pusat politik, kebudayaan, dan pusat kemajuan pemikiran umat Islam pada pertengahan abad ke 13.
  2. Timbulnya paham fatalisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib dan tidak mau bekerja keras.
  3. Sikap jumud (statis) dalam pemikiran Islam.
Menurut Muhammad Iqbal, jika umat Islam ingin maju, maka mereka harus:
  1. Mengetengahkan konsep ijtihad dan paham dinamisme Islam.
  2. Perlunya negara tersendiri bagi umat Islam India, terpisah dari negara Hindu. Konsep ini menyebabkan beliau juga dijuluki sebagai Bapak Pakistan.
Atas jasa-jasa dan kontribusinya tersebut, Pemerintah Pakistan juga menghargainya sebagai "Penyair Nasional" hingga hari ulang tahunnya dijadikan sebagai hari libur di Pakistan.

Muhammad Iqbal merupakan sosok cendekiawan Muslim yang sukses. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
  • Guru bahasa Arab di Universitas London selama enam bulan. 
  • Pada tahun 1908, beliau kembali ke Lahore dan menjadi pengacara. 
  • Menjadi dosen filsafat dan sastra Inggris di Government College Lahore. 
  • Memberikan ceramah-ceramah di Hyderabad Madras dan Aligarh. Kumpulan ceramah beliau tersebut kemudian disusun dalam sebuah buku yang berjudul "The Reconstruction of Religious Thought of Islam" (Rekonstruksi Pemikiran Islam). 
  • Banyak menulis buku yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti bahasa Jerman, Prancis, Inggris, Arab, Rusia, Italia, dan Indonesia. 
Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam abad ke-20, pemikiran dan pandangan Muhammad Iqbal banyak memberikan sumbangan bagi dunia Islam, terutama dalam bidang sastra. Karya-karya Muhammad Iqbal di antaranya yaitu Asrar-e-Khudi, Rumuz-i-Bekhudi, Payam-i-Mashriq dan Zabur-i-Ajam. Sementara Bang-i-Dara, Bal-i-Jibril, Zarb-i Kalim dan bagian dari Armughan-e-Hijaz merupakan karya Urdu-nya yang paling dikenal.

Selain bidang sastra, karya-karya Iqbal lainnya di antaranya yaitu Ilmu Al-Iqtishad (Ilmu Ekonomi), Development of Metaphysics in Persia: A Contribution to the History of Moslem Philosophy (Perkembangan Metafisika Persia; Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat Islam), dan sebagainya. (diolah dari berbagai sumber

Selengkapnya
Biografi Singkat Dr. KH. Idham Chalid

Biografi Singkat Dr. KH. Idham Chalid

Dr. KH. Idham Chalid adalah seorang Ulama sekaligus Politisi Indonesia yang banyak berkiprah dalam sejarah perjalanan negeri ini. Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia (1956-1959) dan pernah juga menjabat sebagai Ketua DPR/MPR (1971-1977). Selain aktif di dunia politik, beliau juga aktif dalam kegiatan syiar agama dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1956 hingga tahun 1984 . 


KH. idham Chalid
via nasional.tempo.co

Dr. KH. Idham Khalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan pada 27 agustus 1921. Beliau merupakan putra sulung dari lima bersaudara. Ayahnya berdarah Melayu Banjar asli, sedangkan ibunya campuran Banjar dan Melayu serta Bugis. Ayahnya, H Muhammad Chalid adalah seorang penghulu asal Amuntai yang berjarak sekitar 200 km dari Kota Banjarmasin. Saat berusia enam tahun, Idham kecil ikut keluarganya hijrah ke Amuntai dan tinggal di daerah Tangga Ulin, kampung halaman leluhur ayahnya. 

Semenjak kecil, Idham memang dikenal sangat cerdas dan pemberani. Beliau memiliki bakat berpidato dimana hal itu menjadi modal penting baginya saat terjun di dunia politik. Pada tahun 1942, Idham Chalid menamatkan pendidikannya di Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Beliau menguasai secara aktif bahasa Arab, Inggris, dan Belanda, serta secara pasif bahasa Jerman dan Prancis. Beliau juga memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Menjelang kemerdekaan, Idham Chalid aktif dalam Panitia Kemerdekaan Indonesia Daerah di kota Amuntai. Namanya tercatat sebagai sosok sentral dalam pergerakan untuk mempertahankan kemerdekaan di Kalimantan sebagai kaum intelektual. Setelah Indonesia merdeka, Idham masuk ke gelanggang politik dan berkiprah di DPR lewat partai Masyumi. Namun ketika NU memisahkan diri dari Masyumi, Idham lebih memilih bergabung dengan NU yang menjadi partai politik pada 1952. Saat Pemilu 1955, NU bahkan menempati peringkat ketiga di bawah PNI dan Masyumi.

Dr. KH. Idham Chalid adalah salah seorang Ulama sekaligus politisi berpengaruh pada masanya. Nama beliau tercatat sebagai salah satu tokoh besar bangsa ini yang banyak berkiprah pada zaman Orde Lama maupun Orde Baru. Berbagai peran dalam berorganisasi telah beliau lakoni sebagai pengabdian beliau terhadap agama dan bangsa ini. Peran-peran beliau secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
  • Pada masa perang kemerdekaan RI aktif sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan pada tahun 1947 beliau menjadi anggota Serikat Kerakyatan (SKJ).
  • Menjadi anggota DPR pada masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (1949-1950).
  • Menjabat Ketua Umum Pengurus Besar NU (1956-1984).
  • Menjabat Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (1956-1957). 
  • Menjabat Waperdam II dalam Kabinet Juanda (1957-1959).
  • Menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967-1970).
  • Menjadi Ketua DPR/MPR (1971-1977).
  • Menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pada tahun 1977-1983.
Selain aktif di dunia politik, sebagian besar kiprah KH. Idham Chalid juga dihabiskan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Beliau memulai karirnya di NU dengan aktif di GP Ansor, ketua PB Ma’arif, sekjen partai hingga akhirnya menduduki pucuk pimpinan organisasi tersebut. Pada usia 34 tahun, beliau dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dari tahun 1956 hingga tahun 1984. Posisi beliau kemudian digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ditandai dengan fase Khittah 1926 dimana NU kembali menegaskan diri sebagai ormas yang tidak terlibat politik praktis serta tidak berafiliasi terhadap partai mana pun.

Dalam bidang dakwah dan pendidikan, Dr. KH. Idham Chalid ikut membidani berdirinya Universitas Nahdlatul Ulama/ UNNU (Sekarang Universitas Islam Nusantara) bersama K.H Subhan Z.E., K.H. Achsien, K.H. Habib Utsman Al-Aydarus, dan lain-lain pada 30 November 1950. Selain itu, beliau juga aktif memberikan ceramah di berbagai tempat dan mendirikan perguruan Islam Al-Ma'arif di Cipete, Jakarta pada tahun 1956.

Setelah mengabdikan hidupnya bagi perjuangan agama dan bangsa, Dr. KH. Idham Chalid wafat di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2010 pada usia 88 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 

Atas jasa-jasanya, KH. Idham Chalid juga diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011. Beliau menjadi putra Banjar ketiga yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional setelah Pangeran Antasari dan Hasan Basry. (Diolah dari berbagai sumber

Selengkapnya
Profil Singkat Sayyid Ahmad Khan dan Jasa-Jasanya

Profil Singkat Sayyid Ahmad Khan dan Jasa-Jasanya

Sayyid Ahmad Khan (biasa juga ditulis Syed Ahmed Khan) adalah seorang pendidik, politikus, serta reformer dan modernis Islam yang mempelopori pendidikan modern bagi komunitas Muslim di India dengan mendirikan Muhammedan Anglo-Oriental College, yang nantinya berkembang menjadi Aligarh Muslim University. Beliau juga turut berjasa dalam melahirkan generasi kaum intelektual dan politikus Muslim baru di India. 

Syed Ahmed Khan

Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi, India pada tanggal 17 Oktober 1817 dan wafat juga di Delhi pada 27 Maret 1898. Menurut keterangan nasabnya, Sayyid Ahmad Khan masih merupakan keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Neneknya, Sayyid Hadi, merupakan salah satu pembesar istana Mughal pada masa pemerintaan Alamghir II (1754-1759). Sedangkan kakek dan ayahnya pernah bekerja di East India Company dengan posisi cukup penting. Singkatnya, Sayyid Ahmad Khan berasal dari keluarga berstatus tinggi, modernis, berorientasi Barat, dan cukup mengenal kehidupan orang Inggris.

Masa mudanya dipergunakan untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, di antaranya yaitu ilmu pengetahuan tentang Islam, bahasa Persia, bahasa Arab, Matematika, dan Mekanika, Sejarah, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Ketika pemerintah kolonial Inggris melakukan penindasan terhadap kaum muslim di India, Sayyid Ahmad Khan tampil menjadi penengah untuk mengatasi konflik tersebut. Sayyid Ahmad Khan juga berpendapat bahwa peningkatan kedudukan muslim India dapat diwujudkan dengan bekerja sama dengan pemerintah Inggris.

