Menyambut Fenomena Alam Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016

Menyambut Fenomena Alam Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016

Gerhana Matahari Total

Beberapa hari ini sejumlah media surat kabar baik cetak maupun elektronik banyak mewartakan mengenai munculnya gerhana matahari yang akan terjadi pada besok rabu 9 maret 2016. Sejumlah Peneliti, pemerintah dan masyarakat luas mulai bersiap menyambut gerhana matahari total ini. Bahkan sejumlah event juga diselenggarakan dalam rangka menyambut terjadinya fenomena alam ini. Beberapa daerah juga memasukkan moment ini dalam kalender destinasi wisata mereka dalam menarik pengunjung atau wisatawan yang ingin menyaksikan langsung munculnya fenomena alam ini. Apa yang membuatnya istimewa sehingga banyak yang hendak meliput peristiwa alam ini?.

Munculnya gerhana merupakan fenomena kosmik yang menunjukkan kebesaran Allah. Oleh karenanya, untuk mengingat Allah Sang Maha Pencipta, umat muslim disunnahkan melakukan salat sunah khusus gerhana selama terjadinya fenomena gerhana ini. Gerhana matahari merupakan salah satu fenomena alam yang selalu menarik perhatian manusia sejak dahulu. Namun, yang membuat peristiwa gerhana yang diperkirakan terjadi besok rabu pagi 9 maret ini lebih istimewa adalah karena wilayah daratan yang dilalui gerhana total ini hanya berada di wilayah Indonesia.

Gerhana matahari total dianggap sebagai salah satu fenomena alam paling mengesankan yang terjadi di Bumi. Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, Gerhana matahari total ini pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, yaitu pada 1983, 1988, dan 1995. Gerhana matahari total yang akan terjadi pada 9 Maret 2016 diperkirakan baru akan terjadi lagi pada 2023.

Sebenarnya, selain di Indonesia, negara lain seperti India dan Nepal juga akan mengalami gerhana matahari, akan tetapi hanya bersifat parsial. Begitu juga Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini hanya akan dapat menyaksikan lebih dari 50% gerhana parsial. Sedangkan Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Thailand akan melihat sekitar 50% gerhana matahari parsial. Sementara Australia, China, Jepang dan Alaska akan mendapatkan kurang dari 50% gerhana parsial.

Jalur totalitas gerhana membentang dari Samudra Hindia hingga utara Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat. Jalur gerhana itu selebar 155-160 kilometer dan terentang sejauh 1.200-1.300 kilometer, yang kali ini melintasi 12 provinsi di Indonesia. Artinya, gerhana matahari total ini akan bisa disaksikan dengan jelas di 12 provinsi dari Indonesia bagian barat sampai timur. Provinsi-provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Selain itu, juga bisa disaksikan di wilayah lain, seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah, serta Maluku Utara. Namun, tidak semua daerah di provinsi itu dilintasi jalur totalitas gerhana.

Untuk wilayah Indonesia bagian barat, waktu puncak terjadinya gerhana adalah pada pukul 07.20 WIB. Untuk Indonesia bagian tengah, puncak gerhana matahari total akan terjadi pada pukul 08.35 WITA. Sedangkan untuk Indonesia bagian timur, puncak gerhana ini akan terlihat pada pukul 09.50 WIT.

Di pusat jalur gerhana, gerhana total terpendek terjadi di Seai, Pulau Pagai Selatan, Sumatera Barat, yaitu selama 1 menit 54 detik dan terpanjang terjadi di Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, yaitu selama 3 menit 17 detik. Totalitas gerhana terlama terjadi di satu titik di atas Samudra Pasifik di utara Papua Nugini yaitu selama 4 menit 9 detik. Sedangkan di wilayah Indonesia barat, gerhana terjadi mulai pukul 06.20 WIB, sedangkan di Indonesia tengah dan timur pukul 07.25 Wita dan 08.35 WIT. Fase Gerhana Matahari Total (GMT) rata-rata terjadi satu jam kemudian. Selama GMT, piringan Matahari tertutup penuh oleh piringan Bulan dan hanya menyisakan cahaya korona atau bagian atas atmosfer Matahari. Sehingga yang akan terjadi pada saat itu adalah "Hari yang terang akan berubah seperti senja untuk sesaat,". Menurut LAPAN, gerhana matahari total ini hanya akan terlihat selama 1,5-3 menit.

Wilayah Indonesia lain yang tidak berada di 12 provinsi tersebut akan tetap bisa menyaksikan gerhana matahari meski hanya sebagian yang terlihat (GMS). Bahkan "Seluruh wilayah Indonesia, di luar yang mengalami GMT, akan mengalami GMS. Daerah yang mengalami Gerhana matahari sebagian ini akan melihat Matahari berbentuk sabit. 

Kabarnya, sejumlah peneliti atau ilmuwan, baik dari dalam negeri maupun peneliti asing akan mengamati dan meneliti terjadinya peristiwa gerhana matahari total ini. Mereka akan tersebar di sejumlah wilayah yang menjadi tempat pengamatan. 

Menurut Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Jaya Murjaya mengatakan bahwa tim BMKG akan meneliti variasi medan magnet Bumi dan anomali gravitasi Bumi selama gerhana. Sementara itu, Kepala Observatorium Bosscha ITB, Mahasena Putra juga mengatakan bahwa sejumlah peneliti yang tersebar di beberapa daerah itu juga berencana menyiarkan langsung GMT ini melalui fasilitas live streaming, sehingga totalitas gerhana tetap bisa dinikmati masyarakat di daerah lain.

Selain sebagai kegiatan ilmiah, peneliti, komunikator astronomi, dan astronom amatir itu juga akan mengadakan berbagai kegiatan edukasi publik, mengajak menikmati GMT dengan aman. Kemudian juga menjadikannya sebagai peristiwa budaya yang menyenangkan.



Sumber :
Selengkapnya
Renungan Hidup dari Imam Hatim al-Asham

Renungan Hidup dari Imam Hatim al-Asham

Renungan

Imam al-Ghazali menyebutkan dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin, pada kitab tentang Ilmu, sebuah kisah berkenaan dengan Syaikh Hatim al-Asham. Dalam kisah ini banyak terdapat renungan dan pembelajaran yang dapat kita ambil sebagai bekal dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dalam kitabnya, Imam al-Ghazali menyebutkan :

ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺣﺎﺗﻢ ﺍﻷﺻﻢ، ﺗﻠﻤﻴﺬ ﺷﻘﻴﻖ ﺍﻟﺒﻠﺨﻲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺷﻘﻴﻖ : " ﻣُﻨْﺬُ ﻛَﻢْ ﺻﺤﺒﺘَﻨِﻲ؟ "،
ﻗﺎﻝ ﺣﺎﺗﻢ : " ﻣﻨﺬُ ﺛﻼﺙٍ ﻭﺛﻼﺛﻴﻦ ﺳﻨﺔً " ، ﻗﺎﻝ : " ﻓَﻤَﺎ ﺗَﻌَﻠَّﻤْﺖَ ﻣِﻨِّﻲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺪﺓ؟ " ، ﻗﺎﻝ " : ﺛَﻤﺎﻧﻲ ﻣَﺴَﺎﺋِﻞَ " ، ﻗﺎﻝ ﺷﻘﻴﻖ ﻟﻪ " : ﺇﻧﺎ ﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺭﺍﺟﻌﻮﻥ، ﺫَﻫَﺐَ ﻋُﻤْﺮِﻱ ﻣَﻌَﻚَ ﻭﻟَﻢ ﺗَﺘَﻌَﻠَّﻢْ ﺇِﻻَّ ﺛَﻤَﺎﻧِﻲَ ﻣَﺴَﺎﺋِﻞَ؟ "! ، ﻗﺎﻝ : " ﻳﺎ ﺃﺳﺘﺎﺫُ، ﻟَﻢْ ﺃَﺗَﻌَﻠَّﻢْ ﻏَﻴْﺮَﻫَﺎ . ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﻻَ ﺃُﺣِﺐُّ ﺃَﻥْ ﺃَﻛْﺬِﺏَ " ، ﻓﻘﺎﻝ : " ﻫَﺎﺕِ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺜَّﻤَﺎﻧِﻲ ﻣﺴﺎﺋﻞَ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺳْﻤَﻌَﻬَﺎ " ، ﻗﺎﻝ ﺣﺎﺗﻢ : " ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﻛُﻞَّ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﻳُﺤِﺐُّ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑًﺎ، ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﻊَ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺻَﻞَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ ﻓَﺎﺭَﻗَﻪُ . ﻓَﺠَﻌَﻠْﺖُ ﺍﻟﺤَﺴَﻨَﺎﺕِ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑِﻲ . ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻠْﺖُ ﺍﻟﻘَﺒْﺮَ ﺩَﺧَﻞَ ﻣَﺤْﺒُﻮﺑﻲ ﻣَﻌِﻲ
" ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : " ﺃَﺣْﺴَﻨْﺖَ ﻳَﺎ ﺣَﺎﺗِﻢُ، ﻓَﻤَﺎ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ؟ "

ﻓﻘﺎﻝ : " ﻧﻈﺮﺕُ ﻓِﻲ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻑَ ﻣَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺑِّﻪِ ﻭَﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ ﻫِﻲَ ﺍﻟﻤَﺄْﻭَﻯ " ، ﻓَﻌَﻠِﻤْﺖُ ﺃَﻥَّ ﻗﻮﻟَﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺤَﻖُّ، ﻓَﺄَﺟْﻬَﺪْﺕُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﻓِﻲ ﺩَﻓْﻊِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺳْﺘَﻘَﺮْﺕُ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﺔِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗﻌﺎﻟﻰ؛

ﺍﻟﺜﺎﻟﺜﺔُ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓﺮﺃﻳﺖُ ﻛﻞّ ﻣﻤﻦ ﻣﻌﻪ ﺷﻲﺀٌ ﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔٌ ﻭﻣﻘﺪﺍﺭٌ ﺭَﻓَﻌَﻪ ﻭَﺣَﻔِﻈَﻪُ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ " : ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢْ ﻳَﻨْﻔَﺪُ ﻭَﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑَﺎﻕٍ ." ﻓَﻜﻠﻤﺎ ﻭﻗﻊ ﻣﻌﻲ ﺷﻲﺀٌ ﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔٌ ﻭﻣﻘﺪﺍﺭٌ ﻭَﺟَّﻬْﺘُﻪُ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻟِﻴَﺒْﻘَﻰ ﻋِﻨْﺪَﻩ ﻣﺤﻔﻮﻇﺎ؛

ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺮﺃﻳﺖ ﻛﻞَّ ﻭﺍﺣﺪٍ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﺮﺟِﻊُ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺎﻝِ، ﻭﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺴﺐ، ﻭﺍﻟﺸﺮﻑ، ﻭﺍﻟﻨﺴﺐ، ﻓﻨﻈﺮﺕُ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻲ ﻻ ﺷﻲﺀَ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : " ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍ
ﻟﻠﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ " ، ﻓﻌﻤﻠﺖُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﺣﺘﻰ ﺃﻛﻮﻥَ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﺮﻳﻤﺎ؛

ﺍﻟﺨﺎﻣﺴﺔ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ، ﻭﻫﻢ ﻳَﻄْﻌُﻦ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﻓﻲ ﺑﻌﺾٍ ﻭﻳُﻠْﻌِﻦ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎ . ﻭﺃﺻﻞُ ﻫﺬﺍ ﻛﻠﻪ ﺍﻟﺤﺴﺪُ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻣَﻌِﻴْﺸَﺘَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ " ، ﻓﺘﺮﻛﺖُ ﺍﻟﺤﺴﺪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨَﺒْﺖُ ﺍﻟﺨﻠﻖَ ﻭَﻋَﻠِﻤْﺖُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻘﺴﻤﺔَ ﻣِﻦ ﻋِﻨْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻓَﺘَﺮَﻛْﺖُ ﻋَﺪَﺍﻭَﺓَ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻋَﻨِّﻲ؛

ﺍﻟﺴﺎﺩﺳﺔ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻳَﺒْﻐِﻲ ﺑَﻌْﻀُﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻭَﻳُﻘَﺎﺗِﻞ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎ، ﻓﺮﺟﻌﺖُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻓَﺎﺗَّﺨِﺬُﻭْﻩُ ﻋَﺪُﻭًّﺍ " ، ﻓﻌﺎﺩﻳﺘُﻪ ﻭﺣﺪَﻩ ﻭَﺍﺟْﺘَﻬَﺪْﺕُ ﻓِﻲ ﺃَﺧﺬ ﺣﺬﺭﻱ ﻣﻨﻪ ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺷﻬِﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺃَﻧَّﻪُ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻟِﻲ، ﻓَﺘَﺮَﻛْﺖُ ﻋَﺪَﺍﻭَﺓَ ﺍﻟﺨَﻠْﻖِ ﻏَﻴْﺮَﻩُ؛

ﺍﻟﺴﺎﺑﻌﺔ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﻛﻞَّ ﻭﺍﺣﺪٍ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻄﻠﺐ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺴﺮﺓَ ﻓَﻴﺬِﻝُّ ﻓِﻴﻬﺎ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟﻪ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ " : ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻻَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ " ، ﻓَﻌَﻠِﻤْﺖُ ﺃﻧﻲ ﻭﺍﺣﺪٌ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﻭﺍﺏِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺯﻗُﻬﺎ، ﻓﺎﺷﺘﻐﻠﺖُ ﺑﻤﺎ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻲَّ ﻭَﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻣﺎ ﻟﻲ ﻋﻨﺪﻩ؛

ﺍﻟﺜﺎﻣﻨﺔ ﻧﻈﺮﺕ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺮﺃﻳﺘُﻬﻢ ﻛﻠَّﻬﻢ ﻣُﺘَﻮَﻛِّﻠِﻴﻦَ ﻋﻠﻰ ﻣﺨﻠﻮﻕٍ : ﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺿَﻴْﻌَﺘﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺗِﺠَﺎﺭﺗِﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺻِﻨَﺎﻋﺘﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺔ ﺑَﺪَﻧِﻪ . ﻭﻛﻞ ﻣﺨﻠﻮﻕ ﻣﺘﻮﻛﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺨﻠﻮﻕٍ ﻣﺜﻠَﻪ . ﻓﺮﺟﻌﺖ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : " ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ " ، ﻓﺘﻮﻛﻠﺖُ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﻬﻮ ﺣﺴﺒﻲ .

ﻗﺎﻝ ﺷﻘﻴﻖ : " ﻳﺎ ﺣﺎﺗﻢ، ﻭﻓﻘﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ …"
[ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ، ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌﻠﻢ ]

Diriwayatkan dari Hatim al-Asham, murid Syaqiq al-Balkhi Radhiyallahu 'anhuma, Syaikh Syaqiq al-Balkhi pernah bertanya kepada muridnya, Hatim al-Asham: Sudah sejak kapan kamu bersahabat (belajar) denganku?
Hatim menjawab: Sudah sejak 33 tahun.
Syaqiq bertanya lagi: Apa yang kamu pelajari dariku selama itu?
Hatim menjawab: Ada delapan perkara.
Syaqiq berkata: Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. Aku habiskan umurku bersamamu selama itu, dan kamu tidak belajar kecuali delapan perkara?
Hatim menjawab: Wahai Guru, saya tidak belajar selainnya. Sungguh saya tidak berbohong.
Syaqiq kemudian berkata lagi: Coba jelaskan kepadaku apa saja yang sudah kamu pelajari itu, sehingga aku dapat mendengarnya.

Hatim menjawab:

“Pertama, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyukai kekasihnya hingga ke kuburannya. Tapi ketika dia sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya. Maka saya kemudian menjadikan amal kebaikan sebagai kekasih saya, yang apabila saya meninggal dan masuk ke liang kubur, dia akan ikut bersama saya.

Syaqiq berkata: “Bagus Hatim, Sekarang apa yang kedua?”

Kedua, saya memperhatikan firman Allah Ta’ala:

ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻑَ ﻣَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺑِّﻪِ ﻭَﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ ﻫِﻲَ ﺍﻟﻤَﺄْﻭَﻯ
Dan adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (Surat an-Nazi’at : 40-41).

Maka saya ketahui bahwa firman Allah adalah haq benar adanya. Oleh karena itu saya meneguhkan diri saya dalam menolak hawa nafsu, hingga saya mampu menetapi ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Ketiga, saya memperhatikan manusia, dan saya amati masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang dia menjaganya agar barang tersebut tidak hilang. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala:

ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢْ ﻳَﻨْﻔَﺪُ ﻭَﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑَﺎﻕٍ
Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah kekal. (Surat an-Nahl : 96).

Dari situ, apabila saya memiliki sesuatu yang berharga, maka segera saja saya serahkan kepada Allah, agar milikku tetap berada dalam penjagaanNya.

Keempat, saya memperhatikan manusia dan saya ketahui masing-masing mereka membanggakan harta, kemuliaan leluhur, pangkat dan nasabnya. Padahal saya lihat pada hal yang seperti itu tidaklah ada gunanya. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala:

ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. (Surat al-Hujurat : 13).

Maka saya bertakwa, hingga menjadikan saya mulia di sisi Allah Ta’ala.

Kelima, saya memperhatikan manusia, dan (saya tahu) mereka mencela dan mencaci antara satu dengan yang lainnya. Saya tahu masalah utamanya di sini adalah sifat iri hati. Maka saya kemudian membaca firman Allah Ta’ala:

ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻣَﻌِﻴْﺸَﺘَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
Kami telah menentukan pembagian nafkah hidup di antara mereka dalam kehidupan dunia. (Surat az-Zukhruf : 32)

Maka saya kemudian menanggalkan sifat iri hati dan menghindar dari manusia, karena saya tahu bahwa pembagian rizki itu benar-benar dari Allah Ta’ala, yang menjadikanku tidak patut memusuhi dan iri kepada orang lain.

Keenam, saya memperhatikan manusia, yang mereka saling menganiaya dan memerangi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian saya melihat firman Allah Ta’ala:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻓَﺎﺗَّﺨِﺬُﻭْﻩُ ﻋَﺪُﻭًّﺍ
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh kalian). (Surat Fatir : 6).

Maka saya tumbuhkan rasa benci dan permusuhan hanya pada syaitan, bersungguh-sungguh mengambil kewaspadaan darinya, karena Allah juga telah bersaksi bahwa sesungguhnya syaitanlah musuhku, maka dari itu saya menghindari memusuhi manusia lainnya.

Ketujuh, saya memperhatikan manusia, maka saya lihat masing-masing menghinakan diri mereka sendiri dalam mencari rizki. Bahkan ada di antara mereka yang berani menerjang hal-hal yang tidak halal. Saya kemudian melihat kepada firman Allah Ta’ala:

ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻻَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ
Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya. (Surat Hud : 6)

Saya kemudian menyadari bahwa saya adalah salah satu dari binatang yang Allah telah menanggung rizkinya. Maka saya kemudian menyibukkan dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadaku, dan sebaliknya saya meninggalkan apa-apa yang tidak dibagikan kepadaku.

Kedelapan, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyerahkan diri kepada makhluk lain seumpamanya: sebagian karena sawah ladangnya, sebagian karena perniagaannya, sebagian karena hasil karya produksinya, dan sebagian lain karena kesehatan badannya. Maka saya melihat kepada firman Allah Ta’ala:

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluannya). (Surat al-Thalaq : 3)

Maka saya kemudian menyerahkan diri dan mempercayakan semuanya kepada Allah Ta’ala, karena Dia akan mencukupi segala keperluanku.

Mendengar pernyataan-pernyataan Hatim, sang guru yaitu Imam Syaqiq al-Balkhi berkata dan mendoakannya: Wahai Hatim, “Semoga Allah memberi pertolongan kepadamu.”
Selengkapnya
Pelajaran Hidup dari Menjaga Kehormatan dan Menghargai Perasaan Orang Lain

Pelajaran Hidup dari Menjaga Kehormatan dan Menghargai Perasaan Orang Lain

Hargai perasaan

Alkisah, Seorang wanita datang kepada Syaikh Hatim bin Alwan untuk menanyakan suatu masalah yang menimpa dirinya. Tetapi di tengah perbincangan itu, secara tidak sengaja wanita itu mengeluarkan suara kentut yang cukup keras. Akibatnya wanita itu pun sangat malu dibuatnya. Maka Syaikh Hatim kemudian berkata : "Keraskan suaramu'', beliau memperlihatkan kepada wanita itu bahwa seakan-akan beliau tuli. Wanita itu kemudian lega karena mengira bahwa Syaikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Karena peristiwa inilah, Syaikh Hatim ini kemudian dikenal dengan nama Hatim al-Asham.

