Kisah Nabi Muhammad SAW Bertemu Pendeta Buhaira

Kisah Nabi Muhammad SAW Bertemu Pendeta Buhaira

Suku Quraisy memiliki kebiasaan bepergian ke Syam (Suriah) sekali setiap tahun untuk berdagang. Begitu pula yang dilakukan oleh Abu Thalib bersama kafilah Quraisy. Pada awalnya, ia berencana untuk bepergian tanpa mengajak Muhammad SAW. Namun atas desakan kemenakannya tersebut, akhirnya sang paman mengalah dan mengizinkan Nabi untuk ikut berdagang bersamanya. Peristiwa ini menjadi pengalaman pertama Nabi ikut berdagang. Sebelumnya, beliau hanya menggembala kambing di gurun pasir.

Dalam perjalanan ke Syam, tatkala sampai di suatu tempat yang bernama Bushra, rombongannya itu bertemu dengan seorang pendeta Nasrani yang bernama Bahira atau “Buhaira”. Pendeta Bahira terheran-heran melihat sebuah kafilah dagang yang datang dari Makkah. Kafilah ini memang sudah sering lewat, tapi kali ini tidak seperti biasanya. Di atas mereka ada awan yang menaungi perjalanan mereka. Ketika mereka berhenti di bawah sebuah pohon, awan itu pun ikut berhenti. 

Pohon Sahabi
via merdeka.com 

Melihat hal itu, Pendeta Buhaira kemudian menjamu makan rombongan Abu Thalib dengan maksud untuk memperhatikan satu persatu orang yang manakah yang telah membawa tanda-tanda keNabian sebagaimana ia lihat. Semula Muhammad SAW tidak ikut pergi ke rumah si pendeta. Selaku anak kecil dia bertugas untuk menunggui barang dagangan. Setelah pendeta tidak menemukan yang dicarinya, maka bertanyalah dia kepada Abu Thalib: "Adakah di antara tuan-tuan yang belum datang kemari?. Saya ini akan menjamu semuanya". 

“Ada seorang anak kecil, kemenakan saya sendiri, dia sedang menunggui barang dagangan.” Sahut Abu Thalib. 

Pendeta itu kemudian berkata, “Bawalah dia kemari sekalipun dia masih kanak-kanak”. Kemudian datanglah Muhammad ke tempat pendeta itu. Setelah berhadapan muka dengan pendeta, maka pendeta itu memperhatikan gerak-gerik dan sifat-sifat serta tanda yang dicarinya. Semuanya itu terdapat pada diri Muhammad. Pendeta itu lalu memegang tangan Muhammad SAW yang masih anak-anak sambil berkata: “Ini adalah pemimpin dunia dan Rasul Tuhan semesta alam, Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta” 

Beberapa sesepuh Quraisy pun bertanya: “Engkau tahu dari mana?" 

“Saat kalian datang, pohon dan batu menunduk sujud. Kedua-duanya tidak sujud (kepada manusia) selain kepada seorang Nabi. Dan saya juga mengetahui dia (sebagai Nabi) dari khatam an-nubuwah yang ada di pundaknya". 

Tanda keNabian yang satu ini disebut dengan Khatam An-Nubuwwah yang Nabi Muhammad bawa sejak lahir. Khatam An-Nubuwwah artinya stempel keNabian. Tanda ini berupa tahi lalat berwarna hitam kekuning-kuningan. Sebahagian Ulama mengatakan disitu tertulis "Muhammadur Rasulullah" (Muhammad utusan Allah). 

Setelah memuji Muhammad, Pendeta Buhaira kemudian memberi nasehat kepada Abu Thalib supaya kemenakannya tersebut dipelihara baik-baik, karena anak inilah yang akan menjadi pemimpin ummat di kemudian hari. Andaikata diketahui oleh orang Yahudi, bahwa anak inilah yang menjadi Rasul di kemudian hari, tentulah mereka akan berusaha untuk membunuhnya. Orang Yahudi mempunyai sifat busuk hati, dan mereka menginginkan orang yang menjadi Rasul itu hendaknya dari kalangan Bani Israil saja, jangan dari bangsa lain (Arab). 