Atas jasa-jasanya kepada Inggris, pada tahun 1869 beliau diberi kesempatan untuk berkunjung ke daratan Inggris. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk mengadakan penelitian tentang sistem pendidikan dan pengajaran serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris. Sekembalinya dari Inggris, Sayyid Ahmad Khan banyak memberikan sumbangan pemikiran modern bagi kebangkitan muslim di India. 

Jasa-jasa Sayyid Ahmad Khan bagi Umat Islam terutama Muslim di India antara lain yaitu sumbangan pemikirannya yang modern, yang menyatakan bahwa umat Islam terbelakang, bodoh, miskin, dan dijajah karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana dimiliki oleh bangsa-bangsa Eropa. 

Untuk merealisasikan idenya tersebut, Sayyid Ahmad Khan kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan seperti Sekolah Inggris di Mudarabad pada tahun 1861 M, lembaga penterjemah ilmu pengetahuan modern ke dalam bahasa Urdu yang disebut dengan nama lembaga "The Scientific Society" atau "Translation Society" dan mendirikan sekolah Muhammaden Anglo Oriental College (MAOC) pada tahun 1878 M, yang kemudian berkembang menjadi "Aligarh Muslim University". 

AMU
Aligarh Muslim University via scroll.in

Untuk keseragaman pendidikan bagi umat Islam India, Sayyid Ahmad Khan kemudian juga membentuk Muhammedan Educational Conference pada tahun 1886 M. Sumbangan pemikiran Sayyid Ahmad Khan yang bersifat politis di antaranya yaitu pernyataan beliau yang menyebutkan bahwa umat Islam tidak mungkin bersatu dengan umat Hindu dalam satu negara. Karenanya, umat Islam India harus mempunyai negara sendiri terpisah dari umat Hindu. 

Selain menjadi pendidik, reformis, dan modernis Islam, Sayyid Ahmad Khan juga telah menerbitkan lebih dari 50 buku sepanjang hayatnya. Karya-karya dari tokoh pembaru dari India ini meliputi antara lain tiga bidang, yakni sejarah, agama, dan edukasi. Beberapa karyanya yang terkenal di antaranya yaitu Asrar al-Sanadid, Tafsir al-Qur’an (tujuh jilid), Risalah Ibtal al-Ghulami, Tabyin al-Kalam fi Tafsir al-Taurat wa al-Injil ala Mullat al-Islam, Silsilat ul-Muluk, Tarikh I-Firuz Shahi, dan lain sebagainya. 

Selengkapnya
Biografi Mbah Ma'shum Lasem Rembang

Biografi Mbah Ma'shum Lasem Rembang

Umat Islam Nusantara, khususnya warga Nahdhiyyin tentu mengenal nama KH. Ma'shum atau lebih dikenal Mbah Ma'shum Lasem sebagai sosok Kyai yang alim dan banyak disegani oleh berbagai kalangan. Beliau adalah pendiri Ponpes Al Hidayat, Lasem Rembang, ayah dari Ulama kharismatik KH. Ali Maksum Krapyak, dan seorang guru besar bagi para Ulama di seantero Nusantara. Tidak heran jika di beberapa pesantren kultural NU di Jawa, nama beliau sering kali disertakan oleh para Kyai dalam setiap doa tawassulnya. 

biografi Mbah Ma'shum


Riwayat Hidup Mbah Ma'shum Lasem


Terlahir dengan nama Muhammadun, Mbah Ma'shum kecil adalah putra bungsu dari pasangan H. Ahmad dan Nyai Qasimah. Beliau diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1290 H atau 1870 M di lasem, Rembang. Menurut silsilahnya, Mbah Ma'shum masih memiliki hubungan darah dengan Sultan Minangkabau yang nasabnya bersambung hingga ke Rasulullah SAW. Mbah Ma'shum terlahir dari tiga bersaudara, memiliki dua saudara perempuan yaitu Nyai Zainab dan Nyai Malichah. 

Ayah Mbah ma'shum, H. Ahmad adalah seorang yang sehari-harinya berprofesi sebagai pedagang atau pebisnis. Meski begitu, H. Ahmad juga merupakan seorang ayah yang sangat peduli dengan pendidikan agama bagi putra-putrinya. Tampaknya hal ini mengalir pula dalam darah Mbah Ma'shum di kemudian hari. Selain dididik langsung oleh ayahnya, Mbah Ma'shum kecil juga dikirim oleh orang tuanya untuk menimba ilmu agama kepada kyai Nawawi di Jepara.

Perjalanan Mencari Ilmu


Selain belajar ilmu agama kepada Kyai Nawawi di Jepara, Mbah Ma'shum juga dikenal suka mengembara untuk menimba ilmu agama ke berbagai pesantren di berbagai tempat. Tercatat ada belasan pesantren atau lembaga pendidikan agama yang beliau datangi untuk menimba ilmu, mulai dari kota Jepara bahkan hingga ke kota suci Makkah Al Mukarromah.

Pencarian ilmu Mbah Ma'shum Lasem diawali dari Jepara saat beliau belajar agama kepada Kyai Nawawi. Kemudian, beliau juga melanjutkannya dengan menimba ilmu kepada Kyai Abdullah, Kyai Abdul Salam, dan Kyai Siroj di Kajen, Kyai Ma'shum dan Kyai Syarofudin di Kudus, Kyai Umar Harun di Sarang Rembang, Kyai Idris di Solo, Kyai Dimyathi di Termas Pacitan, Kyai Ridhwan di Semarang, Kyai Hasyim Asy'ari di Jombang, Kyai Kholil di Bangkalan, hingga Syaikh Mahfudz At-Turmusi di Makkah Al Mukarramah. 

Saat beliau nyantri kepada Mbah Kholil di Bangkalan, ada kisah menarik yang membuatnya mendapat julukan unik dari Mbah Kholil Bangkalan. Mbah Kholil sendiri sudah mengetahui keistimewaan dari Mbah Ma'shum muda sehingga menjelang kedatangannya ke Bangkalan, Mbah Kholil memerintahkan para santrinya untuk membuat kurungan ayam. Mbah Kholil juga berkata kepada para santrinya, "Tolong saya dibuatkan kurungan ayam jago, karena besok akan ada ayam jago dari tanah Jawa yang datang kesini"

Benar saja, keesokan harinya Mbah Ma'shum pun tiba di pesantren Mbah Kholil. Anehnya, Mbah Ma'shum yang saat itu masih berusia sekitar 20 tahun kemudian langsung dimasukan ke kurungan ayam itu. Mungkin sekilas ini kurang masuk akal, tapi dari peristiwa inilah julukan "Ayam Jago" beliau dapatkan Sang Maha Guru Ulama Nusantara tersebut. 

Saat beliau nyantri di Bangkalan, bukannya menimba ilmu, Mbah Ma'shum juga malah diperintah oleh Mbah Kholil untuk mengajar kitab Alfiyah selama 40 hari. Uniknya lagi, pengajaran Mbah Ma'shum lakukan dari dalam sebuah kamar yang gelap tanpa diterangi lampu, sedangkan santri-santri yang mengikuti pelajarannya berada di luar. Terhitung hanya 3 bulan Mbah Ma'shum nyantri di Bangkalan, namun keilmuan dan kealimannya begitu diakui oleh sang guru. 

Saat beliau hendak pulang meninggalkan Bangkalan, kejadian unik kembali dialami Mbah Ma'shum. Mbah Kholil tiba-tiba memanggilnya tanpa sebab apapun. Setelah mendekat, Mbah Kholil kemudian berdoa sapu jagad untuk Mbah Ma'shum. Setelahnya, Mbah Ma'shum melangkahkan kakinya untuk beranjak. Baru beberapa meter melangkah, beliau kembali dipanggil oleh Mbah Kholil dan didoakan lagi dengan doa yang sama. Kejadian ini terjadi berulang hingga 17 kali.

Mendirikan Pesantren dan Menjadi Pengajar Bagi Umat


Sebelum mendirikan pesantren, Mbah Kholil muda sempat menjadi pedagang baju menjajakan hasil jahitan istrinya, Nyai Nuriyah. Selain berdagang baju, konon beliau juga pernah berdagang nasi pecel, petromak, dan barang-barang lainnya. Beliau berdagang tidak hanya di sekitar Lasem, namun juga di tempat lain bahkan hingga ke pasar Ploso jombang. Meski begitu, beliau selalu meyempatkan waktu untuk mengajar umat dan memperdalam ilmu agamanya dengan mengunjungi pesantren Tebuireng untuk mengaji kepada Kyai Hasyim Asy'ari. 