Bagi para pengkaji kitab klasik atau kalangan santri, kisah di atas mungkin sudah sangat sering kita dengar. Sepintas kita memahami kisah tersebut adalah kisah humor belaka, karena itu merupakan hal yang nampak jelas dipahami dari kisah di atas. Tetapi sebenarnya ada hikmah penting yang bisa kita ambil dari kisah di atas. 

Dalam profil mengenai sosok Hatim al Asham dalam kisah di atas, kita mendapati bahwa ternyata beliau adalah figur seorang tokoh besar kalangan ahli zuhud, yaitu Imam Hatim al-Asham. Beliau juga dikenal sebagai ahli ibadah dan orang yang dermawan. Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Hatim ibn Alwan al-Asham. Beliau termasuk tokoh guru besar (syaikh) khurasan, murid Syaikh Syaqiq, guru Ahmad bin Khadrawaih. Beliau pernah mengunjungi Baghdad dan menetap di kota ini sampai meninggal. Tercatat, beliau meninggal di Wasyjard, dekat kota Tarmidz, pada tahun 237 H (852 M). 

Dari kisah di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa demi menjaga kehormatan seseorang, Imam Hatim al asham rela untuk dianggap sebagai orang yang tuli. Syaikh Abu 'Ali ad-Daqaq mengatakan bahwa Syaikh Hatim sebenarnya tidak tuli. Syaikh Hatim hanya berpura-pura tuli untuk menjaga perasaan dan menjaga kehormatan seorang wanita tersebut karena tidak sengaja mengeluarkan kentut dengan suara cukup keras. 

Bahkan konon dikatakan bahwa semenjak peristiwa itu, dan sampai 15 tahun, yaitu selama wanita itu masih hidup, Hatim Al Asham selalu berpura-pura tuli, dan selama itu pula tidak ada seorangpun yang menceritakan kepada wanita itu bahwa sebenarnya pendengaran Hatim Al Asham masih normal selayaknya orang lain. 

Sungguh begitu baik budi pekerti Hatim, sehingga beliau rela untuk berpura-pura selama 15 tahun demi menjaga nama baik dan perasaan wanita itu. Syaikh Hatim sadar wanita itu pasti akan sangat malu kalau mengetahui bahwa suara kentutnya didengar oleh sang Syaikh. Oleh karenanya Syaikh Hatim mencoba menyembunyikan hal itu dengan pura-pura tidak mendengarnya. Setelah wanita itu meninggal dunia, Hatim Al Asham sudah tidak berpura-pura tuli, jika ditanya orang lain, beliau dapat menjawabnya dengan mudah, tetapi beliau selalu mengatakan : "Keraskan suaramu!", kata-kata itu sudah menjadi kebiasaannya, karena sudah 15 tahun lamanya beliau selalu mengucapkan hal itu kepada siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Semenjak itulah, maka sebutan yang sebetulnya tidaklah mengenakkan, yaitu ''Al Asham'' yang artinya si tuli semakin melekat pada Sang Syaikh, jadi Hatim al-Asham berarti Hatim yang tuli.

Dalam hidup banyak hal yang bisa kita jadikan sebagai pembelajaran. Dengan pembelajaran dan terus berproses, akan membuat kita semakin arif dan bijaksana dalam mengarungi kehidupan. Setiap orang yang kita temui dapat kita jadikan guru yang mengajarkan sesuatu yang baik tentang makna kehidupan dan arti pergaulan. Karena itulah kita harus bisa menghargai siapa pun orang di dunia ini, termasuk orang-orang biasa yang setiap kita temui dengan peran-perannya yang sederhana. Termasuk orang-orang yang kadang-kadang kita pandang sebelah mata dan kita anggap mungkin tidak sepadan dengan kita.

Manusia adalah makhluk yang berperasaan. Perasaan tumbuh dalam diri setiap manusia, tidak peduli bagaimana statusnya, seberapa usianya, dan bagaimana keadaannya, perasaan itu selalu ada dalam dirinya. Anak kecil punya perasaan sebagaimana orang dewasa pun mempunyai perasaan. Rakyat jelata pun memiliki perasaan sebagaimana juga penguasa maupun bangsawan. Dan kita, wajib memahami dan memaklumi perasaan itu agar bisa menghargai setiap orang yang kita temui. 

Selain menjaga hubungan baik dengan Dzat yang Maha Pencipta, dalam konsep ‘hablum minannas’ kita diajarkan bahwa ada tujuan dan maksud yang sangat jelas bahwa kita perlu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Maknanya adalah, menjaga perasaan orang lain sama pentingnya dengan menjaga perasaan diri sendiri, karena Allah Ta’ala telah menjadikan manusia itu senang akan penghargaan, pujian, dan kelembutan dalam bertutur kata. Namun setiap penghargaan, hanya bisa diraih jika kita menjaga kehormatan dan menghargai perasaan orang lain. 

Menjaga kehormatan dan perasaan orang lain juga dapat kita lakukan dengan saling menutupi aib saudara kita sesama muslim. Islam adalah agama yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya, termasuk dalam hal pergaulan sesama manusia. Islam juga mengajarkan kepada umatnya agar tidak membuka aib orang lain yang hanya akan membuat orang tersebut terhina. Ada 3 keutamaan yang bisa didapatkan bagi mereka yang mau menutupi aib saudaranya.

1. Allah akan menutupi aibnya di akhirat kelak

ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘُﺮُ ﻋَﺒْﺪٌ ﻋَﺒْﺪًﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“Tidaklah seseorang yang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“Barangsiapa menutupi (aib) saudaranya sesama muslim di dunia, Allah menutupi (aib) nya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Sebaliknya, siapa yang mengumbar aib saudaranya, Allah akan membuka aibnya hingga aib rumah tangganya.

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻋَﻮْﺭَﺓَ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺳَﺘَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺸَﻒَ ﻋَﻮْﺭَﺓَ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻛَﺸَﻒَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻔْﻀَﺤَﻪُ ﺑِﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺑَﻴْﺘِﻪِ

“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR. Ibnu Majah)

2. Allah juga menutupi aibnya di dunia ini

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤًﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ

“Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)

ﻣَﻦْ ﻧَﻔَّﺲَ ﻋَﻦْ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻧَﻔَّﺲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺴَّﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﻌْﺴِﺮٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻳَﺴَّﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳَﺘَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴﻪِ

“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi)

3. Keutamaan menutup aib saudara seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup

ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ ﻋَﻮْﺭَﺓً ﻓَﺴَﺘَﺮَﻫَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺃَﺣْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً

“Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.” (HR. Abu Daud)

ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ ﻋَﻮْﺭَﺓً ﻓَﺴَﺘَﺮَﻫَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺍﺳْﺘَﺤْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﺮِﻫَﺎ

“Barangsiapa melihat aurat lalu ia menutupinya maka seolah-oleh ia telah menghidupkan kembali Mau`udah dari kuburnya.” (HR. Ahmad)

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺆْﻣِﻨًﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺃَﺣْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﺮِﻫَﺎ

“Barangsiapa menutupi aib seorang mukmin maka ia seperti seorang yang menghidupkan kembali Mau`udah dari kuburnya.” (HR. Ahmad)

Sesungguhnya hubungan kita dengan orang lain bukanlah sekedar interaksi dan pergaulan biasa. Tetapi kita hidup untuk saling berbagi, memberi, maupun menerima dalam hal apapun. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya kita saling mengisi, dan saling belajar untuk berusaha mencapai kesempurnaan hidup.

Baca juga :


Kisah dinukil dari kitab Qami'ut Thughyan, karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi.

Selengkapnya
Biografi Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqi As-Syafi'i

Biografi Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqi As-Syafi'i

Salah satu karya an Nawawi

Ada sebagian umat Islam yang salah dalam mengenali kedua Ulama agung yang hampir sama dalam penyebutan namanya. Beliau berdua adalah Syaikh Nawawi dari Banten dan Imam an-Nawawi dari Damaskus. Keduanya adalah sama-sama Ulama besar di zamannya masing-masing, dan keduanya juga merupakan Ulama yang sama-sama produktif dalam menghasilkan karya-karya yang berguna bagi Umat Islam. Jika pada sekitar abad ke 14 H/ 19 M kita mengenal nama Syaikh Nawawi al-Bantani, maka jauh sebelumnya yaitu pada abad ke 7 H kita mengenal pula nama Imam agung yaitu Imam an-Nawawi dari Damaskus, Syria.

Imam An-Nawawi


Beliau adalah al-Imam al-'Allamah Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Mury bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Nama kunyah beliau adalah Abu Zakariya, meskipun Zakariya bukanlah nama anaknya, karena beliau termasuk salah satu ulama yang tidak menikah sampai akhir hidupnya. Kaum Muslimin juga memberi beliau nama laqob (gelar) yaitu ''Muhyiddin'' yang artinya orang yang menghidupkan agama. Namun beliau sendiri membenci gelar ini, sampai-sampai beliau berkata “Aku tidak ridho orang menggelariku .''Muhyiddin''. Ini menunjukkan ketidaksenangannya dengan gelar ini sekaligus menunjukkan ketawadhuannya karena ia menyadari bahwa di dalamnya terdapat tazkiyah (penyucian) atas dirinya, sedangkan beliau tidak suka akan hal itu. Meskipun demikian, laqob tersebut tetap melekat dan selalu menyertai nama beliau di dalam kitab-kitabnya dikarenakan keikhlasan beliau dalam berdakwah dan hampir seluruh kaum muslim menerima dan mengakui keilmuwan dan dakwah beliau.

