Kisah Sukses Perjalanan Hidup Jokowi Hingga Menjadi Presiden RI

Kisah Sukses Perjalanan Hidup Jokowi Hingga Menjadi Presiden RI

Tidak mudah memang menjadi figur seorang pemimpin, apalagi memimpin negara sebesar Indonesia. Berbagai pro dan kontra selalu mengiringi langkah Bapak Jokowi dalam menahkodai jalannya pemerintahan di negeri ini. Namun terlepas dari perbedaan pandangan politik yang ada, beliau tetap adalah seorang kepala negara yang wajib dihormati dan ditaati oleh rakyatnya. 

Sebagai motivasi dan penggugah semangat kita dalam berjuang menggapai kesuksesan, berikut ini sekelumit kisah perjalanan hidup Jokowi dari menjalani hidup sebagai orang biasa hingga berhasil menjadi sosok presiden di negeri kita tercinta ini. 

Jokowi Presiden RI
via shutterstock

Joko Widodo atau lebih dikenal dengan nama Jokowi lahir di Solo pada 21 Juni 1961 dari pasangan Notomihardjo dan Sujiatmi. Putra sulung dari empat bersaudara ini bukanlah berasal dari keluarga yang berkecukupan. Jokowi dibesarkan dari keluarga sederhana, bahkan dia pernah mengalami beberapa kali pindah rumah karena tempat tinggalnya digusur. Masa kecilnya dilalui dengan hidup prihatin dan besar di sekitar bantaran sungai sehingga ia mengetahui bagaimana menjadi orang miskin yang sebenarnya. 

Ayahnya, Notomihardjo adalah seorang pedagang kayu di pinggir jalan. Meski demikian, Jokowi tidak ingin menyusahkan kedua orang tuanya. Sejak duduk di sekolah dasar (SD), ia telah berupaya hidup mandiri dengan cara berdagang apa saja demi mengumpulkan rupiah demi rupiah. Ia bahkan lebih memilih untuk tetap berjalan kaki saat pergi ke Sekolah meskipun anak-anak lain pergi ke sekolah dengan menaiki sepeda. 

Berbagai pekerjaan lain seperti mengojek payung atau menjadi kuli panggul juga pernah ia lakoni untuk membiayai keperluan sekolah dan kebutuhan hidup lainnya. Hidup prihatin telah membawa Jokowi dalam suasana disiplin. Keadaan ini membuat Jokowi mampu menerjemahkan kehidupan prihatinnya melalui bahasa kemanusiaan bahwa dalam kondisi susah orang akan menghargai tindakan-tindakan manusiawi, di sinilah ia belajar untuk rendah hati. 

Saat menginjak usia 12 tahun, ia belajar untuk menekuni usaha penggergajian kayu. Latar belakang orang tuanya sebagai tukang kayu cukup membantunya dalam mengasah keahliannya. Keahlian inilah yang membawanya ingin lebih memahami lagi ilmu tentang kayu. Selepas SMA, Jokowi pun memutuskan untuk menimba ilmu di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Di perguruan tinggi ini, Jokowi dengan tekun mempelajari tentang struktur, pemanfaatan kayu, serta teknologinya. 

Setelah lulus kuliah, ia tetap menggeluti usaha penggergajian kayu. Namun dengan wawasan yang dimilikinya, Jokowi mampu mengembangkan usahanya tersebut hingga berhasil menjadi pengusaha mebel yang sukses. Kemajuan bisnis mebelnya ini tentu saja didorong oleh kerja keras dan kejujurannya dalam berbisnis. Dalam perkembangannya, produk mebelnya bahkan telah menembus pasar Eropa, Amerika, dan Timur Tengah.

Setelah sukses di dunia bisnis, Jokowi terjun ke dunia politik sebagai bentuk tanggung jawab moralnya untuk terus berkontribusi pada negara. Diawali dengan menjadi Walikota Solo pada periode 2005-2011, nama Jokowi kian melambung dalam kancah politik nasional. Pembawaannya yang sederhana, pekerja keras, serta gaya kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat luas untuk memberi dukungan kepadanya. 

Pada tahun 2012, bersama Basuki Cahaya Purnama, Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012-2017. Namun, belum genap masa jabatannya berakhir, banyak masyarakat menginginkan Jokowi untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Berbagai hasil survey yang diadakan jelang Pemilu Presiden 2014 menempatkannya pada urutan teratas sebagai tokoh yang paling populer sebagai calon presiden. 