Berita tentang diri Muhammad SAW bahwa ia akan menjadi pemimpin dunia dan Nabi memang telah diperkuat dengan tanda-tanda di waktu kelahirannya. Tanda-tanda tersebut diperkuat juga oleh penjelasan pendeta Buhaira tersebut yang melihat tanda-tanda Nabi terakhir pada diri Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa ini merupakan bukti bahwa Muhammad SAW adalah benar-benar Rasul utusan Allah SWT yang mendapat tugas untuk menuntun umat manusia menuju jalan keselamatan yang diridhai Allah SWT.

Selengkapnya
Seni Tari Barongsai, Sejarah dan Keberadaannya

Seni Tari Barongsai, Sejarah dan Keberadaannya

Barongsai

Suku bangsa Tiongkok atau China merupakan etnis yang penyebarannya hampir merata di seluruh dunia. Tidak heran jika di banyak negara kemudian bermunculan kawasan seperti pecinan di Indonesia, yaitu kawasan yang banyak di huni etnis China. Penyebaran mereka di berbagai negara di belahan dunia tentunya juga membawa seni dan kebudayaan dari tanah nenek moyang mereka. Di antara seni yang masih tetap eksis hingga sekarang bahkan sering ditampilkan dalam berbagai event acara adalah pertunjukan seni barongsai. 

Barongsai adalah seni tari tradisional Cina dengan menggunakan sarung atau kostum yang menyerupai singa. Menurut kepercayaan tradisional masyarakat Tiongkok, singa adalah simbol dari keberanian, stabilitas, dan keunggulan. Konon, tarian barongsai yang dilakukan dengan diiringi suara keras dapat mengusir roh-roh jahat, hantu dan Nian (monster). Pertunjukan seni barongsai juga bermakna untuk mengusir segala hal-hal buruk yang akan terjadi. Selain itu, Masyarakat China juga percaya, tarian singa barongsai adalah pertunjukan yang membawa keberuntungan. Oleh sebab itu, tarian barongsai biasa diadakan pada berbagai acara penting, seperti diantaranya pembukaan restoran, pendirian klenteng, dan pada Tahun Baru Imlek.

Sejarah Barongsai


Keberadaan Barongsai memiliki sejarah sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan pertama tentang seni tari ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi. Barongsai hadir sejak 1500 tahun silam. Ada beberapa versi sejarah mengenai keberadaan tarian Barongsai. Versi pertama mengatakan bahwa keberadaan barongsai adalah berasal dari tradisi untuk pengusiran roh-roh jahat, hantu atau nian (monster). 

Menurut cerita masyarakat China, dikisahkan pada masa Dinasti Qing, di salah satu wilayah di Tiongkok, muncul nian (monster) yang mengganggu ketentraman penduduknya. Penduduk dibuat resah dan ketakutan dengan kemunculan monster tersebut. Hingga pada suatu waktu munculah seekor singa (barongsai) yang dengan kedatangannya mampu menghalau monster itu menjauh dari penduduk. Barongsai mampu mengalahkan monster dan membuat hawa jahat itu pergi ketakutan. 

Namun setelah kepergian singa barongsai tersebut, sang monster yang sakit hati kembali untuk membalas dendam kepada penduduk desa. Masyarakat dilanda kepanikan dan bingung karena singa yang pernah menyelamatkan desa mereka tidak diketahui keberadaannya. Akhirnya, mereka menciptakan kostum Barongsai untuk dapat mengusir monster itu kembali. Ternyata dengan mengenakan kostum barongsai, mereka berhasil membuat monster itu lari ketakutan. Hal inilah yang kemudian mendasari kenapa Barongsai selalu hadir dalam perayaan Imlek. Kini, pertunjukan barongsai mengusir monster diibaratkan sebagai mengusir aura-aura buruk yang ada. 

Sedangkan versi lain, sebagaimana dikutip dari wikipedia, menyebutkan bahwa Kesenian Barongsai muncul pada masa dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Dibuat kewalahan saat menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Akhirnya, Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda hingga sekarang. 