Kebanyakan kaum muslimin lebih mengenal beliau dengan nama Imam An-Nawawi. Nama An-Nawawi adalah nisbat (penyandaran) kepada tanah kelahirannya yaitu ''Nawa'', suatu perkampungan di Hauran, yang berada di Damaskus, Syria. Beliau adalah Ulama Besar dalam madzhab Syafi’i dan ahli fiqih terkenal pada zamannya. 

Masa Kecil dan Perkembangannya


Beliau dilahirkan pada Bulan Muharram tahun 631 H di perkampungan Nawa dari kedua orang tua yang shalih. Ayahnya bernama Syaraf, seorang syaikh yang zuhud dan wara’. Berada di tengah-tengah keluarga yang shalih, sejak kecil ayahnya telah membiasakan Imam An-Nawawi untuk belajar dan menuntut ilmu, bahkan ketika berusia 10 tahun, beliau sudah memulai hafal al-Qur’an dan membacakan kitab Fiqih pada sebagian ulama di sana.

Dikisahkan ketika berumur 7 tahun, beliau terjaga dimalam hari pada malam ke 27 Ramadhan yang merupakan salah-satu malam yang diperkirakan turunnya Lailatul Qadar. Pada malam itu beliau melihat seberkas cahaya yang menerangi rumahnya, beliau pun terkaget karena pada saat itu Imam An-Nawawi masih kanak-kanak dan belum mengerti apa kejadian yang menimpanya, maka beliau pun segera membangunkan orangtuanya dan menceritakan tersebut. Sang ayah memahami bahwa ini adalah tanda dari Allah terhadap anaknya. Mereka pun berdoa agar Allah memberkahi anaknya. Maka sejak kejadian inilah sang ayah memberikan perhatian yang khusus kepada Imam An-Nawawi.

Pada usianya yang ke 10, sang ayah memasukkan Imam Nawawi ke madrasah untuk menghafal Al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih kepada beberapa ulama di sana. Dan beliau sangat antusias untuk menghafal Al-Qur’an. Dikisahkan pada suatu hari ketika Imam An-Nawawi berusia 10 tahun, beliau diajak bermain oleh teman-temannya, tetapi beliau menolak dan lebih memilih untuk membaca Al-Qur’an. Namun mereka tetap saja memaksanya untuk bermain hingga akhirnya beliau pun berlari sambil menangis. Kejadian itu dilihat oleh syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi yang kebetulan lewat, kemudian ia mendatangi kedua orang tuanya dan memberikan nasihat agar mengkhususkan Imam An-Nawawi untuk menuntut ilmu. Orang tuanya menerima usulan tersebut, dan sejak kejadian itu pula perhatian sang ayah dan gurunya pun semakin besar terhadap Imam An-Nawawi.

Perjalanannya Dalam Menuntut Ilmu


Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di Nawa sudah tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia memutuskan untuk membawanya ke madrasah ar-Rawahiyyah di pojok timur Masjid Al-Jami’ al-Umawiy di Damaskus. Ketika itu Damaskus merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kajian ilmu. Beliau sangat tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar siang dan malam, sampai-sampai ia tidak tidur kecuali karena ketiduran ketika belajar. Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk mendalami ilmu dan menghafal berbagai kitab.

Imam Nawawi menceritakan tentang dirinya sendiri, ia berkata “Ketika usiaku telah mencapai 19 tahun, ayahku membawaku pindah ke Damaskus pada saat beliau (ayahnya) berusia 49 tahun. Di sana aku belajar di Madrasah Rawahiyyah. Selama kurang lebih 2 tahun di sana, aku jarang tidur nyenyak; penyebabnya, tidak lain adalah karena aku sangat ingin mendalami semua pelajaran yang diberikan di Madrasah tersebut. Aku pun berhasil menghafal At-Tanbih (red: at-Tanbiih fii Furuu’isy-Syaafi’iyyah, karya Abu Ishaq asy-Syirazi) kurang lebih selama 4,5 bulan. Selanjutnya, aku berhasil menghafal 114 Ibadat (sekitar seperempat) dari kitab Al-Muhadzdzab (red: Al-Muhadzdzab fil Furuu’ ) di sisa bulan berikutnya dalam tahun tersebut. 

Aku juga banyak memberikan komentar dan masukan kepada syaikh kami, Ishaq Al-Maghribi. Aku juga sangat intens dalam bermulazamah dengannya. Beliau pun lalu merasa tertarik kepadaku ketika melihatku begitu menyibukkan diri dalam semua aktifitasku dan tidak pernah nongkrong dengan kebanyakan orang. Beliaupun sangat senang kepadaku dan akhirnya beliau mengangkatku menjadi assisten dalam halaqahnya, mengingat jama’ahnya yang begitu banyak.”

Imam An-Nawawi memiliki wawasan ilmu dan tsaqafah yang luas. Ini dapat dilihat dari kesungguhannya dalam menimba ilmu. Berkata salah seorang muridnya, yakni ‘Ala-uddin Ibnill ‘Aththar, bahwa beliau setiap hari mempelajari dua belas pelajaran baik syarahnya maupun tashhihnya pada para syaikh beliau. Dua pelajaran pengantar, satu pelajaran muhadzdzab (sopan santun), satu pelajaran gabungan dari dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim), satu pelajaran tentang shahih Muslim, satu pelajaran kitab Al–Lam’u oleh Ibnu Jinni dalam pelajaran nahwu, satu pelajaran dalam lshlahul Manthiq oleh Ibnu As-Sikiit dalam pelajaran bahasa, satu pelajaran sharaf, satu pelajaran Ushul Fiqh, dan kadang kitab Al-Lam ‘u oleh Abi Ishaq dan kadang Al-Muntakhab oleh Fakhrur Raazi; dan satu pelajaran tentang Asma’u Rijal, satu pelajaran Ushuluddin, dan adalah beliau menulis semua hal yang bersangkutan dengan semua pelajaran ini, baik mengenai penjelasan kemusykilannya maupun penjelasan istilah serta detail bahasanya.

Imam An-Nawawi sangat tekun dan telaten dalam mudzakarah dan belajar siang dan malam, selama sekitar dua puluh tahun hingga mencapai puncaknya. Beliau rajin sekali dan menghafal banyak hal sehingga mengungguli teman-temannya yang lain. Allah SWT telah memberikan berkah kepadanya dalam pemanfaatan waktu. Sehingga ia berhasil menjadikan apa yang telah disimpulkannya sebagai sebuah karya dan menjadikan karyanya sebagai hasil maksimal dari apa yang telah disimpulkannya. Ia Imam An-Nawawi menuliskan dalam sebuah kitabnya:

“Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].

Pengabdiannya Dalam Menyebarkan Ilmu


Ketika usia beliau menginjak 30 tahun beliau mulai aktif menulis. Beliau menuangkan pikiran-pikirannya dalam berbagai buku dan karya ilmiah lainnya yang sangat mengagumkan. Beliau menulis dengan bahasa yang mudah, argumentasi yang kuat, pemikiran yang jelas, dan objektif dalam memaparkan berbagai pendapat para ahli fiqih. Hingga sampai saat ini, karya-karya yang ditulisnya mendapatkan perhatian yang besar dari setiap muslim dan diterima oleh setiap kalangan di seluruh negeri islam. 

Kemudian pada tahun 665 H, beliau diberi tugas untuk menjadi guru di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah dan mengelola bidang pendidikan. Saat itu, usianya baru menginjak 34 tahun. Dan mengajar di sana hingga wafat. Gaji yang diberikan Madrasah Darul Hadits Al-Asyrafiyyah sangat besar, ia tidak pernah mengambilnya, tetapi mengumpulkannya pada kepala madrasah. Dan apabila telah sampai setahun, uang tersebut digunakan untuk membeli aset dan mewakafkannya untuk Darul Hadits tempat beliau mengajar atau digunakan untuk membeli kitab dan mewakafkannya untuk perpustakaan madrasah.

Guru-Gurunya


Seumur hidupnya, beliau menuntut ilmu dari banyak guru, diantaranya :

Di bidang fiqih dan ushulnya

1. Ishaq bin Ahmad bin ’Utsman al-Maghribi Al-Maqdisi, wafat pada 650 H. 

2. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi, wafat pada tahun 654 H. 

3. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi, wafat pada tahun 670 H. 

4. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i, wafat pada tahun 672 H. 

5. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya’ al-Fazari yang lebih dikenal dengan al-Farkah, wafat pada tahun 690 H.

Di bidang ilmu hadits

1. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anbari, yang wafat pada tahun 661 H. 

2. Abdul ’Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari, yang wafat pada tahun 662 H. 

3. Khalid bin Yusuf an-Nablusi, yang wafat pada tahun 663 H. 

4. Ibrahim bin ’Isa al-Muradi, yang wafat pada tahun 668 H. 

5. Isma’il bin Abi Ishaq at-Tanukhi, yang wafat pada tahun 672 H. 

6. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi, yang wafat pada tahun 682 H.

Di bidang ilmu nahwu dan bahasa

1. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri, wafat pada tahun 664 H. 

2. al-’Izz al-Maliki, salah seorang ulama bahasa dari madzhab imam malik.

Murid-Muridnya


Adapun murid-murid beliau yang melalui didikannya bermunculan para ulama besar, di antaranya adalah Sulaiman bin Hilal al-Ja’fari, Ahmad Ibnu Farah al-Isybili, Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah, ’Ala-uddin ’Ali Ibnu Ibrahim yang lebih dikenal dengan Ibnul ’Aththar, ia selalu menemaninya sampai ia dikenal dengan sebutan Mukhtashar an-Nawawi (an-Nawawi junior), Syamsuddin bin an–Naqib, dan Syamsuddin bin Ja’wan dan masih banyak yang lainnya.

Karya - Karya Beliau 


Karya-Karya yang beliau tulis cukup banyak, berikut adalah di antara beberapa kitab yang beliau tulis :

Dalam Bidang Fiqh

1. Al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab

Kitab ini merupakan penjelasan (syarah) dari kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirozi. Banyak ulama mengakui dan memuji kitab ini, namun sayangnya kitab ini belum sempat beliau selesaikan, hanya sampai pada penjelasan kitab riba pada jilid ke 9. Namun kitab ini kemudian diteruskan oleh As-Subki sebanyak 3 jilid dan kemudian dilengkapi oleh Sayyid Muhammad Najib Al-Muthi’i. 