Pada Pilpres 2014, dengan diusung oleh PDI Perjuangan, PKB, Partai Nasdem dan Hanura, Joko Widodo pun terpilih sebagai Presiden ke 7 Republik Indonesia untuk masa bhakti 2014-2019. Jokowi menjadi Presiden Indonesia pertama sepanjang sejarah yang bukan berasal dari latar belakang elite politik atau militer Indonesia. Pada Pilpres 2019, Joko Widodo kembali terpilih untuk kedua kalinya sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2019 hingga 2024. (dirangkum dari berbagai sumber

Selengkapnya
R. Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut, Perintis Bidang Pertambangan di Indonesia

R. Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut, Perintis Bidang Pertambangan di Indonesia

Sejarah pertambangan dan geologi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran Raden Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut. Keduanya merupakan tokoh perjuangan yang berjasa besar dalam membangun kelembagaan tambang dan geologi nasional pada masa awal kemerdekaan Indonesia. 

pahlawan pertambangan Indonesia

Raden Soenoe Soemosoesastro (lahir 5 Oktober 1913 di Klaten, Jawa Tengah) dan Arie Frederik Lasut (lahir 6 Juli 1918 di Minahasa, Sulawesi Utara), keduanya adalah sedikit dari pemuda Indonesia yang menaruh minat pada bidang geologi dan pertambangan pada masa itu. 

Pertemuan R. Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut terjadi ketika keduanya menjadi peserta Asistent Geologen Cursus (Kursus Asisten Geologi) angkatan pertama yang diselenggarakan oleh Dienst van den Mijnbouw pada tahun 1939 hingga tahun 1941. Setelahnya, keduanya kemudian diangkat menjadi pegawai Mijnbouw, Dinas Pertambangan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Jepang, Mijnbouw berganti nama menjadi Chisitsu Chosasho

Pasca kemerdekaan, tepatnya pada 28 September 1945, sekelompok pemuda yang dipelopori oleh Raden Soenoe Soemosoesastro, Arie Frederik Lasut, dan Sjamsoe M. Bahroem mengambil alih paksa kantor Chisitsu Chosasho dari pihak Jepang. Sejak saat itu, Chisitsu Chosasho kemudian berganti nama menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi yang dipimpin oleh Raden Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut. 

Selama perang kemerdekaan (Desember 1945-Desember 1949), kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi sempat berpindah-pindah tempat. Untuk mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, Raden Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik Lasut kemudian mendirikan Sekolah Pertambangan Geologi Tinggi (SPGT), Sekolah Pertambangan Geologi Menengah (SPGM), dan Sekolah Pertambangan Geologi Pertama (SPGP). 

Untuk menghargai jasa-jasa serta perjuangan kedua tokoh tersebut dalam memperjuangkan bidang pertambangan di Indonesia, maka pemerintah indonesia menetapkan tanggal 28 September sebagai Hari Pertambangan dan Energi. Penetapan tanggal ini diambil berdasarkan peristiwa saat para tokoh geologi dan pertambangan mengambil alih kantor jawatan dari pihak Jepang. Penetapan ini juga tersurat dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No 22 Tahun 2008.

Selengkapnya
Profil Singkat Jenderal Besar A. H. Nasution

Profil Singkat Jenderal Besar A. H. Nasution

Abdul Haris Nasution (biasa disingkat A. H. Nasution) adalah sosok pahlawan nasional Indonesia yang menerima pangkat kehormatan sebagai Jenderal Besar bersama Sudirman dan Soeharto. Ia juga merupakan tokoh penentang ideologi komunisme di Nusantara sehingga namanya menjadi salah satu target penculikan oleh gerombolan G-30-S/PKI. Ia berhasil lolos dari upaya penculikan tersebut. Namun putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban dari gerakan tersebut.

Jenderal A.H. Nasution
via sorotindonesia.com

A. H. Nasution lahir pada 3 Desember 1918 di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara dari keluarga Batak Muslim. Ia merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Abdul Halim Nasution (ayah) dan Zahara Lubis (ibu). Ayahnya adalah seorang pedagang tekstil, karet dan kopi, dan merupakan anggota dari organisasi Sarekat Islam. 

Sejak kecil, A.H Nasution dikenal memiliki kegemaran membaca cerita-cerita sejarah. Ia melahap buku-buku sejarah mulai dari kisah Nabi Muhammad SAW hingga sejarah perang kemerdekaan Belanda dan Prancis. Ia memulai pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan tamat pada tahun 1932. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan menengahnya dan tamat pada tahun 1935. Selanjutnya, ia melanjutkan sekolahnya di sekolah guru dan lulus pada tahun 1938. Setelah lulus, ia sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang selama dua tahun. 

A. H. Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas, demikian sebutannya, dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilyanya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal berjudul Fundamentals of Geurilla Warfare. Buku tersebut telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa asing dan dijadikan sebagai buku wajib Akademi Militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia di West Point, Amerika Serikat.

Selain itu, A. H. Nasution juga dikenal sebagai penggagas Dwifungsi ABRI. Konsep Dwifungsi ABRI menempatkannya sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sosial politik. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di bawah kendali sipil, tetapi pada saat yang sama tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer. Konsep ini disampaikannya pada tahun 1958 dan kemudian diadopsi selama pemerintahan Soeharto. 