Suatu ketika, Mbah Ma'shum bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dan mendapat nasihat supaya berhenti dagang dan menjadi pengajar umat. Mimpinya tersebut terjadi selama beberapa kali sehingga pada akhirnya Mbah Ma'shum memutuskan dengan mantap untuk istiqamah mengajar dan menetap di Lasem. Beliau kemudian mendirikan pesantren yang diberi nama Pesantren Al-Hidayat. 

Pesantren milik Mbah Ma'shum ini semakin berkembang seiring dengan jumlah santri yang semakin banyak. Namun sayangnya saat terjadi agresi Belanda pada tahun 1949, pesantren sempat vakum karena Mbah Ma'shum harus ikut mengungsi sembari menunggu situasi kondusif dan aman kembali. 

Selama mengajar, Mbah Ma'shum banyak berperan aktif langsung dalam pendidikan santri-santrinya. Beliau juga selalu menanamkan sikap disiplin dan istiqamah, sebab istiqamah itu lebih utama ketimbang seribu karomah. Dalam mengajar, beliau memiliki kebiasaan mengulang-ulang beberapa kitab yang beliau ajarkan. Jika sudah khatam, beliau ulangi dari awal lagi hingga berkali-kali khatam. Kitab-kitab yang sering beliau kaji di antaranya yaitu Fathul Qarib, Fathul Wahhab, Jurumiyah, Alfiyah, al-Hikam ibn Athaillah, dan Ihya Ulumiddin. 

Ketika telah berusia lanjut, santri- santri yang datang kepadanya umumnya punya tujuan utama selain menuntut ilmu, yakni tabarrukan atau mengambil barokah spiritual dari beliau. Banyak di antara murid-murid beliau yang di kemudian hari menjadi Kyai-Kyai besar, di antaranya yaitu Kyai Abdullah Faqih Langitan, Kyai Abdul Jalil Pasuruan, Kyai Bisri Mustofa Rembang, Kyai Fuad Hasyim Buntet Cirebon, Kyai Ahmad Saikhu Jakarta, dan lain-lain. 

Selain mengajar para santri, Mbah Ma'shum juga mengabdikan hidupnya kepada masyarakat, terutama kaum papa. Bahkan beliau menganggap pengabdiannya ini sebagai laku tarekatnya. Mbah Ma'shum memang dikaruniai umur panjang. Hingga akhir hayatnya, beliau juga turut berperan dalam membesarkan NU. Beliau juga sering dimintai nasehat dan doanya jika ada urusan penting di tubuh organisasi ini. 

Wafatnya


Setelah cukup lama berjuang, tepat pada tanggal 12 Ramadhan 1932 H atau 20 Oktober 1972 M beliau akhirnya berpulang ke hadirat Yang Kuasa. Berkaitan dengan hal ini, seorang ahli sejarah terkenal, Denys Lombard pernah mengatakan, "Mbah Ma'shum adalah seorang guru (Kyai) dari Lasem yang kurang dikenal di tingkat Nasional, namun kematiannya pada tahun 1972 menimbulkan guncangan hebat dari satu ujung jaringan ke ujung jaringan lainnya". 

Demikianlah, meski telah lama wafat, hingga kini nama Mbah Ma'shum Lasem masih tetap dikenang sebagai seorang Kyai, guru, dan pengajar umat sebagaimana Ulama-Ulama besar lainnya di bumi Nusantara ini. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari perjalanan hidup beliau. Diolah dari berbagai sumber. 

Selengkapnya
Riwayat Hidup Ki Singapatra/ Patramenggala

Riwayat Hidup Ki Singapatra/ Patramenggala

Jika anda pernah mendengar atau membaca kisah sejarah dari Ki Bodronolo, Sang Bupati Panjer (Kebumen) pertama, maka di situ tersebutlah nama-nama orang dekat yang berada di sekelilingnya. Salah satu di antaranya yaitu tokoh bernama Ki Singapatra/ Patramenggala, sang mertua sekaligus rekan seperjuangan Ki Bodronolo saat mempertahankan bumi Panjer (Kebumen) dari penjajahan kompeni Belanda. 

Siapakah Ki Singapatra? 


Dari sekian banyak tokoh penting dalam sejarah Kebumen, Ki Singapatra merupakan salah satu tokoh yang keberadaannya jauh lebih dulu ada sebelum tokoh-tokoh seperti Arung Binang, Tumenggung Kolopaking, Pangeran Bumidirjo, dan bahkan Ki Bodronolo yang menjadi menantunya. Menurut riwayat, Ki Bodronolo mempersunting salah satu anak Ki Singapatra yang bernama Endang Patrasari.

Ki Singapatra/ Patramenggala diperkirakan hidup pada sekitar tahun 1500 hingga 1700 an dan merupakan tokoh pendiri desa Trukahan yang kini berubah menjadi kelurahan Kebumen. Bersama dengan Ki Bodronolo dan Ki Ageng (Sunan) Geseng, beliau juga turut berperan serta dalam menghalau kompeni Belanda yang hendak masuk wilayah Panjer pada tahun 1643. 

Memiliki nama asli Singapatra, tokoh ini juga dikenal dengan nama Nayapatra yang merupakan gelar setelah beliau memimpin wilayah Trukahan (Naya: pemimpin, Patra: Baik / Pantas). Adapun Patra Menggala adalah nama tua setelah beliau hidup mandita (menekuni dunia spiritual). 

Ada dua versi tentang siapa sosok Ki Singapatra ini. Versi pertama dari Babad Kolopaking menyebutkan bahwa Ki Singapatra adalah putra dari Ki Ageng (Sunan) Geseng, tokoh penyebar agama Islam dari tanah Bagelen. Namun versi ini dianggap lemah. Sedangkan versi kedua dari cerita turun – temurun trah Ki Singapatra mengatakan bahwa beliau adalah tokoh yang masih memiliki alur keturunan keluarga Majapahit. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan nama binatang (Singa) pada nama beliau sebagaimana nama-nama binatang seperti Gajah, Lembu, Kebo dan lain- lain yang banyak digunakan pada zaman Majapahit. 

Meninggalkan Majapahit, Ki Singapatra melakukan perjalanan ke arah barat hingga akhirnya sampai di tepian sungai Luk Ula. Di sana, beliau kemudian mendapat petunjuk/ sasmita untuk membuka wilayah tersebut sebagai tempat tinggalnya. Setelah membuka wilayah tersebut, banyak warga dari berbagai daerah yang ikut bermukim di wilayah tersebut hingga semakin berkembang dan akhirnya diberi nama Desa Trukahan atau yang kini menjadi Desa Kebumen.

Suatu ketika, datanglah Ki Ageng (Sunan) Geseng ke wilayah desa Trukahan dan disambut baik oleh Ki Singapatra. Bahkan mereka berdua akhirnya menjadi sahabat karib dan bekerja sama mendirikan sebuah padepokan ilmu kanuragan dan spiritual di tepi sungai Luk Ula. Konon padepokan ini bertahan hingga masa perang Dipanegara dan digunakan sebagai tempat penyusunan strategi pasukan Panjer dibawah pimpinan Senopati Jamenggala. Pasca perang Dipanegara (tahun 1841), petilasan tersebut kemudian digunakan sebagai tempat ibadah (masjid) yang hingga kini dikenal sebagai masjid Darussalam Kelurahan Kebumen. 

masjid Darussalam
via sindonews.com

Dalam buku Sejarah Dinasti KRAT Kolopaking karya R. Tirto Wenang Kolopaking disebutkan bahwa saat tentara Kompeni/VOC mencoba mendarat di pesisir Urut Sewu Petanahan untuk menghancurkan lumbung-lumbung padi serta bahan pangan Panjer pada tahun 1643, prajurit Panjer di bawah komando Ki Bodronolo bersama dengan Ki Ageng (Sunan) Geseng dan Ki Nayapatra (Singapatra/ Patra Menggala) berhasil menghalau pasukan Belanda untuk mundur dan kembali ke kapal mereka meninggalkan pantai Petanahan. Atas keberhasilannya tersebut, Ki Bodronolo diberi sebutan gelar Ki Gedhe Panjer Roma I oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. 

Pasca Sultan Agung Hanyakrakusuma wafat pada tahun 1645, Ki Singapatra sempat menjadi pejabat setingkat gubernur di pesisir utara Jawa setelah ditugaskan oleh Sultan Amangkurat I. Dimasa itu, beliau juga menikahi seorang putri dari Yudanegara I (bupati Banyumas ke-5) sebagai istri terakhir yang kemudian dikenal dengan Nyi Patra Menggala. 

Setelah lanjut usia, Ki Singapatra memutuskan pulang ke Trukahan (sekarang di jalan Garuda) dan menekuni laku spiritual hingga akhir hayatnya. Kini petilasan makamnya berada di pemakaman umum Kelurahan Kebumen (di Jalan Telasih/ timur kantor Kecamatan Kebumen ke selatan kurang lebih 700 meter). Situs Makam Ki Singapatra juga telah dipugar oleh masyarakat sekitar dan diresmikan oleh Dandim 0709/Kebumen pada Jumat Pahing 26 Juni 2014 lalu. (Sumber

situs ki Singapatra
via kebumen2013.com

Selengkapnya
Biografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional

Biografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional


Beberapa waktu lalu (2 Mei), kita baru saja memperingati Hari Pendidikan Nasional atau biasa disingkat HARDIKNAS. Penentuan tanggal ini dipilih karena merupakan hari kelahiran dari Bapak Pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara. 