2. Raudhatut Thalibin

Kitab ini tergolong kitab-kitab besar yang terdiri dari 12 Jilid. Di dalamnya, beliau membahas hukum-hukum As-Syarhul Kabir (karya Imam Rafi’ asy-Syafi’i) berikut penjelasan cabang-cabangnya secara detail dan mengumpulkan sekaligus mengoreksi berbagai cabang permasalahan yang semula berserakan di sana sini: Sehingga kitab ini menjadi rujukan dalam taljih, panduan dalam tash-hih, referensi para cerdik pandai dalam mengeluarkan fatwa, dan acuan para tokoh dalam membahas berbagai persoalan kontemporer.

3. Minhaj at-Thalibin

Kitab ini adalah mukhtashar (ringkasan) dari kitab Muharrar, karya Imam Rofi’i. Kitab ini sangat mashyur (terkenal) dan dijadikan sebagai sandaran dalam mempelajari madzhab Syafi’i.

4. Al-Fatawa

Kitab ini merupakan kumpulan berbagai persoalan yang tidak disusun berdasarkan tema per tema. Kitab ini lalu disusun secara tematis oleh murid beliau Syaikh ‘Alauddin Al-’Aththar dengan tambahan beberapa hal penting yang didengarnya langsung dari beliau.

Dalam Bidang Hadits

1. Syarah Shahih Bukhari

Kitab tidak sempat beliau selesaikan dan baru beliau tulis sebanyak 1 jilid.

2. Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim

Kitab ini adalah kitab syarah Shahih Muslim yang paling besar dan terkenal. Kitab ini terdiri dari 9 jilid dan termasuk karya terakhir beliau.

3. Syarah Sunan Abu Dawud

Kitab ini juga tidak selesai.

4. Arba’in An-Nawawi

Kitab ini adalah kitab hadits yang banyak dirokemendasikan oleh ulama, karena di dalamnya termuat berbagai hadits seputar dasar-dasar agama islam yang sangat penting untuk dipelajari, seperti tentang iman, islam, ihsan dan lain sebagainya.

5. Riyadhush Shalihin

Ini adalah salah satu kitab beliau yang paling terkenal di kalangan kaum muslimin, hampir di setiap masjid-masjid dan pesantren-pesantren di Indonesia banyak dikaji kitab ini.

6. At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir

Dalam Bidang Biografi dan Bahasa Arab

1. Tahdzibul Asma’ wal Lughat

Di dalamnya beliau menulis sejumlah biografi singkat dari ulama-ulama baik laki-laki maupun wanita yang disebutkan di dalam kitab Mukhtasor al-Muzzani, Al-Muhadzdzab, At-Tanbih, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Selain itu juga menjelaskan tentang bahasa Arab. Kitab ini mendapat pujian dari beberapa ulama.

2. Thabaqat Asy-Syafi’iyyah

Kitab ini menjelaskan tentang biografi ulama-ulama syafi’i.

3. Manaqib Asy-Syafi’i

Kitab ini menjelaskan mengenai kedudukan dan keutaman Imam Asy-Syafi’i rahimahullah serta hal-hal lain yang berkaitan dengannya.

Dalam Bidang Akhlak

1. At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an

Kitab ini membahasa mengenai adab-adab bagi penghafal Al-Qur’an.

2. Bustanul Arifin

3. Al-Adzkar, kumpulan dzikir dan doa-doa Rasulullah SAW.

Dan lain-lain:

1. Tahdzib al-Asma

2. Ma Tamas Ilaihi Hajah al-Qari li Shahih al-Bukhari

3. Tahrir al-Tanbih

4. Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti

5. At-Tarkhis bi al-Qiyam

Akhlak dan Sifatnya


Para penulis biografi sepakat bahwa Imam an-Nawawi adalah seorang pemimpin dalam bidang zuhud, panutan dalam hal wara’, orang yang selalu memberikan pandangan yang bijak di bidang hukum, orang yang bersungguh-sungguh dalam menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta beliau senantiasa memberi nasihat kepada penguasa. Beliaupun termasuk orang yang senantiasa beribadah di siang dan malamnya. Berikut adalah beberapa sifat dan akhlak beliau yang mulia :

1. Zuhud

Imam An-Nawawi tidak terlena dengan kenikmatan dunia, sikap ini dapat terlihat dari sikap beliau yang menolak untuk diberi gaji, karena bagi beliau puncak kenikmatan adalah melalui ilmu yang dipelajarinya. Beliau menulis dalam Muqadimah Syarh Al-Muhadzdzab dan ini adalah pesan emas bagi para penuntut ilmu-, “Ketahuilah, apa-apa yang kami sebutkan terkait dengan keutamaan menimba ilmu, sesungguhnya itu semua hanya diperuntukkan bagi orang yang mempelajarinya karena menginginkan ridha Allah ta’ala (ikhlas), bukan karena motivasi duniawi. Barangsiapa yang belajar karena dorongan dunia seperti; harta, kepemimpinan, jabatan, kedudukan, popularitas, atau supaya orang-orang cenderung kepadanya, atau untuk mengalahkan lawan debat dan tujuan semacamnya maka hal itu adalah tercela. ”

Selain itu yang menarik perhatian adalah bahwa beliau pindah dari sebuah perkampungan sederhana menuju kota Damaskus yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan, sedangkan ketika itu usia beliau masih sangat muda dan dalam kondisi fisik yang masih kuat. Meskipun demikian, beliau tidak pernah berpaling untuk memperhatikan semua kesenangan dan syahwat tersebut. Beliau justru membenamkan diri dalam kesungguhan dan kehidupan yang sederhana.

2. Wara’

Dalam kehidupannya banyak yang menggambarkan kewaraannya. Dan di antaranya adalah beliau tidak mau memakan sayuran yang berasal dari damaskus. Ketika ditanya tentang hal itu, beliau menjawab “Karena di sana banyak tanah wakaf dan kepemilikan yang dikelola oleh orang yang seharusnya dilarang melakukan pengelolaan.” Sedangkan untuk kasus itu, tanah tersebut tidak boleh dikelola kecuali untuk maslahat umum, dan kerja sama yang ada haruslah dalam bentuk kontrak kerja sama dengan sistem masaqat . Dan dalam hal ini banyak ulama berbeda pendapat. Dan karena sifat wara’nya, beliau tidak mau memakan sayuran tersebut.

3. Seorang Alim Penasihat

Dalam diri Imam an-Nawawi tercermin sifat-sifat alim, suka memberi nasihat, seorang yang berjihad di jalan Allah dengan lisannya, menegakkan kewajiban beramar ma’ruf nahi mungkar. Seorang yang mukhlish dalam memberi nasihat, tidak mempunyai tendensi apapun, seorang yang pemberani, tidak takut celaan di jalan Allah terhadap orang yang mencelanya. Seorang yang mempunyai bayan dan hujjah untuk memperkuat dakwaannya.

Beliau dijadikan rujukan oleh manusia bila mereka menghadapi perkara yang sulit dan pelik, serta minta fatwa kepadanya. Dan beliau menanggapinya serta berusaha memecahkan permasalahannya, seperti ketika berkenaan dengan hukum penyitaan atas dua taman di Syam; ketika Damaskus kedatangan penguasa dari Mesir, dari Raja Bibiris, setelah mereka dapat mengusir pasukan Tartar, maka wakil (pejabat) baitul maal menyangka bahwa kebanyakan dari taman-taman yang berada di Syam tersebut adalah milik negara. Maka sang raja memerintahkan untuk memagarinya, yakni menyitanya. Maka orang-orang melaporkan hal itu kepada Imam An-Nawawi di Daarul Hadits. Kemudian beliau menulis surat kepada sang penguasa yang dinyatakan di dalamnya sebagai berikut:

“Kaum muslimin merasa dirugikan atas adanya penyitaan hak milik mereka, oleh karena itu mereka menuntut supaya hak milik mereka dikembalikan. Dan penyitaan ini tidak dihalalkan oleh seorang ulama’ pun dari kalangan kaum muslimin. Karena barangsiapa yang di tangannya sesuatu maka dialah pemiliknya, tidak boleh seorang pun merampasnya dan tidak dibenarkan menjadikannya sebagai status miliknya.”

Maka marahlah sang penguasa tersebut terhadap nasihat yang ditujukan kepadanya itu, lalu ia memerintahkan supaya gaji syaikh itu dihentikan dan dicopot dari jabatannya. Akan tetapi orang-orang menyatakan bahwa syaikh itu tidak mendapat gaji dan tidak pula mempunyai jabatan. Akhirnya ketika penguasa itu memandang bahwa tidak bermanfaat lagi surat-menyurat, maka ia pergi sendiri untuk menemui Imam An-Nawawi dan hendak mengumpatnya habis-habisan dan ia ingin mengamuknya. Akan tetapi Allah memalingkan hati penguasa itu dari berbuat yang demikian itu dan melindungi Imam An-Nawawi dari hal semacam itu. Bahkan sang penguasa itu kemudian mencabut penyitaan dan Imam an-Nawawi pun dilepaskan Allah dari kejahatannya.

Pujian-Pujian Para Ulama Terhadapnya


Semasa hidupnya Imam an-Nawawi selalu menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir dan sabar atas terpaan badai kehidupan. Pakaian beliau adalah kain kasar, sementara serban yang beliau kenakan berwarna hitam dan berukuran kecil.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan tentangnya, “Beliau adalah syaikhul madzhab (maksudnya guru besar dalam madzhab Syafi’i) dan ahli fikih besar di masanya.” Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan tentangnya, “Beliau adalah ahli fatwa umat ini, syaikhul islam, seorang Hafizh (penghafal hadits) yang cemerlang, salah seorang imam besar dan pemimpin para wali.”

Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan tentangnya, “Beliau adalah profil manusia yang berpola hidup sangat sederhana dan anti kemewahan. Beliau adalah sosok manusia yang bertaqwa, qana’ah, wara, memiliki muraqabatullah baik di saat sepi maupun ramai. Beliau tidak menyukai kesenangan pribadi seperti berpakaian indah, makan-minum lezat, dan tampil mentereng. Makanan beliau adalah roti dengan lauk seadanya. Pakaian beliau adalah pakaian yang seadanya, dan hamparan beliau hanyalah kulit yang disamak.”