Keterlibatannya dalam dunia militer bermula ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia pun turut serta sebagai siswanya. Selepas dari pendidikan tersebut, A. H. Nasution menjadi pembantu letnan dan ditempatkan di Surabaya. Pertempuran pertamanya terjadi pada tahun 1942 saat pasukannya melawan tentara Jepang di Suarabaya. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat pada Maret 1946. 

Pada bulan Mei 1946, ia diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi yang memelihara keamanan Jawa Barat. Dalam posisi ini, ia mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada masa depan. Pada Februari 1948, ia ditunjuk menjadi Wakil Panglima Besar (orang kedua setelah jenderal Soedirman). Sebulan kemudian jabatan tersebut dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Pada September 1948, ia dan pasukannya berhasil menumpas pemberontakan PKI pimpinan Musso di Madiun. Di penghujung tahun 1949, A. H. Nasution diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat. 
Ketika peristiwa G30/S PKI meletus pada tahun 1965, A.H Nasution menjadi salah satu target penculikan PKI bersama beberapa jenderal lainnya. Namun ia berhasil lolos dari upaya penculikan tersebut setelah melompati jendela rumahnya. Sayangnya, ia harus kehilangan putrinya, Ade Irma Suryani. Putrinya terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Selain itu, seorang ajudannya yaitu Letnan Satu Pierre Andreas Tendean menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan A. H. Nasution.

Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Nasution dianugerahi pangkat Jenderal Besar bintang lima. A. H. Nasution menikah dengan Johana Sunarti dan dikaruniai dua orang anak perempuan yaitu Hendrianti Saharah dan Ade Irma Suryani yang wafat ketika G30S/PKI meletus. A. H. Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (diolah dari berbagai sumber)

Selengkapnya
Kisah Mbah Moedjair, Sang Penemu Ikan Mujair

Kisah Mbah Moedjair, Sang Penemu Ikan Mujair

Saat saya memposting artikel tentang beberapa jenis ikan budidaya, ada satu hal membuat saya penasaran yaitu ketika pada pembahasan ikan mujair. Beberapa sumber menyebutkan bahwa dahulu ikan ini ditemukan oleh pak Mujair sehingga kemudian dinamakan ikan Mujair. Awalnya, saya mengira ini semacam cerita dari mulut ke mulut yang dipercayai hingga saat ini. Namun ketika saya coba mencari tahu tentang hal ini, ternyata kisah tersebut memang benar-benar nyata dan tercatat dalam sejarah.

mbah Mudjair

Kisah Inspiratif Mbah Moedjair 

Mbah Moedjair, atau pemilik nama asli Iwan Dalauk adalah sosok yang berjasa besar dalam mengawali budidaya ikan mujair di Nusantara. Beliau adalah warga dusun Papungan, desa Kuningan, kecamatan Kanigoro, Blitar yang pertama kali menemukan dan membudidayakan ikan mujair pada zaman Hindia Belanda. Mbah Moedjair adalah putra dari pasangan Bayan Isman dan Rubiyah yang lahir pada tahun 1890 di desa Kuningan, dekat kota Blitar, Jawa Timur. Sang penemu ikan mujair ini meninggal pada September 1957 dan dimakamkan di Blitar. 

Pada mulanya, ikan mujair merupakan ikan air asin yang sengaja dikembangbiakan oleh mbah Moedjair melalui percobaan habitat. Sebelum menemukan ikan ini, awalnya mbah Moedjair diajak acara tirakatan oleh Kepala Desa Papungan pada tanggal 1 Suro di pantai Serang. Setibanya di muara sungai pantai Serang, mbah Moedjair melihat ikan unik yang memasukkan anak-anaknya ke dalam mulutnya saat bahaya mengancam. Karena penasaran, mbah Moedjair pun berniat membawa pulang ikan-ikan ini untuk dipeliharanya. Ia menggunakan kain udeng (ikat kepala) yang biasa beliau pakai untuk menangkap ikan-ikan tersebut. 

Dengan ditemani oleh 2 orang temannya, Mbah Moedjair pun membawa pulang ikan ini ke desa Papungan. Namun sayangnya, ikan-ikan tersebut mati sewaktu dimasukkan ke kolam air tawar yang berada di halaman rumahnya. Tidak heran, habitat ikan ini berasal dari air asin sehingga tidak cocok dengan air tawar. Meski begitu, mbah Moedjair tidak menyerah, ia berusaha sekuat tenaga untuk mengupayakan ikan ini agar bisa hidup di air tawar. Ia pun melakukan beberapa kali percobaan untuk membuat ikan ini mampu bertahan hidup di air tawar.  