Tokoh yang juga merupakan Menteri Pendidikan pertama Indonesia ini telah berjasa besar dalam dunia pendidikan di tanah air. Semboyan "Tut Wuri Handayani" yang dicetuskannya juga tetap digunakan dalam dunia pendidikan Indonesia hingga saat ini. 

Untuk mengenang perjuangan beliau, pada artikel kali ini kita akan mengupas mengenai sejarah perjalanan hidup beliau. 

Ki Hadjar Dewantara

Biografi Ki Hajar Dewantara


Ki Hadjar Dewantara (Jawa: Ki Hajar Dewantoro) adalah seorang tokoh Nasional yang berjasa besar bagi sejarah dunia pendidikan di Indonesia. Beliau adalah seorang pahlawan, aktivis pergerakan kemerdekaan, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada masa penjajahan Belanda. 

Beliau juga merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Masa Kecil dan Perjalanan Karirnya


Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Pakualaman, Yogyakarta. Raden Mas Soewardi adalah putra dari GPH Soerjaningrat dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman, dan merupakan cucu dari Pakualam III. 

Raden Mas Soewardi menamatkan pendidikan dasarnya di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), kemudian sempat lanjut hingga ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), namun tidak berhasil menamatkannya karena sakit. 

Menapaki dunia karir, perjalanan hidup Ki Hajar Muda berlanjut dengan menjadi seorang penulis dan wartawan di sejumlah surat kabar antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. 

Sebagai seorang jurnalis, karir Raden Mas Soewardi cukup cemerlang pada masa itu. Ia tergolong penulis yang handal dalam menggoreskan setiap pemikiran-pemikirannya. Tulisan-tulisannya dikenal komunikatif, mudah dipahami, dan tajam dalam menumbuhkan semangat antikolonial.

Aktif dalam Dunia Pergerakan


Selain menjadi seorang jurnalis, Raden Mas Soewardi juga turut berkecimpung dalam dunia pergerakan tempat berkumpulnya para aktivis pergerakan. Ia bergabung dengan Boedi Oetomo (BO), sebuah organisi pemuda yang berdiri sejak tahun 1908 dan aktif sebagai seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama Boedi Utomo di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

Selain aktif di Boedi Oetomo, Raden Mas Soewardi juga menjadi anggota organisasi Insulinde, organisasi multietnis didominasi kaum Indo dengan tujuan memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda. 

Bersama dengan Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dan Tjipto Mangoenkoesoemo, R M. Soewardi Soerjaningrat kemudian mendirikan Indische Partij (Partai Hindia), partai politik pertama di Hindia Belanda pada tanggal 25 Desember 1912. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Bersama kedua rekannya itu, kelak ketiganya kemudian dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai. 

Tiga Serangkai

Peran ketiganya terlihat nyata pada tahun 1913, yakni saat pemerintah Hindia Belanda hendak ikut mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). R M. Soewardi Soerjaningrat menulis sebuah artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda), dengan menyindir Pemerintah Hindia Belanda sangat tidak tahu diri karena merayakan kemerdekaannya di tanah bangsa yang mereka rebut kemerdekaannya. 

Akibat dari tulisannya ini, R M. Soewardi Soerjaningrat pun ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Melihat rekannya ditangkap, kedua sahabatnya yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo pun memprotes keputusan itu hingga akhirnya ketiganya malah diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. 

Berada dalam Pengasingan


Saat berada di pengasingan, R M. Soewardi Soerjaningrat aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia yakni Indische Vereeniging yang berarti Perhimpunan Hindia. Pada tahun 1913, dia kemudian mendirikan Indonesisch Pers-bureau, atau dalam bahasa Indonesia berarti "kantor berita Indonesia". Inilah penggunaan formal pertama dari penyebutan istilah "Indonesia" yang diciptakan pada tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggris George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia James Richardson Logan.

Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini, R M. Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat seperti Froebel dan Montessori, dan pergerakan pendidikan di negara Asia Selatan khususnya India yang dipimpin keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Mendirikan Taman Siswa


Setelah masa pengasingan berakhir, R M. Soewardi Soerjaningrat kembali ke tanah air pada September 1919 dan kemudian bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. 

Setelah mendapat pengalaman mengajar, Pada tanggal 3 Juli 1922 R M. Soewardi Soerjaningrat kemudian mendirikan institusi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau dalam Bahasa Indonesia disebut Perguruan Nasional Tamansiswa. 

Ia juga mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, dengan tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Tamansiswa

Pada masa inilah ia mencetuskan semboyannya yang terkenal dalam dunia pendidikan Indonesia hingga saat ini. Secara utuh, bunyi semboyan dalam bahasa Jawa tersebut berbunyi: "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" atau dalam Bahasa Indonesia berarti "di depan memberikan teladan, di tengah memberi semangat atau dukungan, di belakang memberi dorongan". Semboyan ini dapat dimaknai sebagai suatu dorongan motivasi bagi seorang pendidik terhadap muridnya, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, baik secara IQ maupun ESQ.

Pengabdian Setelah Masa Kemerdekaan


Setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar Dewantara dipercaya oleh presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama dalam kabinet pertama Republik Indonesia. 

Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara juga mendapatkan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada atas jasa-jasanya dalam dunia Pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. 

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sebagai tokoh peletak segala dasar sistem pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Tidak hanya itu saja, tanggal kelahirannya, 2 Mei pun juga ditetapkan sebagai hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tahunnya. (diolah dari berbagai sumber). 

Selengkapnya
Mengenal 10 Tokoh Penyair Kenamaan Indonesia

Mengenal 10 Tokoh Penyair Kenamaan Indonesia


Beberapa hari yang lalu (28/4), kita baru saja memperingati Hari Puisi Nasional, dimana dalam sejarahnya penentuan tanggal ini bertepatan dengan tanggal wafatnya salah seorang penyair kenamaan tanah air yakni Chairil Anwar. Chairil Anwar dikenal dengan gagasan puisinya yang mendobrak, sehingga beberapa kalangan menganggapnya sebagai orang yang pertama-tama merintis jalan dan membentuk aliran baru dalam kasusastraan Indonesia. 

Sepeninggal Chairil Anwar, bermunculan pula tokoh-tokoh penyair lainnya di negeri ini dengan kehebatannya masing-masing. Karya-karya puisi gubahan mereka juga melegenda dan sangat berpengaruh terhadap kesusastraan tanah air. 

Penyair dan Sastrawan kenamaan Nusantara

Penasaran siapa saja mereka?. Berikut ini kami rangkumkan beberapa di antaranya untuk anda. 

1. Chairil Anwar


Meski sudah sedikit disinggung di atas, kurang elok kiranya jika nama sosok ini kurang mendapat ulasan di artikel ini. Sosok kelahiran Medan 26 Juli 1922 ini memang telah begitu banyak menyumbangkan peninggalan di bidang sastra. Karya puisinya diketahui berjumlah kurang lebih 70 karya dari 96 karya sastra yang telah dituliskan. Chairil Anwar dikenal piawai dalam melahirkan karya-karya heroik dan menggugah kehidupan. Puisi-puisinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.

Dijuluki "Si binatang jalang", Chairil Anwar juga dinobatkan H. B Jasin sebagai pelopor sastrawan angkatan 45 bersama Asrul Sani dan Rivai Apin. Salah satu karya legendarisnya berjudul "Aku", puisi yang besar pengaruhnya pada angkatan 45. Karyanya ini juga menggambarkan alam individualistis dan vitalitasnya sebagai seorang penyair. Chairil Anwar memang telah berpulang di usia muda, tepatnya pada usia 26 tahun (wafat 28 April 1949). Meski begitu, namanya akan selalu dikenang melalui karya-karyanya yang melegenda hingga kini. 

2. WS. Rendra


Penyair berjuluk "Si Burung Merak" ini lahir di Solo, 7 November 1935 dan meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada usia 73 tahun. Sejak muda, Rendra telah menulis berbagai puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa. Tahun 1967, ia mendirikan Bengkel Teater, yang telah banyak melahirkan seniman-seniman berbakat seperti Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, dan lain-lain. 

Sebagai seorang sastrawan, WS Rendra mempunyai pengaruh besar terhadap kesusastraan Indonesia. Karyanya mengalun menurut kebiasaannya sendiri. Ia menggubah puisi atau karya-karyanya dengan kata yang rapi dan apik dibaca maupun didengar. Karya-karyanya tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Beberapa karyanya juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. 