Abul Abbas bin Faraj rahimahullah mengatakan tentangnya, “Syaikh (An-Nawawi) telah berhasil meraih 3 tingkatan yang mana 1 tingkatannya saja jika orang biasa berusaha untuk meraihnya, tentu akan merasa sulit. Tingkatan pertama adalah ilmu (yang dalam dan luas).Tingkatan kedua adalah zuhud (yang sangat). Tingkatan ketiga adalah keberanian dan kepiawaiannya dalam beramar ma’ruf nahi munkar.”

Ibnul Aththar rahimahullah mengatakan tentangnya, “Guru kami An Nawawi disamping selalu bermujahadah, wara’, muraqabah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafidz terhadap hadits, bidang – bidangnya, rijalnya, dan ma’rifat shahih dan dha’ifnya, beliau juga seorang imam dalam madzhab fiqh.”

Ibnul Aththar rahimahulah juga berkata, “Guru kami An Nawawi menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia – nyiakan waktu , tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan beliau terus dalam menelaah dan manghafal.”

Quthbuddin Al Yuniny rahimahullah mengatakan tentangnya, “Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, wara’, ibadah, dan zuhud.”

Syamsuddin bin Fakhruddin Al Hanbaly rahimahullah mengatakan tentangnya, “Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat wara’ dan zuhud.”

Rasyid bin Mu’aliim rahimahullah mengatakan tentangnya, “Syaikh Muhyiddin An Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah – buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur, beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur.”

Wafatnya


Pada tahun 676 H. beliau kembali ke kampung halaman-nya di Nawa. Sebelumnya mengembalikan berbagai kitab yang dipinjamnya dari sebuah badan waqaf, dan menziarahi makam para guru beliau juga bersilaturrahim dengan para sahabat beliau yang masih hidup. Di hari keberangkatan beliau, para jama’ah yang beliau bina melepas kepergian beliau di pinggiran kota Damaskus, mereka lalu bertanya: “Kapan kita bisa bermuwajahah lagi (wahai syaikh)?” Beliau menjawab: “Sesudah 200 tahun.” Akhirnya mereka paham bahwa yang beliau maksud adalah sesudah hari kiamat.

Beliau berziarah ke makam orang tuanya, Baitul Maqdis, dan makam AI-Khalil (Ibrahim) ‘Alaihissalam. Setelah itu barulah beliau meneruskan perjalanannya ke Nawa. Di sanalah (Nawa) beliau lalu jatuh sakit dan akhirnya wafat pada malam Rabu tanggal 24 Rajab (tahun 676 H.). Ketika kabar wafatnya beliau tersiar sampai ke Damaskus, seolah seantero Damaskus dan sekitarnya menangisi kepergian beliau. Kaum muslimin benar-benar merasa kehilangan sosok Imam An-Nawawi. Penguasa di saat itu, ’Izzuddin Muhammad bin Sha’igh bersama para jajarannya datang ke makam Imam Nawawi di Nawa untuk menshalatkannya. Beliau ditangisi oleh tidak kurang dari 20.000 orang atau 600 keluarga lebih. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat yang luas kepada beliau.



Sumber :
https://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/imam-nawawi/
https://catatanngajiku.wordpress.com/2013/02/25/biografi-imam-an-nawawi/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/An-Nawawi
Selengkapnya
Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi

Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi

Syaikh Nawawi

Nama Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani sangat terkenal di kalangan masyarakat pesantren di Jawa. Beliau juga dikenal sebagai gurunya para Ulama Indonesia dan merupakan tokoh Ulama besar yang hasil karyanya menjadi rujukan utama berbagai pesantren di tanah air, bahkan di luar negeri. Beliau adalah seorang Ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab dalam bidang-bidang yang meliputi fiqih, tauhid, tasawuf , tafsir, dan hadits. Nama beliau sering di nisbahkan al Bantani karena beliau berasal dari daerah Banten, Indonesia. 

Masa kecil dan Pendidikannya


Nama lengkap beliau adalah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi. Beliau lahir pada tahun 1230 H atau 1815 M di Kampung Tanara, kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang Kampung Pesisir, desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami’ Syaikh Nawawi Bantani). Beliau merupakan keturunan ke 12 Sultan Banten, Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasab beliau melalui jalur ini juga sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.

Sejak kecil, dibawah didikan sang ayah, Umar bin Arabi, seorang ulama di Banten, Imam Nawawi hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Semenjak kecil beliau memang terkenal kecerdasannya, sehingga dengan mudah beliau dapat menyerap pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Ketika berusia 8 tahun, ayahnya mengirimkan beliau untuk  berguru kepada temannya yang juga seorang ulama Banten, KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta, KH Yusuf. Konon di usianya yang belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang. Beliau mencari tempat di pinggiran pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Pada usia yang ke 15 tahun, beliau berangkat menunaikan haji ke Makkah dan berguru kepada sejumlah ulama terkenal di sana.

Guru - Gurunya


Selain berguru langsung kepada ayahnya, Syaikh Umar bin Arabi serta KH Sahal dari Banten, dan KH Yusuf dari Purwakarta, di tanah suci Makkah beliau juga berguru kepada sejumlah ulama terkenal di Makkah, seperti Syaikh Khâtib al-Sambasi, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sumbulaweni, Syaikh Abdul Hamîd Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Ahmad Dimyati, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syaikh Junaid Al-Betawi. Di antara guru-guru yang paling berpengaruh dalam terbentuknya karakter beliau adalah Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid Al-Betawi dan Syaikh Ahmad Dimyati, Ketiganya merupakan Ulama terkemuka di Mekah. Selain itu ada juga dua ulama lain yang berperan besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syaikh Muhammad Khatib dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama besar di Madinah.

Kepulangannya ke Tanah Air


Setelah tiga tahun lamanya beliau menggali ilmu dari Ulama-ulama Makkah, beliau memutuskan kembali ke tanah air. Namun setibanya di tanah air, beliau menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Kondisi seperti ini juga tidak menguntungkan pengembangan ilmunya, karena hampir semua ulama Islam pada saat itu juga mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Hal itu membuat Syaikh Nawawi akhirnya terpaksa menyingkir kembali ke Negeri Makkah dan meneruskan menuntut ilmu di sana. Namun selama masih di tanah air, beliau juga sempat ikut mengobarkan gelora jihad melawan penindasan penjajah Belanda. Beliau juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia.

Kembali ke Makkah dan bermukim di sana


Begitu sampai di Makkah, beliau segera kembali memperdalam ilmunya kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Sampai akhirnya beliau memantapkan hati untuk mukim di tanah suci dan menetap di Syi'ib Ali, Makkah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi makin lama jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Di Makkah, Syaikh Nawawi juga giat menghadiri majelis ilmu di Masjidil Haram. Hingga kemudian seorang imam masjid utama tersebut, Syaikh Ahmad Khatib Sambas Al-Minangkabawi meminta Syaikh Nawawi untuk menggantikan posisinya sebagai Imam Masjidil Haram. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi, artinya Nawawi dari Banten, Jawa.

Nama Syaikh Nawawi di Makkah semakin dikenal sebagai ulama yang piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf. Bahkan tidak hanya di kota Makkah dan Madinah saja nama beliau dikenal, bahkan di negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Syaikh Nawawi bahkan mendapat gelar al-Sayyid al-‘Ulama al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Selain itu, kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Kefaqihannya dalam ilmu agama pun membuatnya dijuluki Nawawi kedua, maksudnya penerus dari Ulama dunia terkenal, Imam an-Nawawi, seorang Ulama besar dari Damaskus, Syria. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Maha Guru Ulama Indonesia dan Bapak Kitab Kuning Indonesia.

Disamping menjadi Imam Masjidil Haram, Syaikh Nawawi juga menjadi pengajar dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil Haram. Selain itu, beliau juga menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Ketawadhuan Syaikh Nawawi yang disertai dengan kedalaman ilmunya membuat setiap pengajian beliau selalu ramai dipenuhi oleh para pelajar. Bahkan tercatat ada sekitar 200 pelajar yang setia untuk menghadiri majlis ilmunya di Masjidil Haram. Beberapa di antara muridnya merupakan pemuda asal Indonesia, Salah satu muridnya, yakni KH Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).

Meskipun bermukim di Makkah, Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Makkah. Di sanalah beliau menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Pemerintah Belanda pun mengutus Snouck Hourgronje ke Makkah untuk menemui beliau. Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa.

Murid - Muridnya


Murid-murid Syaikh Nawawi datang dari berbagai penjuru dunia. Banyak diantara murid-muridnya yang berasal dari Indonesia kemudian hari juga menjadi ulama besar, di antaranya yaitu K.H. Hasyim Asy'ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Asnawi Kudus, Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri Sempur, Plered, Purwakarta, K.H. Arsyad Thawil, dan lain-lainnya.

Karya - Karyanya


Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya untuk mengajar. Beliau terkenal giat menulis dan menghasilkan banyak karya. Sampai-sampai, banyak manuskripnya disebarkan bebas kemudian diterbitkan tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga masuk dalam Dictionary of Arabic Printed Books. Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Selain itu banyak pula karya beliau yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:

1. al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah
2. al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn
3. Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4. Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5. al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6. Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7. Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8. Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9. Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12. Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24. al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32. al-Riyâdl al-Fauliyyah
33. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.

Dari sekian banyak karyanya, tidak sedikit yang kemudian diterbitkan di Timur Tengah. Universitas Al Azhar Kairo juga pernah mengundang syaikh Nawawi karena karya-karyanya juga digemari kalangan akademisi. Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di Universitas Islam tertua itu, Syaikh Nawawi menjadi pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.

Di Nusantara, Karya-karya beliau menjadi buku wajb di pesantren-pesantren. Bagi komunitas santri, Syaikh Nawawi merupakan mahaguru yang banyak memberikan ilmu mengenai landasan beragama. Apalagi, ia juga merupakan guru dari sang pendiri NU. Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syaikh Nawawi sebagai akar tunjang tradisi intelektual ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.