Kabarnya, mbah Moedjair sampai harus bolak balik Papungan - Serang yang berjarak sekitar 35 km dari rumahnya. Ia rela berjalan kaki dengan melewati hutan belantara, naik turun bukit dan akses jalan yang sulit, serta memakan waktu dua hari dua malam untuk mengambil lagi spesies ikan ini dari Pantai Serang. Ia menggunakan gentong dari tanah liat untuk membawa pulang ikan-ikan ini. 

Mbah Moedjair melakukan percobaan dengan cara sedikit demi sedikit menurunkan kadar air asinnya. Ia mencampurkan air laut yang asin dengan air tawar secara terus menerus dengan tingkat konsentrasi air tawar semakin lama semakin lebih banyak dari air laut, hingga kedua jenis air yang berbeda ini dapat menyatu. Berulang kali bolak balik antara Papungan - Serang, usahanya ini akhirnya membuahkan hasil pada percobaannya yang ke 11. Empat ekor ikan jenis baru ini akhirnya mampu beradaptasi dengan habitat air tawar.

Empat ekor ikan ini kemudian beliau kembangbiakkan hingga akhirnya beranak pinak dan bisa mempunyai 3 kolam. Hasil budidayanya ini juga beliau bagikan ke tetangganya dan sebagian lagi dijual. Keberhasilannya ini kemudian terdengar pihak penguasa hingga akhirnya Pemerintah Belanda melalui Asisten Residen Kediri pun tertarik untuk mendatanginya. Asisten Residen Kediri yang merupakan seorang peneliti mengatakan bahwa ikan temuan Mbah Moedjair ini berasal dari perairan Afrika. 

Dari peristiwa inilah Asisten Residen kemudian menamai ikan ini dengan nama ikan mujair untuk menghormati jerih payah Mbah Moedjair. Masyarakat sekitar pun menyebut ikan ini dengan sebutan ikan mujair sesuai nama penemunya yakni Mbah Moedjair. Menurut harian Pedoman edisi 27 Agustus 1951, pemerintah juga mengapresiasi usaha mbah Moedjair ini dengan memberinya santunan sebesar Rp 6,- per bulan. Begitu pula pada masa pendudukan Jepang, mbah Moedjair diangkat sebagai pegawai negeri tanpa harus mendapat beban kerja.

Tidak hanya itu saja, berbagai penghargaan pun diterima Mbah Moedjair atas temuan dan hasil kerja kerasnya ini. Pada 17 Agustus 1951, Kementerian Pertanian Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada Mbah Moedjair. Ia menerima surat tanda jasa dari Kementerian Pertanian atas jasanya sebagai penemu dan perintis perkembangan ikan mujair. Selain itu, ia juga mendapatkan penghargaan lain dari Eksekutif Comitte Indo Pasifik Fisheries Council pada 30 Juni 1954.

makam Mbah Moedjair
via kontenpedia.com

Untuk mengenang jasa-jasanya, pada tahun 1960, atas inisiatif Departemen Perikanan Indonesia, makam Mbah Moedjair pun dipindahkan ke area khusus yang difungsikan sebagai makam keluarga. Pada nisan makamnya, tertulis "MOEDJAIR, PENEMU IKAN MUDJAIR DI PANTAI SERANG TGL. 25 MARET 1936" disertai dengan gambar relief ikan mujair di bawahnya. Kini, warisan peninggalan Mbah Moedjair pun telah menjadi ikan populer dan banyak ditemukan di kolam-kolam, sungai, telaga, waduk, dan danau di seluruh Indonesia. (diolah dari berbagai sumber

Selengkapnya
H.O.S Tjokroaminoto, Guru Bagi Para Aktivis Pergerakan di Indonesia

H.O.S Tjokroaminoto, Guru Bagi Para Aktivis Pergerakan di Indonesia

Sejarah mencatat sosok bernama H.O.S Tjokroaminoto sebagai salah seorang guru bangsa, guru bagi para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia, sekaligus salah satu pelopor pergerakan di indonesia ketika menjadi pimpinan organisasi pertama di Indonesia yaitu Sarekat Islam (SI). Pada tahun 2015 lalu, sebuah film dengan judul Guru Bangsa: Tjokroaminoto juga telah dibuat dengan mengangkat sebagian kisah dari sosok besar ini. 

Cokroaminoto

Haji Oemar Said Tjokroamimoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1882 dan meninggal dunia di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Terlahir dari 12 bersaudara, ayahnya bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Sementara kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro II, juga pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo pada 1882 - 1914.

Semasa kecil, ia yang akrab dipanggil Oemar Said mulai mengenyam pendidikannya di sekolah Belanda yang khusus diperuntukkan untuk orang Belanda dan para pejabat pemerintahan. Oemar Said menyelesaikan pendidikannya di OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), sekolah Administrasi Pemerintahan yang dikenal sebagai pencetak para pegawai-pegawai pemerintahan kolonial Belanda di Magelang pada tahun 1902.