3. Sitor Situmorang


Penulis asal Tapanuli Utara, Sumatera Utara ini merupakan seorang penyair Indonesia terkemuka setelah meninggalnya Chairil Anwar. Sebagai seorang pengagum Soekarno, Sitor Situmorang juga terlibat dalam ideologi perjuangan pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an. Sitor Situmorang menulis sajak, cerita pendek, esai, naskah drama, naskah film, karya terjemahan, dan telaah sejarah lembaga pemerintahan Batak Toba. Sepanjang hidupnya, ia telah berkelana ke berbagai negara mulai dari Singapura, Amsterdam (Belanda), Paris (Prancis), dan Pakistan. 

Sitor memulai kariernya sebagai wartawan di beberapa Surat Kabar, dimana dia bergaul dengan dunia tulis menulis. Sitor menampilkan corak simbolik dalam sajak-sajaknya, terutama sajak-sajak awalnya yang terhimpun dalam Surat kertas Hijau, Dalam Sajak, dan Wajah Tak Bernama. Karya-karya Sitor Situmorang ini telah memberi oksigen bagi pembaca yang haus komposisi. Puisinya yang amat terkenal sebagai puisi paling pendek berjudul "Malam Lebaran". Pujangga kelahiran 2 Oktober 1923 ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 21 Desember 2014 di Apeldoorn, Belanda, pada usia 91 tahun. 

4. Goenawan Mohamad


Sastrawan bernama lengkap Goenawan Soesatyo Mohamad ini lahir di Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941. Selain sebagai sastrawan, ia juga merupakan budayawan dan seorang intelektual yang memiliki pandangan terbuka. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Pada tahun 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time.

Pemikiran-pemikiran Goenawan Mohamad yang terbuka turut berpengaruh terhadap karya-karyanya. Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan, di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah Catatan Pinggir (Caping), sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang Majalah Tempo. Hingga kini, ia juga masih aktif menulis Catatan Pinggir tersebut. 

5. Sutardji Calzoum Bachri


Lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941, Sutardji Calzoum Bachri adalah sastrawan kenamaan tanah air yang mendapat julukan Presiden Penyair Indonesia. Ia merintis bidang sastra saat masih menjadi mahasiswa di Universitas Padjadjaran dengan menulis di beberapa surat kabar. Sajak-sajaknya sempat dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana. Ia juga pernah menjadi redaktur rubrik budaya "Bentara" di Kompas dan kemudian menjadi redaktur Horison sejak tahun 1979.

Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri adalah karya sastra yang mengusung konsep kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian. Ia berhasil mengeluarkan konsep puisi keluar dari pakemnya. Ia menyatakan bahwa penciptaan puisi pada dasarnya pembebasan kata-kata yang berarti mengembalikan kata pada mulanya, yaitu mantra. Selain itu, ia juga banyak menggunakan bahasa figuratif atau bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, melalui makna kias atau lambang. Salah satu karyanya yang terkenal adalah "Tragedi Winka Sihka". 

6. Joko Pinurbo


Tokoh kelahiran Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat pada 11 Mei 1962 ini merupakan salah seorang penyair terkemuka Indonesia yang karya-karyanya telah menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia. Joko Pinurbo  telah menggeluti puisi sejak remaja dan mulai menulis pada usia 20 tahun. Berbagai penghargaan berhasil ia raih seperti Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, 2012), Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, 2014) dan South East Asian (SEA) Write Award (2014).

Joko Pinurbo banyak melahirkan karya-karya yang memadukan unsur naratif, ironi refleksi diri, dan tak jarang membubuhkan unsur "nakal". Ia dikenal piawai menggunakan dan mengolah citraan yang mengacu pada peristiwa dan objek sehari-hari dengan bahasa yang cair tapi tajam. Puisi-puisinya banyak mengandung refleksi dan kontemplasi yang menyentuh absurditas sehari-hari. Sejumlah puisinya juga telah dimusikalisasi antara lain oleh Oppie Andaresta dan Ananda Sukarlan.

7. Widji Thukul


Widji Thukul, atau bernama asli Widji Widodo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963) adalah salah seorang sastrawan kenamaan Indonesia. Selain sebagai sastrawan, ia juga merupakan seorang aktivis hak asasi manusia yang ikut berjuang melawan penindasan pada masa rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang, tidak diketahui dimana keberadaannya, dan dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh pihak militer. Ia menjadi salah satu dari belasan aktivis yang hilang saat itu. 

Lewat karya-karyanya, Widji Thukul mengorasikan perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok. Tulisan-tulisannya menggugah semangat kaum-kaum tertindas. Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 hingga 1998, sejumlah aktivis ditangkap, diculik dan hilang, termasuk Thukul. Sastrawan asal Surakarta ini masuk daftar orang hilang sejak tahun 2000. Tidak tahu, ia kini masih hidup atau telah menyatu dengan alam.

8. Remi Silado


Bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong, sastrawan kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945 ini merupakan salah satu pelopor penulisan Puisi mBeling, bersama Jeihan dan Abdul Hadi WM. Dia menyebut bahwa Puisi mBeling adalah puisi konkret pertama dalam sejarah kasusastraan kontemporer Indonesia. Berkat puisi mBeling ini, Remi pernah diganjar tiga penghargaan yaitu Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah RI, Anugerah Ahmad Bakri, dan penghargaan dari Raja Thailand. 

Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel (sejak usia 18 tahun), drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Tulisan-tulisannya lekat dengan kritik terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya. Dalam karyanya, Remi Silado kerap menggunakan kata-kata arkais atau kata-kata yang sudah lama tidak digunakan. Hal ini membuat karya sastranya menjadi unik dan istimewa, selain kualitas tulisannya yang tidak diragukan lagi. Selain menulis, ia juga dikenal piawai dalam melukis, berdrama, dan tahu banyak akan film. 

9. Sapardi Djoko Damono


Siapa yang tak kenal Bapak Hujan Juni?. Sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum. Sejak remaja, Sapardi Djoko Damono sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


Berbagai penghargaan pernah ia raih seperti anugerah SEA Write Award pada tahun 1986 dan penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Dalam karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono dikenal selalu memasang diksi-diksi yang tepat sehingga terkesan sederhana namun sarat makna. "Hujan Bulan Juni" dan "Aku Ingin" adalah salah satu karya monumentalnya. Saat ini, Sapardi Djoko Damono masih aktif mengajar di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta sembari tetap menulis fiksi maupun nonfiksi.

10. Taufiq Ismail


Taufiq Ismail (lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat, 25 Juni 1935) adalah seorang penyair dan sastrawan Indonesia yang karya-karya puisinya sering dinyanyikan oleh para penyanyi ternama seperti Himpunan Musik Bimbo (pimpinan Samsudin Hardjakusumah), Chrisye, Ahmad Al bar dan Ucok Harahap. Sejak masih SMA, Taufiq memang telah bercita-cita menjadi seorang sastrawan. Sepanjang karirnya, ia juga pernah menulis di berbagai media, menjadi wartawan, dan menjadi salah seorang pendiri Horison (1966). 

Taufiq sering membacakan puisinya di depan umum. Di luar negeri, ia pernah membacakan puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota di Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak tahun 1970. Baginya, puisi baru akan 'memperoleh tubuh yang lengkap' jika setelah ditulis kemudian dibaca di depan orang. Beberapa karyanya yang cukup dikenal terhimpun dalam buku kumpulan puisi, di antaranya yaitu Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Puisi-Puisi Langit, dan lain sebagainya. 

Itulah di antara beberapa tokoh penyair Senior Kenamaan Indonesia. Semoga bermanfaat. (diolah dari berbagai sumber). 

Selengkapnya
Mengenal Tokoh-Tokoh Ilmuwan Muslim Dunia dan Pengaruhnya

Mengenal Tokoh-Tokoh Ilmuwan Muslim Dunia dan Pengaruhnya


Mungkin banyak yang belum tahu bahwa salah satu penyebab bangsa Eropa kuat dan maju seperti sekarang ini sebenarnya adalah pengaruh dari dunia Islam. Pada awalnya bangsa Eropa mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari umat Islam yakni saat masa kejayaan dan keemasan Umat Islam, terutama saat berkuasanya Dinasti Abbasiyyah di Irak, dan Dinasti Umayyah di Andalusia (sekarang Spanyol). 

Banyak ilmu pengetahuan yang mereka serap dari umat Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu sejarah, ilmu pertambangan, dan ilmu kimia. Ilmu-ilmu tersebut kemudian mereka dalami dan kembangkan sendiri, sehingga setahap demi setahap mereka berhasil memperoleh kemajuan dan kekuatan serta berhasil melaksanakan revolusi di bidang industri.