Karamah-Karamahnya


Konon, pada suatu waktu pernah beliau mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Saat itu beliau dalam sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-rumahan di punggung unta, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya, maka Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari kanannya yang untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.

Karamah beliau yang lain juga diperlihatkannya yaitu saat beliau masih muda sedang mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah saw Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi (sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.

Tak ayal, saat seorang remaja yaitu Imam Nawawi yang belum dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan. Saat kesepakatan tidak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju lengan Sayyid Utsmân. Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat. Kemudian Imam Nawawi berkata :

''Lihatlah Sayyid!, itulah Ka΄bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka΄bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak kekiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka΄bah". Ujar Syaikh Nawawi remaja.''

Sayyid Utsmân termangu. Ka΄bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari, remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karamah itu, di manapun beliau berada Ka΄bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.

Karamah beliau yang lain terjadi pada saat terjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota. Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut.

Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tidak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasadnya pun tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.

Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau kemudian dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Makkah.

Demikianlah di antara karamah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Tanah organisme yang hidup di dalamnya sedikitpun tidak merusak jasadnya. Kasih sayang Allah Ta’ala berlimpah padanya. Karamah Syaikh Nawawi yang paling tinggi akan kita rasakan saat kita membuka lembar demi lembar Tafsîr Munîr yang beliau karang. Kitab Tafsir fenomenal ini menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami Firman Allah SWT. Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kâsyifah al-Sajâ, yang menerangkan syariat. Begitu pula ratusan hikmah di dalam kitab Nashâih al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan beliau.

Wafatnya Beliau


Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri lebih dahulu wafat mendahuluinya.  Pengabdian beliau sebagai guru Umat Islam selama kurang lebih 69 tahun telah memberikan pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi wafat di Makkah pada tanggal 25 syawal 1314 H/ 1897 M atau ada pula yang mencatat tahun wafatnya pada tahun 1316 H/ 1899 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Makkah. Makam beliau bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Hingga kini, masyarakat Nusantara, terutama masyarakat Banten, selalu memperingati haul hari wafatnya setiap tahun.

Selengkapnya
Kisah Rasulullah dan Pengemis Yahudi Buta

Kisah Rasulullah dan Pengemis Yahudi Buta

Screenshoot video

Sungguh pada diri Rasulullah Muhammad SAW banyak sekali teladan yang bisa kita contoh dan kita terapkan dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari. Rasulullah adalah pribadi yang sempurna akhlaknya. Beliau terkenal dengan lemah lembut dan sopan santunnya, namun juga tegas dalam mengambil setiap tindakan yang memang memerlukan ketegasan. Salah satu sifat mulia dari Rasulullah adalah kesabaran beliau dalam mengatasi segala persoalan, termasuk menghadapi orang-orang yang membenci beliau. Bahkan dengan kesabarannya, cacian atau makian yang sering dialamatkan kepada beliau justru beliau balas dengan kebaikan dan tetap bersikap lemah lembut. Berikut ada sebuah video kartun menarik yang mengisahkan tentang sifat sabar beliau dalam menghadapi seorang pengemis yahudi buta yang membenci beliau dan selalu mencaci-maki beliau. Semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah berikut ini :



Selengkapnya
Siapa mereka Ahlussunnah Wal Jama'ah?

Siapa mereka Ahlussunnah Wal Jama'ah?

Ahlussunnah Wal Jamaah

Seiring berlalunya zaman, semakin banyak pula bermunculan aliran-aliran yang mengatas namakan sebagai agama yang paling benar. Pada masa lampau kita mendengar nama-nama aliran seperti mu'tazilah, syiah, khawarij, murjiah, serta faham-faham seperti jabbariyah dan qadariyah. Sedangkan pada masa kini bahkan lebih banyak lagi aliran yang muncul sampai tidak terhitung jumlahnya. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa : "Sesungguhnya Bani Israil terpecah ke dalam 72 aliran, sedangkan umatku akan terpecah dalam 73 aliran, semuanya di neraka, kecuali satu aliran saja". Para sahabat bertanya : "Siapa mereka itu wahai Rasulullah?". Nabi menjawab, (mereka) adalah "Aliran yang mengikuti jalanku dan para sahabatku"

Dari hadits di atas, sudah jauh hari Nabi memberi tahu kepada kita bahwa akan terjadi perpecahan umat Islam ke dalam beberapa aliran dan kecenderungan yang berbeda-beda. Perpecahan ini juga memunculkan berbagai macam aliran-aliran sesat yang justru semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Tetapi Nabi juga memberitahukan kepada kita bahwa untuk menjaga agamaNya, Allah menetapkan satu aliran lurus yang senantiasa menegakkan aturan-aturan Allah dalam meredam pertentangan dan kekacauan ini. Sebagaimana diterangkan dalam hadits diatas, mereka adalah aliran yang dalam persoalan teologi, hukum dan urusan-urusan lainnya selalu menempuh metode dan langkah Rasul beserta para sahabatnya. 

Semangat “ma ana alaihi wa ashabii” (aliran yang mengikuti jalanku dan para sahabatku) sebagaimana hadits di atas dicetuskan kembali setelah masa sesudah Nabi wafat hingga pada periode tertentu oleh ulama besar bernama Abu Hasan Al Asy’ari (260H - 324H), tokoh Mu'tazilah yang kemudian keluar dan mendirikan madzab baru yang kemudian pengikut madzab ini dinamakan Asy’ariyah. Selain Abu Hasan Al Asy’ari, ada juga tokoh lain yang mendukung semangat ini yaitu Abu Mansur Al Maturidi, yang kemudian pengikutnya dikenal dengan Al Maturidiyah. Dua tokoh inilah yang kemudian secara formal dikenal sebagai ulama besar yang memelopori munculnya kembali semangat ajaran Islam berwawasan Ahlussunnah wal jama’ah di tengah derasnya arus Islam berwawasan Jabariyah, Qodariyah, dan Mu’tazilah yang banyak membingungkan umat Muslim. 

Dua tokoh ini bisa dikatakan sebagai bapak Ahlussunah wal Jama’ah dalam bidang tauhid atau teologi. Dalam bidang tasawuf, Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah yang dikenal pertama kali adalah Imam al Ghazali dan Imam Abu Qasim Al-Junaidy. Sementara itu, Ulama-ulama besar yang ijtihad fiqihnya mendasarkan pada Ahlussunah Wal Jama'ah di antaranya adalah para Ulama yang kemudian kita kenal dengan imam empat madzab, yakni Imam Hanafi, Imam Syafi’I, Imam Maliki dan Imam Hambali. Selain mereka, tersebut pula para Imam ahli fiqih, Ulama Hadits, Ulama Tafsir, para zuhud sufiyah, Ulama lughat dan Ulama-ulama lain yang senantiasa berpegang teguh pada aqidah Ahlussunnah Wal jamaah.

Mereka inilah sebagian besar para Ulama dari berbagai bidang keilmuan, pembawa sunnah yang bersatu dalam barisan yang kokoh, yaitu Ahlussunnah Wal jama'ah. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa memperlihatkan adanya kesesuaian antara jalan yang mereka tempuh dengan metode langkah Nabi dan para sahabatnya, serta selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabatnya tersebut sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.

Dalam pemahaman agama dan mengeluarkan hukum, mereka berpegang erat pada wahyu atau sumber-sumber yang mempunyai kekuatan seperti dalil-dalil ijma', qiyas, mashlahah dan lainnya yang tidak bertentangan dengan nash syara'. Mereka pun senantiasa memelihara diri untuk beraktivitas di bawah naungan syara' serta mengikuti perintah dan menjauhi larangannya. Mereka berpendapat bahwa dalam beberapa teks nash ada yang mengandung makna haqiqi dan ada yang mengandung makna majazi (metaforis), sehingga ada ruang bagi akal untuk memberikan tafsir dalam memahami teks tersebut. Mereka menjauhi sikap ekstrimitas dan lebih mengutamakan sikap moderasi dalam pemikiran dan aktivitas. Dalam pemahaman Al Qur'an dan hadits Nabi, mereka mengikuti apa yang dipahami generasi salafnya, yakni para sahabat, Tabi'in, Ulama Salaf, Ulama madzhab dan mereka yang senantiasa tetap berpegang teguh kepada jalan kebenaran Islam.

Mereka menyikapi perselisihan dan peperangan di antara para sahabat Rasul dengan bijak. Mereka mencintai semua para sahabat Rasul, tidak memisah-misahkan di antara mereka, dan tidak mengabaikan mereka. Mereka tidak menyebut para sahabat, kecuali dengan sesuatu yang baik. Pertikaian politik yang terjadi di antara para sahabat Nabi saw merupakan ijtihad para sahabat, bila benar mendapat dua pahala dan bila salah mendapat satu pahala. Semua sahabat Nabi, radhiyallaah 'anhum, yang pernah berada di sisi Nabi dan berjuang menegakkan Islam bersama Nabi adalah mereka yang mendapat petunjuk dan berada dalam kebenaran dan berlaku adil. 

Dalam persoalan dosa besar, Ahlussunnah Wal Jama'ah mempunyai konsep yang berbeda dengan kaum khawarij ataupun Mu'tazilah dan kaum lainnya. Ahlussunnah Wal Jama'ah memandang bahwa pelaku dosa besar yang mati dalam keadaan tauhid tidak abadi dalam neraka. Mereka sepenuhnya berada di atas kehendak Allah. Bila berkehendak, Ia akan mengampuninya, bila berkehendak, Ia pun akan mengazab mereka dengan keadilanNya. Setelah itu, mereka keluar dari neraka dengan rahmatNya dan syafaat para Nabi serta orang-orang yang diberi izin olehNya. Mereka kemudian dimasukkan ke dalam surga sebagaimana ditetapkan dalam hadits-hadits sahih. 

Aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah pun tidak mengkafirkan seseorang yang termasuk ahli kiblat hanya karena melakukan suatu dosa. Mereka pun tidak berpendapat bahwa keimanan tidak akan terpengaruhi oleh perbuatan dosa sebagaimana dikatakan oleh kaum murji'ah, tetapi mereka berharap dapat melakukan kebaikan dan takut melakukan dosa. Mereka berpendapat bahwa perbuatan manusia pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan, namun manusia memiliki kuasa (kasb) atas perbuatannya yang bersamaan dengan kehendak Tuhan.