Setelah lulus, Oemar Said kemudian bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi selama sekitar tiga tahun. Selanjutnya, ia pindah ke Surabaya pada tahun 1906 dan memutuskan untuk menetap di sana. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijke Avondschool (Sekolah Teknik Mesin). Tahun berikutnya, ia kemudian bekerja sebagai seorang teknisi yang kemudian diangkat sebagai ahli kimia di pabrik gula di wilayah Rogojampi, Jawa timur. Sembari bekerja, HOS Tjokroaminoto juga rajin menulis artikel pada harian Bintang Surabaya.

Pelopor Pergerakan dan Guru Bagi Para Pemimpin Besar Indonesia

Bergelar De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota", Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia lewat organisasi Sarekat Islam yang dipimpinnya. Sarekat Islam sendiri pada mulanya merupakan sebuah perkumpulan para pedagang Islam bernama Sarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh H. Samanhudi di kota Solo pada tahun 1905. Organisasi ini didirikan dengan tujuan menentang politik Belanda yang membiarkan banyaknya pedagang asing yang masuk ke Nusantara sehingga kemudian menguasai sendi perekonomian rakyat kala itu.

Setelah HOS Tjokroaminoto bergabung, pada tanggal 18 September 1912, SDI kemudian diubah menjadi SI (Sarekat Islam) dan HOS Tjokroaminoto diangkat sebagai ketuanya. Pusat perjuangan Sarekat Islam kemudian juga dipindahkan dari kota Solo ke kota Surabaya. Sejak saat itu, lingkup perjuangan SI yang awalnya hanya di bidang perdagangan pun sudah merambah ke panggung politik yang menghendaki persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia sebagai satu bangsa.

Sebagai sosok berpengaruh, HOS Tjokroaminoto telah menjadi guru bagi para tokoh-tokoh pergerakan dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ia juga merupakan guru bagi nasionalisme dan aktivis pergerakan di Indonesia. Rumahnya menjadi kost bagi para pelajar yang melanjutkan sekolah di Surabaya. Di antara para pelajar tersebut di kemudian hari tercatat sebagai tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno, Semaun, Alimin, Musso, dan S. M. Kartosoewirjo. Tokoh-tokoh tersebut adalah pencetus tiga ideologi politik berbeda yang kelak dianut oleh bangsa Indonesia.

Selain itu, rumah HOS Tjokroaminoto juga dipergunakan sebagai tempat berdiskusi berbagai hal yang berkaitan dengan politik. Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan dan KH. Mas Mansyur sering bertukar pikiran. Bisa dikatakan, rumah Tjokroaminoto merupakan tempat berkumpulnya para tokoh-tokoh pergerakan, baik nasionalis, agama, maupun tokoh kiri. Meskipun berbeda ideologi, tujuan mereka semua satu, yakni kemerdekaan Indonesia. Dari sebuah ruangan sederhana di rumah Tjokroaminoto itulah, berbagai ide-ide awal Indonesia merdeka dicetuskan dan didiskusikan.

Soekarno, Kartosuwiryo, Musso, Alimin, Darsono, Semaun hingga Tan Malaka menganggap H.O.S Tjokroaminoto sebagai guru besar mereka. Di rumahnya, mereka akrab satu sama lain dan belajar banyak mengenai semangat kebangsaan dari HOS Tjokroaminoto. Maka tidak heran jika di kemudian hari pertarungan antara kelompok Nasionalisme yang dipimpin oleh Soekarno dan kelompok Islam yang dipimpin oleh Kartosoewirjo serta komunis yang dipimpin oleh Musso dan Alimin merupakan pertarungan antara murid-murid Tjokroaminoto.

HOS Tjokroaminoto menikah dengan Raden Ajeng Soeharsikin dan dikaruniai putra-putri bernama Siti Oetari, Oetaryo Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, Siti Islamiyah, dan Ahmad Suyud. Setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin, HOS Tjokroaminoto meninggal dunia pada 17 Desember 1934 dan jasadnya dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa dan perjuangannya, H.O.S Tjokroaminoto dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

Selengkapnya
Mahatma Gandhi dan Ajaran-Ajarannya

Mahatma Gandhi dan Ajaran-Ajarannya

Semangat nasionalisme rakyat India dalam memperjuangkan kemerdekaannya telah memunculkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah India. Salah satu yang begitu berpengaruh adalah tokoh bernama Mahatma Gandhi. Dia adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus India yang mempunyai peran penting dalam Gerakan Kemerdekaan India. Begitu berpengaruhnya, masyarakat India bahkan menetapkan Mahatma Gandhi sebagai Bapak Kemerdekaan India.