Sayangnya di saat Eropa menjadi semakin maju dan kuat, di sisi lain keberadaan pemerintahan Islam justru melemah bahkan akhirnya runtuh sehingga kemudian tersingkir dari gegap gempitannya kemajuan. Meski demikian, sebagai buktinya sejarah telah mencatat beberapa nama tokoh-tokoh ilmuwan Muslim yang telah berjasa besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan kalangan ilmuwan Barat juga banyak mengakui kehebatan mereka dan menjadikan hasil karya mereka sebagai referensi dalam penelitiannya. 

Tercatat ada banyak ilmuwan Muslim beserta sumbangsihnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pada artikel kali ini, akan kami ulas biografinya secara ringkas beberapa di antaranya yaitu Al Farabi, Al Khawarizmi, Al Biruni, Al Hazen, dan Ibnu Rusyd. Mungkin di lain waktu akan kami ulas yang lainnya.

Al Farabi


Al Farabi atau bernama lengkap Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi' (870-950) adalah seorang ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia sedangkan ibunya berdarah Turki asli. 

Sejak kecil, Al Farabi memang memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. Selain mempelajari Al-Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, dan ilmu-ilmu agama lainnya seperti fiqh, tafsir dan ilmu hadits, beliau juga mempelajari tentang musik, aritmetika dasar dan filsafat.

Dalam dunia filsafat, beliau dikenal sebagai seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Bahkan Al-Farabi juga dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. 

Al Farabi

Al Farabi adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. 

Kontribusinya bagi ilmu pengetahuan mencakup berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi juga telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Bahkan beliau juga dapat memainkan dan telah menciptakan berbagai alat musik.

Secara umum, karya-karya Al- Farabi dalam ilmu pengetahuan dikelompokkan menjadi 6 bagian, yaitu bidang Logika, Ilmu-ilmu Matematika, Ilmu Alam, Teologi, Ilmu Politik dan kenegaraan, serta Bunga rampai (Kutub Munawwa'ah). Karya lainnya yang juga cukup terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (tentang Kota dan pemerintahan). 

Al Khawarizmi


Muhammad bin Musa al-Khawarizmi adalah seorang ilmuwan Muslim asal Persia yang mahir dalam bidang matematika, astronomi, astrologi, kartografi, dan geografi. Beliau lahir sekitar tahun 780 di Khwarizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. 

Al Khawarizmi

Hampir sepanjang hidupnya, beliau bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Bani Abbasiyah Al-Ma'mun, tempat beliau belajar ilmu alam dan matematik, termasuk mempelajari terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani.

Karya monumentalnya adalah al-Kitab al-Mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l-muqabala, membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Buku yang juga dikenal dengan nama Al Jabar ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke-12. Kitab ini sangat populer dan banyak menjadi rujukan bagi para ahli matematika. 

Berkat karyanya inilah, dunia matematika modern mengenal istilah Al Jabar. Seperti tercantum dalam bukunya, kata "aljabar" sendiri berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat. 

Selain itu, Al-Khwarizmi juga berperan penting dalam memperkenalkan angka Arab melalui karyanya, Kitāb al-Jam'a wal tafrīq bi-ḥisāb al-Hind yang kelak diadopsi sebagai angka standar yang dipakai di berbagai bahasa serta kemudian diperkenalkan sebagai Sistem Penomoran Posisi Desimal di dunia Barat pada abad ke-12. 

Sumbangsih beliau memang tidak terbantahkan lagi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang matematika. Nama algorisme dan algoritma juga diambil dari kata algorismi, latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol, guarismo. Dalam bahasa Portugis, algarismo bermakna digit.

Al Biruni


Al Biruni (Abu Raihan Al-Biruni) lahir di Khawarizmi, Turkmenistan atau Khiva, di kawasan Danau Aral di Asia Tengah pada bulan September 973 M. Beliau wafat di Ghazna pada bulan Desember 1048 M dalam usia 75 tahun. 

Al Biruni

Abu Raihan Al Biruni merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli geografi, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan. Beliau juga sering disebut sebagai Ilmuwan Muslim terbesar. Mengapa demikian?

Al Biruni mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan baik ilmu keagamaan (tentang Islam) maupun ilmu pengetahuan umum seperti matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu-ilmu bahasa, geologi, geografi, dan filsafat. Khusus ilmu bahasa, beliau menguasai bahasa Khawarizmi, bahasa Arab, Persia, Sansekerta, Yunani, Ibrani, dan Suryani. 

Beliau juga merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah.

Al Biruni mempunyai kegemaran membaca dan menulis. Tidak mengherankan bila Al Biruni terkenal sebagai ilmuwan Muslim produktif dalam berkarya. Karya tulisnya tidak kurang dari 180 judul, di antaranya adalah Maqalid Ilm al Hayah (kunci ilmu perbintangan), Kitab Al Jamhir fi Ma'rifah al Jawahir (kumpulan pengetahuan tentang batu-batu permata), dan Kitab As Syahdalah (buku tentang ramuan-ramuan).

Sumbangsih Al Biruni terhadap ilmu pengetahuan antara lain:

  • Membuat tabel-tabel sinus dan tangen yang pertama dalam sejarah matematika.
  • Menemukan tujuh cara untuk menemukan arah utara dan selatan dan menemukan titik matematis untuk menentukan awal musim.
  • Aritmetika teoretis and praktis. 
  • teori perbandingan. 
  • dll. 

Ibnu Haitsam (Al Hazen) 


Abu Ali Muhammad al-Hasan bin al-Haitsam atau Ibnu Haitsam adalah seorang ilmuwan Muslim dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ibnu Haitsam, atau di dunia barat dikenal dengan nama Al Hazen lahir di Bashrah pada tahun 965 dan meninggal di Qahirah pada tahun 1039. 

Al Hazen

Ibnu Haitsam banyak mengkaji segala hal mengenai ilmu Optik, sehingga di kemudian hari banyak teori terkait ilmu optik yang dicetuskannya. Dunia banyak mengenal namanya sebagai penemu ilmu Optik, sehingga banyak kalangan menyebutnya sebagai Bapak Ilmu Optik. 

Tulisannya mengenai cara kerja mata manusia telah menjadi salah satu Referensi yang penting dalam bidang kajian sains di Barat. Bahkan teorinya mengenai pengobatan mata juga masih digunakan hingga saat ini di berbagai Universitas di seluruh dunia. 

Selain itu, penelitiannya mengenai cahaya juga telah memberikan banyak inspirasi pada ahli sains barat, seperti Roger Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. 

Beberapa karyanya mengenai cahaya juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Meski lebih dikenal dalam bidang sains dan pengobatan, Ibnu Haitsam juga ahli dalam bidang falsafah, logika, metafisika dan astronomi. Selain itu, beliau juga ikut peduli tentang persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. 

Jika dikelompokkan, beberapa karya beliau mencakup dalam berbagai bidang seperti bidang Optik, Astronomi, Matematika, Sains, filsafat, dan lainnya. Beliau memang dikenal sebagai ilmuwan yang gemar melakukan penelitian, sehingga tidak heran jika banyak sumbangsih beliau bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bahkan masih digunakan hingga saat ini.

Ibnu Rusyd (Averroes) 


Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu Al Walid Muhammad Ibnu Rusyd. Beliau lahir di Kordova (Spanyol) pada tahun 1126 dari keluarga hakim dan wafat di Marakesy (Maroko) pada tahun 1198. 

Ibnu Rusyd

Di dunia Barat, nama Ibnu Rusyd sering dilatinkan sebagai Averroes, seorang filsuf dan pemikir dari Al-Andalus yang menulis dalam bidang disiplin ilmu, termasuk filsafat, teologi Islam, kedokteran, astronomi, fisika, hukum Islam, dan linguistik. 

Ibnu Rusyd mempelajari dan mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan agama maupun umum, sehingga beliau dapat menguasai dengan baik kajian ilmu fiqih, ilmu kalam, sastra Arab, matematika, fisika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. 

Dalam bidang kedokteran, beliau menghasilkan gagasan baru mengenai fungsi retina dalam penglihatan, penyebab strok, dan gejala-gejala penyakit Parkinson, serta menulis buku yang kelak diterjemahkan menjadi sebuah buku teks standar di Eropa. 

Sedang dalam bidang filsafat, Ibnu Rusyd adalah pendukung ajaran filsafat Aristoteles (Aristotelianisme). Beliau berusaha mengembalikan filsafat dunia Islam ke ajaran Aristoteles yang asli. Dunia Barat menjulukinya sebagai "Sang Penafsir" (Bahasa Inggris: The Commentator). Pengaruh Ibnu Rusyd ke dunia Barat jauh lebih besar dibanding dunia Islam. Ibnu Rusyd menulis banyak tafsir terhadap karya-karya Aristoteles, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan bahasa Latin dan beredar di Eropa. 

Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd pernah menjabat sebagai hakim di Seville, hakim kepala di Kordova, dan menjadi dokter di istana Sultan Abu Ya'qub dan penggantinya. Karya-karya tulis beliau antara lain sebagai berikut:

  1. Kitab Bidayat Al Mujtahid, yakni kitab yang membahas tentang fiqih.
  2. Kulliyat fi at Thibb, sebuah buku kedokteran. Buku ini pernah dijadikan sebagai buku pegangan selama berabad-abad bagi mahasiswa kedokteran di Eropa.
  3. Fasl al Maqal fi Ma Bain al Hikmat Wa asy Syari'at, membahas tentang kaitan antara filsafat dan syariat. Menurut Ibnu Rusyd, antara filsafat dan agama tidaklah bertentangan. Bahkan Islam menganjurkan para pemeluknya untuk mempelajari ilmu filsafat. 

Itulah di antara beberapa tokoh ilmuwan Muslim yang telah berjasa besar bagi perkembangan keilmuan di dunia ini. Semoga kita dapat mengambil semangat dan inspirasi dari tokoh-tokoh tersebut di atas. Demikian. Semoga bermanfaat. 

Selengkapnya
12 Penyanyi Wanita Era 80-90 an Dengan Lagu-Lagu Populernya

12 Penyanyi Wanita Era 80-90 an Dengan Lagu-Lagu Populernya


Meski di tahun 90 an saya masih kecil (TK/SD), namun karena setiap hari sering mendengarkan lagu-lagu lawas yang diputar di lapak-lapak penjual kaset CD di pasar, saya pun jadi ikut familier dengan lagu-lagu lawas tersebut. Sehari-hari saya memang beraktivitas jualan di pasar, sehingga tanpa disadari saya pun jadi sedikit tahu penyanyi dari tembang-tembang lama tahun 80 hingga 90 an tersebut. Ternyata lagu-lagunya cukup enak didengar di telinga. Lagu-lagunya juga variatif dari yang sendu, merdu mendayu, ceria, hingga lagu bernuansa rock semuanya masih enak didengar sehingga lirik-liriknya yang cenderung puitis mudah membekas dalam ingatan. 

Daftar penyanyi hits 80 90 an

Sebenarnya ada banyak penyanyi wanita era 80 hingga 90 an dengan lagu-lagunya hitsnya, tapi dari yang sering saya dengar, berikut di antaranya:

1. Ratih Purwasih


Ratih Purwasih adalah Penyanyi pop era 80 an yang terkenal dengan lagu-lagu hitsnya. Merupakan adik dari penyanyi kondang Endang S. Taurina, karakter vokal Ratih lebih pas untuk genre pop manis ala pencipta lagu handal Obbie Mesakh yang memang lagi booming saat itu. Lagu “Yang.. hujan turun lagi..” menjadi hits besar yang langsung membawa nama Ratih menjadi penyanyi yang banyak disukai. Lagu andalan ciptaan Obbie ini pun langsung meluncur manis di pasaran, boleh jadi karena baris lirik awal yang catchy.

Selain lagu ini, penyanyi kelahiran Cilegon, 1 April 1966 juga memiliki lagu hits-hits lain seperti Hatiku dan Hatimu, Kutunggu Engkau di Sini, dan lagu-lagu lainnya. 

2. Christina Panjaitan


Bernama lengkap Christine Natalina Panjaitan (lahir 23 Desember 1960), penyanyi Indonesia berdarah Batak ini sempat terkenal di tahun 1980-an dan banyak digemari oleh fans seusianya hingga kini. Selain memiliki paras cantik, ia juga memiliki suara yang merdu. Nama Christine Panjaitan semakin melambung ketika menyanyikan lagu karya Rinto Harahap berjudul Katakan Sejujurnya. Lagu ini bahkan masih sering terdengar hingga saat ini.

Selain menyanyi, alumnus Fakultas Sastra Tionghoa Universitas Indonesia tahun 1986 ini juga pernah mengajar di Universitas Padjadjaran Bandung selama dua tahun. Pada tahun 1998, ia kembali membuat album rekaman berjudul Aku Sayang Padamu.

3. Nia Daniaty


Nia Daniaty (lahir di Jakarta, 17 April 1964) adalah seorang penyanyi berkebangsaan Indonesia yang populer pada tahun 1980-an. Nia dikenal karena sering membawakan lagu ciptaan Rinto Harahap. Salah satu lagu Nia Daniati yang paling populer adalah Gelas-gelas Kaca, Burung pun ingat pulang, Kaulah segalanya, dan sebagainya.

Nia juga pernah menyanyikan beberapa lagu pop Sunda yang juga cukup banyak peminatnya. Selain menyanyi, Nia juga terjun ke dunia akting. Beberapa judul film dan sinetron pernah dibintanginya. Bahkan pada tahun 1980, Nia pernah dinominasikan sebagai Aktris Terbaik dalam ajang FFI untuk perannya dalam film Antara Dia dan Aku.

4. Iis Sugianto


Kuspuji Istiningdiah Sugianto atau kerab disapa Iis Sugianto (Jakarta, 17 November 1961) adalah penyanyi era 80 an yang terkenal dengan lagu-lagu bernuansa melankolis karya musisi beken Rinto Harahap. Dimulai album Jangan Sakiti Hatinya sampai ke album-album berikutnya, nama Iis Sugianto langsung melejit dan mendapat tempat di hati para penggemarnya.

Iis Sugianto adalah trade mark penyanyi wanita untuk lagu-lagu manis pada tahun 1980-an. Ini bisa dilihat dari produktivitas albumnya dan larisnya penjualan albumnya yang konon rata-rata di atas 1 juta copy. Selain lagu Jangan Sakiti Hatinya, Lagu-lagunya yang juga cukup populer di antaranya Kabar-kabar Burung, Aku pun ingin Cinta, dan sebagainya. 

5. Iis Sugiarti


Bernama hampir sama dengan penyanyi sebelumnya, Iis Sugiarti (lahir di Kampung Simpar, 14 Agustus 1965) adalah penyanyi Indonesia yang juga cukup populer di zamannya. Lagu-lagunya begitu melankonis dan enak didengar. Iis Sugiarti muncul dengan album pertamanya Disini Aku Menanti, sebuah lagu yang merupakan jawaban dari lagu hits milik Obbie Messakh berjudul Kau Dan Aku Satu. Di era itu, sebuah lagu jawaban berarti adalah lagu sama dengan lirik yang berbeda. Iis sukses menjadikan lagu ini menjadi hits besar dan sekaligus mengangkat namanya menjadi penyanyi di genre pop melankolis yang cukup eksis.

Lagu-lagu lainnya yang cukup populer yaitu pulangkan saja, puas di hatimu sakit di hatiku, melodi memori, dan lain sebagainya. 

6. Betharia Sonata


Sri Betharia Sonatha (lahir di Bandung, 14 Desember 1962) adalah seorang penyanyi berkebangsaan Indonesia. Lagu hitsnya yang terkenal pada era 90 an di antaranya yaitu "Hati Yang Luka". Lagu tersebut mengantarkannya meraih Golden Kaset HDX untuk album Hati Yang Luka. Lagu-lagu hits lain dari Betharia Sonata di antaranya yaitu Aku ingin Cinta yang Nyata, Hati seorang Wanita, Tak Mungkin Lagi dan lainnya.

Selain sebagai penyanyi, Betharia Sonata juga pernah bermain dalam film "Kamus Cinta Sang Primadona" dan "Biarkan aku cemburu". Setelah bercerai dengan aktor Willy Dozan, Betha juga ikut membintangi FTV "Pak De" (2007) bersama Didi Petet. 

7. Nike Ardilla


Siapa yang tidak mengenal nama penyanyi satu ini. Meski telah berpulang ke haribaan Sang Kuasa, lagu-lagunya masih sering diputar di berbagai media. Penyanyi, model, sekaligus artis dengan nama asli Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi ini lahir di Bandung, 27 Desember 1975. Tahun 1990 adalah awal dominasi Nike Ardilla di dunia hiburan sehubungan dengan suksesnya secara komersial album Bintang Kehidupan, yang terjual 2.000.000 unit.

Hampir semua lagu-lagu Nike Ardilla dalam setiap albumnya menjadi hits dan laris manis di pasaran, seperti Aku Takkan Bersuara, Duri Terlindung, dan lagu-lagu lainnya. Namun sayang saat berada di puncak karirnya, ia meninggal dunia pada tanggal 19 Maret 1995 karena kecelakaan mobil. 

8. Poppy Mercury 


Sama halnya dengan Nike Ardilla, penyanyi pemilik nama asli Poppy Yusfida ini juga meninggal di usianya yang masih sangat muda, 21 tahun. Poppy Mercury lahir di Bandung pada tahun 1973.

Meski hanya sebentar menghiasi industri musik tanah air, sejumlah lagu hits andalannya seperti 'Surat Undangan', 'Antara Jakarta dan Penang', serta 'Hati Siapa Tak Luka' mampu membawa namanya bersinar dan melambung tinggi di dunia musik tanah air saat itu. Nama Poppy Mercury pun semakin dikenal publik. Tapi sayang, saat ia berada di puncak karirnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit yang dideritanya. 