Kerangka umum aliran Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan bahwa ilmu dan amal lebih bermanfaat daripada pertentangan dan perdebatan. Itulah sebabnya faham Ahlussunnah Wal Jamaah dengan prinsip yang terwujud dalam karakter tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang) mampu hidup dan berkembang di wilayah mana saja dan mampu melebur dengan berbagai kebudayaan, serta senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. 

Salah satu ciri warisan intelektual Ahlussunnah Wal Jama'ah yang mesti kita pertahankan sebagai generasi muslim penerus mereka adalah sikap moderat dalam memahami peristiwa-peristiwa sejarah, mengukur sesuatu dengan ukuran Islam, tidak berpandangan sempit dalam menyikapi bid'ah, menjauhi sikap ekstrim dan mudah mengkafirkan orang lain apalagi sesama umat Islam, sebagaimana dilakukan oleh aliran-aliran yang muncul pada masa kini dalam menyikapi segala bentuk perbedaan pendapat.

Kesimpulannya, para pengikut Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah orang-orang yang selalu mendasarkan konsep, ilmu-ilmu, dan perbuatan kepada kitab Allah dan sunnah RasulNya. Dengannya pula dapat dibedakan mana yang benar dan mana yang bathil. Mereka mempelajari, menganalogi, dan memberikan penilaian terhadap keyakinan, filsafat dan madzhab berdasarkan pertimbangan ilmiah. Mereka pun tetap melepaskan akal dari keterikatannya untuk membuka tabir kajian dan ilmu pengetahuan. Akal yang mereka gunakan itu berada di bawah bimbingan kitab Allah yang menjaga akal dari kesalahan, penyimpangan dan hawa nafsu.

Selengkapnya
Pentingnya keberadaan Populasi Lebah di Bumi

Pentingnya keberadaan Populasi Lebah di Bumi

Lebah madu

Lebah adalah salah satu hewan yang namanya tercantum sebagai salah satu nama surat dalam kitab suci umat Islam, Al Qur'an, yaitu surat An Nahl. Dalam islam, lebah juga merupakan salah satu hewan yang dimuliakan sehingga kita dilarang membunuhnya. Begitu banyak keistimewaan pada diri hewan lebah ini sehingga keberadaannya dibutuhkan oleh manusia dan alam.

Lebah termasuk jenis serangga yang termasuk dalam suku atau familia Apidae (ordo Hymenoptera: serangga bersayap selaput). Di dunia terdapat sekitar 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika. Lebah merupakan hewan yang hidup berkelompok, meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Lebah mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Lebah biasa membuat sarangnya di atas bukit, pohon kayu dan pada atap rumah. Sarangnya dibangun dari propolis (perekat dari getah pohon) dan malam yang diproduksi oleh kelenjar-kelelenjar lebah betina yang masih muda yang terdapat dalam badannya. Lebah memakan nektar bunga dan serbuk sari. 

Lebah banyak memberikan manfaat bagi manusia. Mereka memproduksi madu yang bisa kita manfaatkan untuk kesehatan, selain itu propolis lebah pun tidak kalah bermanfaatnya untuk manusia. Namun selain banyak memberikan manfaat, keberadaan lebah merupakan suatu ekosistem yang sangat penting dan berpengaruh bagi keberlangsungan hidup manusia dan seluruh makhluk hidup. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Albert Einstein “If the bee disappeared off the face of the Earth, man would only have 4 years left to live.” yang artinya "Jika lebah menghilang dari muka Bumi, maka manusia hanya memiliki 4 tahun lagi untuk dapat bertahan hidup".

Mungkin apa yang dikatakan Albert Einstein belum tentu benar adanya, tetapi dari apa yang dikatakannya, bisa jadi hal itu merupakan peringatan bagi kita untuk lebih peduli terhadap alam disekitar kita, termasuk mencegah punahnya keberadaan lebah. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa semua elemen dari suatu ekosistem keberadaannya sangat penting, dan mereka memainkan peran mereka sendiri yang berbeda dalam fungsional holistik ekosistem tersebut. Jika Anda menghapus salah satu unsur itu, maka akan dapat menyebabkan tingkat kehancuran tertentu, dan sistem alami akan perlu melakukan penyesuaian, yang bisa positif atau negatif dan berada di luar kendali kita.

Lebah madu menyerbuki 90% dari semua tanaman berbunga di Amerika Serikat dan minimal 30 % dari seluruh tanaman di dunia. Setidaknya sepertiga dari makanan yang kita makan, tergantung pada penyerbukan. Penyerbukan oleh lebah diperlukan untuk banyak tanaman seperti: apel, ceri, kacang kedelai, jeruk, lemon, jeruk nipis, wortel dan lain-lain. Lebih dari 100 tanaman pangan kita memerlukan penyerbukan ini, tanaman seperti pohon almond, akan tumbuh buah hanya jika bunga mereka menyerbuk silang, membuat pertukaran genetik antara dua varietas yang berbeda.

Ilmuwan telah meneliti setidaknya ada sekitar 20.000 species lebah-lebahan di dunia. Namun sejumlah orang masih merendahkan kesejahteraan dunia yang bertumpu pada koloni lebah. Perlu diketahui bahwa jasa penyerbukan alami yang disediakan oleh serangga penyerbuk khususnya lebah jantan, adalah €153 milyar Euro, kembali pada tahun 2005, nilai mereka menyumbang setidaknya 9,5 % dari total nilai makanan dari pertanian dunia, dan bertanggung jawab untuk peningkatan senilai $ 15 miliar tanaman per tahun.

Sederhananya, jika lebah untuk penyerbukan punah, maka kita tidak memiliki tanaman bunga dan tanaman buah. Karena jika tidak ada penyerbukan, maka tumbuhan juga tak akan dapat beregenerasi atau berkembang biak. Hal itu membuat semua rantai makanan termasuk hewan juga akan mati, begitu pula mamalia dan manusia. Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan masyarakat dunia, karena koloni lebah seantero Amerika dan dunia semakin lama semakin menurun drastis.

Merosotnya koloni lebah dunia membuat cemas para peneliti sejagat, dan tak sedikit pula masyarakat dunia ikut mencemaskannya. Lebah mencari madu dari tumbuhan berbunga, termasuk tumbuhan buah. Namun sayangnya tumbuhan-tumbuhan berbunga kebanyakan adalah tumbuhan semak. Oleh karenanya kadang tumbuhan semak yang berbunga ini justru dianggap “tumbuhan hama” oleh para petani dunia. Tumbuhan yang dikategorikan sebagai ‘tumbuhan hama’ tersebut akibat tumbuhan itu tumbuh di sela-sela tumbuhan pertanian. Padahal ia juga punya hak untuk tumbuh, justru manusialah yang mengambil lahan mereka menjadi lahan pertanian.

Tumbuhan semak yang dianggap “hama” justru banyak bunganya dan sesungguhnya justru merupakan tumbuhan yang menyediakan madu bagi kebanyakan lebah dunia. Pada saat tumbuhan tersebut tumbuh diantara padi, gandum dan lahan pertanian lainnya, para petani justru mencabutnya, membuangnya atau mematikannya. Sebagai gantinya, maka lebah “terpaksa” mencari bunga dari tumbuhan-tumbuhan pertanian. Seperti kebun tomat, cabai, semangka dan banyak lainnya. Akan tetapi, mengganti tumbuhan semak yang berbunga dengan tumbuhan pertanian pun ternyata tidak bisa menyelamatkan koloni lebah.

Hal tersebut dikarenakan para petani di bidang pertanian seantero dunia menggunakan pestisida. Padahal pestisida tersebut juga mencemari bunga dari semua tumbuhan pertanian dunia. Lebah terpaksa mencari bunga-bunga yang telah terkontaminasi oleh pestisida-pestisida berbahaya tersebut untuk bertahan hidup. Kebanyakan pestisida dunia menggunakan zat neo-nicotinoids, yang justru membuat lebah linglung dan tak dapat kembali ke sarangnya (disorder), lalu mati oleh racun pestisida tersebut. Itulah salah satu mengapa lebah semakin sedikit.

Selain itu, diyakini juga bahwa “organisme yang dimodifikasi secara genetika” atau Genetically Modified Organisms (GMO) juga memiliki suatu peranan buruk yang telah dilakukan dan menimbulkan masalah terhadap lebah. Hal ini berpotensi karena fakta, bahwa semua individu dari ‘strain transgenik’ semua identik secara genetik, dan ditanam secara monokultur, yang berarti lebah memiliki makanan yang terbatas dan tidak sehat.

Banyak pihak seantero Bumi yang telah termotifasi untuk dapat menyelamatkan lebah dunia dari kepunahan. Bagimana cara kita agar koloni lebah dapat kembali tumbuh dengan pesat? Ada beberapa cara agar koloni lebah dapat tumbuh dan naik jumlahnya, diantaranya:

1. Tanamlah tumbuhan berbunga dan/atau tumbuhan buah di pekarangan, taman, halaman di sekitar perumahan anda.

2. Tanamlah tumbuhan berbunga di badan-badan jalan seperti di trotoar dan jalur hijau jalanan, jalur hijau jalan tol, juga taman-taman mulai dari desa dan juga perkotaan. Gunakan semaksimal mungkin lahan yang ada untuk tumbuhan bunga.

3. Jangan gunakan pestisida kimiawi seperti yang mengandung neo-nikotinoid, terhadap semua tumbuhan bunga dan tumbuhan buah-buahan disekitar anda. Gunakanlah pestisida organik atau alamiah. Atau dapat pula hama tanaman tersebut dimusnakan dengan cara menggunakan predator alami, misalnya burung.

4. Beritahu kepada kerabat anda termasuk semua petani dan masyarakat dunia mengenai mengapa koloni lebah dunia menyusut drastis pada beberapa tahun ini. Sehingga dengan begitu, semoga koloni lebah dapat kembali naik dan menjadi sehat kembali sebagai salah satu kunci hidupnya semua species di Bumi.



Sumber : Kaskus.co.id
Selengkapnya