Mahatma Gandhi

Mahatma Gandhi lahir di Porbandar, negara bagian Gujarat, India pada 2 Oktober 1869 dan meninggal di New Delhi, India, 30 Januari 1948 pada usia 78 tahun. Nama kecilnya adalah Mohandas Karamchand Gandhi dan merupakan putra dari seorang politisi senior bernama Karamchand Gandhi. Saat remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Dia juga pernah menjadi pengacara di Afrika Selatan (1893–1914) dan terjun menjadi seorang aktivis politik agar dapat mengubah hukum-hukum yang bersifat diskriminatif.

Ketika kembali ke India, Mahatma Gandhi ikut membantu dalam proses kemerdekaan India dari jajahan Inggris. Ia adalah salah satu dari sekian banyak pemimpin India yang dikenal sebagai tokoh yang penuh dengan kedamaian. Gandhi dikenal sebagai seorang sosok yang memimpin rakyat India untuk lepas dari belenggu penjajahan Inggris dengan berasaskan kedamaian. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat sederhana, yakni berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional, yakni kebenaran dan non-kekerasan.

Meski dia seorang Hindu, Gandhi juga dikenal menyukai pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain termasuk Islam dan Kristen. Dia percaya bahwa manusia dari segala agama harus mempunyai hak yang sama dan hidup bersama secara damai di dalam satu negara. Sementara dalam perjuangannya, Gandhi meninggalkan kekerasan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan kemerdekaan. Hal ini terlihat dari salah satu ajarannya yaitu ahimsa (gerakan anti kekerasan yang melarang membunuh).

Selain itu, Mahatma Gandhi juga dikenal sebagai seorang pejuang bagi hak asasi wanita dengan menentang pernikahan dini. Namun, selain mendapatkan sanjungan sebagai pemimpin ulung, Gandhi juga memiliki banyak musuh. Gandhi ditembak oleh Nathuram Godse ketika ia hendak beribadah pada tanggal 30 Januari 1948. Nathuram Godse merupakan seorang nasionalis ekstrimis Hindu yang tidak setuju dengan keputusan Gandhi terhadap Pakistan.

Sebagai seorang tokoh berpengaruh dalam pergerakan kemerdekaan di India, Mahatma Gandhi mengajarkan banyak hal kepada umat manusia lewat ajaran-ajarannya. Berikut ini adalah beberapa ajaran dari Mahatma Gandhi.

1. Swadesi

Swadesi berarti hidup dengan usaha sendiri. Swadesi adalah gerakan untuk mempergunakan produksi sendiri dan tidak menggantungkan kepada produk bangsa lain. Tiap bangsa harus berusaha untuk membangun bangsanya sendiri dengan kekuatan sendiri. Gerakan swadesi menganjurkan untuk menenun dan memakai pakaian buatan sendiri dan melarang memakai pakaian orang asing.

2. Satyagraha

Satyagraha berarti tetap setia kepada kebenaran. Satyagraha juga dikenal sebagai gerakan nonkooperasi, artinya tidak bekerja sama dengan segala sesuatu yang dianggap tidak benar. Kalau pemerintahan Inggris dianggap tidak benar, maka rakyat India juga tidak boleh bekerja sama dengan mereka.

3. Ahimsa

Ahimsa adalah gerakan anti kekerasan yang melarang pembunuhan. Menentang sesuatu yang salah dengan kekerasan berarti melayani apa yang ditentangnya itu. Oleh karena itu, jika apa yang ditentang itu dianggap sepi, maka sesuatu yang ditentang itu akan kehilangan kekuatannya. Ahimsa berarti tidak berbuat apa-apa bukan karena takut melainkan karena jiwa yang luhur. Artinya, Ahimsa mengalahkan lawan dengan kekuatan batin.

4. Hartal

Hartal berarti berkabung karena adanya kejadian yang menyedihkan. Hartal juga berarti tanda protes terhadap sesuatu yang dipandang tidak baik. Bisa juga diartikan meletakkan pekerjaan sebagai tanda protes terhadap peraturan yang dianggap kurang adil. Protes ini mereka lakukan dengan cara tidak berbuat apa-apa (mogok massal).

Dari kesemuanya, gerakan swadesi ternyata mampu meningkatkan perekonomian bangsa India. Gerakan ini juga cukup efektif untuk mengadakan perlawanan terhadap imperialisme Inggris. Sebagai tanda penghormatan terhadap gerakan swadesi, maka gambar "roda pemintal" kemudian disematkan pada bendera kebangsaan India yang mulai berkibar pada tanggal 15 Agustus 1947.

bendera India

Memang betul bahwa cinta terhadap produksi dalam negeri merupakan bagian dari penerapan semangat nasionalisme pada masa kini. Oleh karenanya, sudah sepatutnya pula bagi setiap warga negara untuk mencintai produksi dalam negerinya sendiri. Bukankah kita juga menginginkan industri bangsa kita lebih maju dan berkembang?.