9. Nicky Astria


Nicky Nastitie Karya Dewi atau lebih dikenal dengan nama Nicky Astria (lahir di Bandung, 18 Oktober 1967) adalah seorang penyanyi rock berkebangsaan Indonesia. Nicky Astria merupakan penyanyi unik dengan vokal range hingga 4 oktaf dengan jenis suara Power Soprano.

Nicky Astria juga pernah menjadi pemenang ajang Anugerah Musik Indonesia atau AMI Awards 2000 sebagai Penyanyi Rock Terbaik. Beberapa tembang lagu yang melambungkan namanya sebagai legenda musik rock Indonesia di antaranya yaitu Tangan-tangan Setan, Jarum Neraka, Mengapa, Bias Sinar, Misteri Cinta, Kau, dan lainnya.

10. Anie Carera


Lahir dengan nama Tri Nuryani di Madiun, Jawa Timur, pada 1 Juni1969), Anie Carera (juga biasa ditulis Annie Carera adalah seorang penyanyi pop Indonesia yang terkenal pada dekade '90-an. Pada tahun 1996, Anie Carera meluncurkan album "Cintaku Tak Terbatas Waktu" yang merupakan "The Biggest Album of Anie Carera". Album tersebut terjual lebih dari 1 juta keping di Indonesia dan Malaysia, serta menjadi Anie Carera Signature Song sampai saat ini. Lagu tersebut menjadi Top Air Play di radio-radio nasional sampai akhir dekade '90-an dan telah dibuat berbagai macam versi serta arransemen ulang.

Lagu-lagu lainnya yang juga hits di antaranya Aku Benci, Terperangkap dalam Duka Cintaku Takkan Berubah, dan lain sebagainya. 

11. Mayangsari


Mayangsari, atau pemilik nama lengkap Agustina Mayangsari adalah penyanyi pop berkebangsaan Indonesia kelahiran Purwokerto, 23 Agustus 1971. Bakatnya sebagai penyanyi sudah diturunkan dari kedua orang tuanya, sang ayah berprofesi sebagai dalang, sedangkan ibunya seorang sinden.

Namanya semakin melambung saat merilis album kedunya bertajuk Selamat Malam Cinta. Selama medio 1990-an, Mayangsari termasuk aktif meluncurkan album-album segar. Beberapa albumnya yang lain yakni Biarkan Saja (1994), Rasa Cintaku (1995), Beri Kesempatan (1996), Harus Malam Ini (1997), dan Kusalah Menilai (1999). Beberapa lagunya yang cukup populer di antaranya Tiada lagi, Kusalah Menilai, Harus Malam ini, dan lagu-lagu lainnya. 

12. Inke Christie


Rinni Chries Hartono atau yang lebih dikenal sebagai Inka Christie (lahir di Bandung, 20 Januari 1975) adalah penyanyi rock berkebangsaan Indonesia seangkatan dengan Nike Ardilla, Poppy Mercury dan lainnya.

Pada awalnya, ia sering kali ikut mengisi acara bersama penyanyi senior Tetty Kadi karena pada saat itu rumahnya Tetty Kadi di Jalan Sumbawa 27 menjadi tempat berkumpulnya penyanyi dan musisi Bandung. Setelah masuk dapur rekaman, namanya mulai dikenal setelah mengeluarkan single Cinta Kita bersama Amy Search pada tahun 1991 dan album Gambaran Cinta pada tahun 1992. Duetnya inilah yang semakin melejitkan namanya bahkan tak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di negeri jiran Malaysia. 

Itulah di antara beberapa penyanyi wanita era 80 hingga 90 an dengan lagu-lagu hitsnya yang masih sering terdengar hingga saat ini. Semoga bermanfaat. Sumber: wikipedia, dll. 

Selengkapnya
Tunku Abdul Rahman, Bapak Bangsa Pemersatu Malaysia

Tunku Abdul Rahman, Bapak Bangsa Pemersatu Malaysia


Setiap terjadi ketegangan rasial di Malaysia, Tunku Abdul Rahman mungkin orang yang paling sedih melihat kenyataan itu. Alasannya, ia adalah tokoh yang paling keras berupaya menjembatani jurang perbedaan ras di negaranya. Tunku yang dijuluki "Bapak Bangsa" atau "Bapak Kemerdekaan Malaysia", tidak sekedar mengantar Malaysia ke gerbang kemerdekaan pada 1957, tetapi juga merupakan arsitek konstitusi Malaysia yang unik. 

Ia merumuskan sebuah konstitusi yang menggabung sistem kerajaan dan parlemen sebagai cara untuk mencapai kompromi yang dapat diterima oleh semua warga. Hak istimewa bagi ras Melayu dihalalkan pada konstitusi ini dengan imbalan jaminan kewarganegaraan penuh bagi ras lainnya. Agama Islam dijadikan agama resmi negara, tetapi kebebasan menganut agama lainnya tetap dijaga. Kehidupan Tunku yang penuh warna itu memang sebuah latar belakang yang tepat untuk seorang pemersatu anak bangsa yang begitu tajam perbedaannya. 

Tunku Abdul Rahman
(1903 - 1990)

Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj lahir pada tanggal 8 Februari, 1903 di Alor Setar, Kedah. Tunku adalah anak ke-7 dari Sultan Abdul Hamid Halim Shah, penguasa ke-24 Kedah dengan istrinya yang keempat, Che Manjalara (née Nueng Nonthanakorn). Bersama dengan ibunya dan saudaranya yang lain, Tunku tinggal di istana. Sewaktu Tunku masih kecil, wabah penyakit kolera dan malaria sedang merajalela sehingga menyebabkan dua saudara Tunku dan kakak meninggal karena kolera, sementara Tunku sendiri menderita serangan malaria hingga akhirnya dia diungsikan ke London pada tahun 1920.

Pendidikan formal Tunku dimulai ketika Tunku berusia sekitar enam tahun di sekolah hanya SD Melayu di Alor Setar. Setelah itu, Tunku ikut saudara laki-lakinya pergi ke Bangkok untuk melanjutkan sekolahnya. Di Bangkok, Tunku diterima di Sekolah Debsirin. Pada tahun 1915, setelah saudara laki-lakinya meninggal akibat terkena pneunomia, Tunku memutuskan untuk kembali ke Malaysia. 

Sekembalinya ke istana, Tunku kemudian dimasukkan oleh ibunya ke Penang Free School. Di sekolah ini, Tunku berhasil memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studinya di Cambridge University. Pada tahun 1924, Tunku berhasil menyelesaikan ujiannya dengan baik dan lulus dengan gelar BA. Atas saran saudara laki-lakinya, Tunku yang sempat berniat pulang ke Malaysia mengurungkan niatnya dan kembali ke London untuk melanjutkan studinya di London pada tahun 1926.

Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian studinya, Tunku akhirnya kembali ke Malaysia dimana dia kemudian diterima menjadi pegawai negeri dan aktif dalam kegiatan perjuangan kemerdekaan Malaysia. Tunku melakukan langkah pertamanya di dunia politik dengan menjadi presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Dia kembali terpilih menjadi pemimpin partai tersebut melalui Kongres India Melayu pada tahun 1955. Di tahun itu juga, partai yang dipimpinnya itu berhasil keluar sebagi pemenang dalam pemilihan umum tahun 1955. Hal ini menjadikan Tunku diangkat sebagai perdana menteri pertama Malaysia. 

Sebagai Perdana Menteri, tugas pertama yang mesti dilaksanakan oleh Tunku adalah mengusahakan kemerdekaan Malasyia. Pada bulan Januari 1956, Tunku memutuskan untuk pergi ke London dan merundingkan kemerdekaan yang telah dijanjikan oleh pemerintah Inggris pada bulan Agustus 1957. Hingga akhirnya kemerdekaan didapatkan, Tunku Abdul Rahman menjadi Perdana Menteri pertama Persekutuan Tanah Melayu dari 1957 hingga 1963, dan Perdana Menteri Malaysia dari tahun 1963 hingga 1970.

Selain perannya dalam kemerdekaan, Perdana Menteri Malaysia pertama ini juga merupakan salah seorang pelopor pembentukan Barisan Nasional, yang merupakan gabungan partai berbagai ras, seperti UMNO (Melayu), MCA (Cina), dan MCI (India). Namun ironisnya, kerusuhan rasial terhebat di Malaysia (13 Mei 1969) justru terjadi pada masa kepemimpinannya, dan menjadi awal keruntuhan karier politiknya. Sesudah turun dari kursi Perdana Menteri pada 1970, Tunku yang kemudian menetap di Penang, aktif dalam kegiatan memajukan Islam. Ia pernah menjabat Sekjen Sekretariat Islam Internasional yang bermarkas di Arab Saudi. 

Sumber:
Majalah Konstitusi, edisi Juni 2011 No. 53 hlm. 82
https://m.merdeka.com/tunku-abdul-rahman-putra-al-haj/profil/

Selengkapnya