Selengkapnya
Profil Sastrawan: Sapardi Djoko Damono

Profil Sastrawan: Sapardi Djoko Damono

SDD

Dalam dunia sastra tanah air, siapa yang tak kenal dengan Sapardi Djoko Damono. Sastrawan kebangsaan Indonesia ini dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan. Dalam karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono dikenal selalu memasang diksi-diksi yang tepat sehingga terkesan sederhana namun sarat makna. "Hujan Bulan Juni" dan "Aku Ingin" adalah dua di antara karya monumentalnya yang cukup populer baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang memberi sumbangan besar pada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar guru besar Fakultas ilmu Pengetahuan Budaya UI ini adalah melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di zaman para pujangga baru seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.

Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini mengaku tak pernah berencana menjadi penyair. Dia berkenalan dengan puisi pun secara tidak sengaja. Sejak masih belia, putra Sadyoko dan Apariyah itu sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisan. Bahkan, ia pernah menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya pada sastra sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di Fakuktas Sastra UGM.

Anak sulung dari dua bersaudara abdi dalem Keraton Surakarta itu mungkin mewarisi jiwa seni dari kakek dan neneknya. Kakeknya dari pihak ayah pintar membuat wayang hanya sebagai kegemaran dan pernah memberikan sekotak wayang kepada sang cucu. Nenek dari pihak ibunya gemar menembang (menyanyikan puisi jawa) dari syair yang dibuat sendiri. "Tapi, saya tidak bisa menyanyi, suara saya jelek", ujar bekas pemegang gitar melodi band FS UGM Yogyakarta itu. Sadar akan kelemahannya, Sapardi kemudian mengembangkan diri sebagai penyair.

Selain menjadi penyair, ia juga melaksanakan cita-cita lamanya yaitu menjadi dosen. "Jadi dosen kan enak, kalau pegawai kantor harus duduk dari pagi sampai petang", ujar lulusan jurusan Sastra Barat FS&K UGM ini. Begitu meraih gelar Sarjana Sastra pada 1964, ia mengajar di IKIP Malang Cabang Madiun selama empat tahun, dilanjutkan di Universitas Diponegoro, Semarang, juga selama empat tahun. Sejak tahun 1974, Sapardi mengajar di FS UI.

Sapardi menulis puisi sejak kelas 2 SMA. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah budaya, dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. Beberapa karyanya yang sudah berada di tengah-tengah masyarakat antara lain Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau, dan Aquarium (1974).

Sebuah karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta, serta kumpulan sajak Sihir Hujan - yang ditulisnya ketika ia sedang sakit - memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra berupa uang sejumlah Rp 6, 3 juta saat memperoleh saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia itu langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu, ia juga pernah memperoleh penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.


Para pengamat menilai, sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian. "Pada Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan, bersama kehidupan itu pula lah maut tumbuh", tulis Jakob Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984.

Bekas Anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esai dan kritik. Sapardi, yang pernah menjadi redaktur Basis dan bekerja di redaksi Horison berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi, tematik dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada pembaruan di Indonesia. Akan tetapi, di dalam tema belum banyak.

Penyair yang pernah kuliah di Universitas Hawaii, Honolulu, AS ini juga menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas, tahun 1978. Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel, serta menerjemahkan berbagai sastra asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap pengembangan sastra di tanah air. Selain menjembatani karya asing kepada pembaca sastra, ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru.

Dengan kepekaan dan wawasan seorang sastrawan, Sapardi ikut mewarnai karya-karya terjemahannya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina Klasik, dan Puisi Parsi Klasik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu, dia menerjemahkan karya asing seperti karya Hemingway, The Old Man and The Sea, Daisy Manis (Henry James), semuanya pada tahun 1970 - an. Juga sekitar 20 naskah drama, seperti Syakuntala karya Kalidasa, Murder in Cathedral karya T. S. Elliot, dan Morning Become Electra, sebuah trilogi karya Eugene O'Neill.

Sumbangsih Sapardi juga cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar, aktif sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi Dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar di Fakultas Sastra.

Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh kepuasan finansial. Kegiatan menulis adalah sebagai waktu istirahat, saat dia ingin melepaskan diri dari rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Menikah dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua anak yaitu Rasti Suryandani dan Rizki Henriko. Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di Tangerang Selatan pada Minggu, 19 Juli 2020 dalam usia 80 tahun. Namanya terukir indah sebagai salah seorang penyair dan pujangga tanah air yang karya-karyanya akan selalu dikenang dalam berbagai kajian sastra.
 
Selengkapnya
Profil Singkat Sir Muhammad Iqbal dan Sumbangsihnya

Profil Singkat Sir Muhammad Iqbal dan Sumbangsihnya

Muhammad Iqbal

Sir Muhammad Iqbal (juga dikenal sebagai Allama Iqbal) adalah seorang penyair, filsuf, dan pembaharu pemikiran Islam abad 20 M. Titel Sir di depan namanya merupakan gelar bangsawan yang beliau peroleh dari Raja George V pada tahun 1922. Sebagai penyair klasik, beliau dikenal sebagai Shair-e-Mushriq (Penyair dari Timur) yang dikagumi oleh sarjana-sarjana sastra baik dari Pakistan, India, maupun secara internasional. 

Sebagai pembaru gerakan Islam yang mengilhami berdirinya negara Pakistan, Muhammad Iqbal juga disebut sebagai Muffakir-e-Pakistan (The Inceptor of Pakistan) dan Hakeem-ul-Ummat (The Sage of the Ummah). Sementara di Iran dan Afganistan, beliau juga terkenal sebagai Iqbāl-e Lāhorī (Iqbal dari Lahore), dan sangat dihargai atas karya-karyanya yang berbahasa Persia.

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877 dan wafat di Lahore, 21 April 1938 pada usia 60 tahun. Meskipun bukan berasal dari keluarga berada dan berpendidikan tinggi, keluarganya menanamkan nilai-nilai Islam pada Iqbal sedari kecil. Ayahnya, Nur Muhammad adalah seorang Muslim saleh yang telah mendorong Muhammad Iqbal untuk menghafal Al Qur'an secara teratur.

Muhammad Iqbal memperoleh pendidikan pertama di Murray College di Sialkot. Kemudian melanjutkan studinya di Government College Lahore, dan memperoleh gelar Master of Art (MA). Pada tahun 1905, beliau berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studinya dalam bidang filsafat Barat di Trinity College, Universitas Cambridge. Selain itu, beliau juga mengikuti kuliah-kuliah hukum di Lincoln's Inn, London. Dua tahun kemudian, beliau pindah ke Munchen, Jerman, untuk memperdalam studi filsafatnya di Universitas Munchen dan memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D).

Sumbangan pemikiran Muhammad Iqbal antara lain menjelaskan bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
  1. Hancurnya Baghdad yang pernah menjadi pusat politik, kebudayaan, dan pusat kemajuan pemikiran umat Islam pada pertengahan abad ke 13.
  2. Timbulnya paham fatalisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib dan tidak mau bekerja keras.
  3. Sikap jumud (statis) dalam pemikiran Islam.
Menurut Muhammad Iqbal, jika umat Islam ingin maju, maka mereka harus:
  1. Mengetengahkan konsep ijtihad dan paham dinamisme Islam.
  2. Perlunya negara tersendiri bagi umat Islam India, terpisah dari negara Hindu. Konsep ini menyebabkan beliau juga dijuluki sebagai Bapak Pakistan.
Atas jasa-jasa dan kontribusinya tersebut, Pemerintah Pakistan juga menghargainya sebagai "Penyair Nasional" hingga hari ulang tahunnya dijadikan sebagai hari libur di Pakistan.

Muhammad Iqbal merupakan sosok cendekiawan Muslim yang sukses. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
  • Guru bahasa Arab di Universitas London selama enam bulan. 
  • Pada tahun 1908, beliau kembali ke Lahore dan menjadi pengacara. 
  • Menjadi dosen filsafat dan sastra Inggris di Government College Lahore. 
  • Memberikan ceramah-ceramah di Hyderabad Madras dan Aligarh. Kumpulan ceramah beliau tersebut kemudian disusun dalam sebuah buku yang berjudul "The Reconstruction of Religious Thought of Islam" (Rekonstruksi Pemikiran Islam). 
  • Banyak menulis buku yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti bahasa Jerman, Prancis, Inggris, Arab, Rusia, Italia, dan Indonesia. 
Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam abad ke-20, pemikiran dan pandangan Muhammad Iqbal banyak memberikan sumbangan bagi dunia Islam, terutama dalam bidang sastra. Karya-karya Muhammad Iqbal di antaranya yaitu Asrar-e-Khudi, Rumuz-i-Bekhudi, Payam-i-Mashriq dan Zabur-i-Ajam. Sementara Bang-i-Dara, Bal-i-Jibril, Zarb-i Kalim dan bagian dari Armughan-e-Hijaz merupakan karya Urdu-nya yang paling dikenal.

Selain bidang sastra, karya-karya Iqbal lainnya di antaranya yaitu Ilmu Al-Iqtishad (Ilmu Ekonomi), Development of Metaphysics in Persia: A Contribution to the History of Moslem Philosophy (Perkembangan Metafisika Persia; Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat Islam), dan sebagainya. (diolah dari berbagai sumber

Selengkapnya