Seni Tari Barongsai


Seni tari barongsai secara umum dikelompokan dalam dua jenis barongsai, yaitu Singa Utara dan Singa Selatan. Singa Utara bersurai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara juga lebih terlihat alami dan lebih mirip singa. Sementara Singa Selatan memiliki sisik serta jumlah kaki bervariasi, antara dua atau empat kaki. Kepala Singa Selatan juga dilengkapi tanduk. Gerakan Singa Utara dan Singa Selatan juga tidak sama. Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepala yang keras dan melonjak-lonjak seiring tabuhan gong dan tambur. Sementara, Singa Utara cenderung lebih lincah serta penuh dinamika. Salah satu gerakan wajib Barongsai yang merupakan klimaks dan dramatis adalah saat singa memakan amplop berisi uang. Di atas amplop biasanya disertai sayuran selada air sebagai perlambang hadiah bagi sang singa.

Barongsai
via liputan6

Pelengkap tarian Barongsai adalah suara kembang api. Suara pukulan simbal, gong, dan gendang biasanya menyertai adegan semarak ini. Setiap gerakan singa, punya irama musik khusus. Musik mengikuti gerakan singa, suara drum mengikuti singa, sementara simbal dan gong mengikuti pemain gendang. Tarian Barongsai menggabungkan seni, sejarah, serta gerakan kungfu. Biasanya para pemain kungfu dan sekompok penari singa terdiri dari sekitar sepuluh orang.

Untuk menguasai tarian barongsai, para penari barongsai membutuhkan keahlian khusus dan ketangkasan yang di dapat dari hasil latihan yang rutin serta tanggap dalam mengenal medan atau arena tempat bermain. Hal ini dikarenakan permainan Barongsai harus dapat dilakukan di segala medan, ataupun arena, atau bahkan dilapangan dan juga di tempat yang luasnya minimalis.

Kesenian Barongsai di Indonesia


Kesenian barongsai masuk ke Indonesia pada sekitar abad 17, yaitu ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Kesenian Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi. 

Pada masa Presiden Soeharto, Barongsai hanya boleh dimainkan secara terbatas yaitu seperti pada setiap tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tiong Hoa (Imlek) di panggung besar Klenteng Gedung Batu Sam Po Kong, Semarang. Setelah perubahan situasi politik yang terjadi pada tahun 1998, kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya akhirnya bangkit kembali dan banyak perkumpulan barongsai mulai kembali bermunculan. Bahkan di antaranya banyak yang meraih penghargaan dari berbagai ajang kejuaraan baik di tingkat nasional ataupun internasional.

Dalam perkembangannya, permainan barongsai juga semakin bervariasi dengan dipadukan kesenian lain seperti beladiri Wushu, sehingga menjadikan gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi indah dan serasi dengan musik yang terdengar dari alat musik. Di Indonesia, kini perkumpulan seni tari barongsai banyak tersebar di berbagai kota dan dipelajari tidak hanya oleh kaum muda masyarakat etnis China. Banyak kaum muda pribumi yang kini ikut serta memainkannya. Keberadaan pertunjukan seni barongsai dapat menjadi ajang pengenalan budaya China disamping turut melestarikannya. Selain itu, keberadaan seni barongsai di Indonesia juga semakin memperkaya khazanah keragaman seni dan budaya yang ada di bumi Indonesia.

Diolah dari berbagai sumber
Selengkapnya
Berbagai Perayaan Tahun Baru Yang ada di Indonesia

Berbagai Perayaan Tahun Baru Yang ada di Indonesia


Mengawali pergantian tahun, kita mesti menghatur syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia usia yang masih bisa bertemu dengan tahun baru 2023 ini. Tentunya dalam berjalannya waktu, bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat pelajaran berharga bagi kita yang mau merenungkannya. Disamping mensyukuri anugrah nikmat tiada terkira yang kita rasakan selama ini, tahun baru juga menjadi harapan bagi kita agar bisa menjadi lebih baik lagi dalam menjalani hidup ini. 

Demi tercapainya hal itu, berbagai resolusi pun dibuat agar semua impian dan harapan berwujud kesuksesan akan dapat direngkuh pada tahun yang baru berganti ini. Tahun baru memang kerap diisi dengan berbagai perayaan. Seperti halnya tahun ini, perayaan tahun baru pun dirayakan hampir diseluruh dunia untuk menyambut pergantian tahun yang terjadi. Meski demikian, alangkah baiknya jika tahun baru juga diisi doa bersama untuk kebaikan dalam menjalani hidup. Tahun baru tidak mesti harus dirayakan dengan meriah, namun mesti diperingati sebagai ajang perenungan menuju arah hidup yang lebih baik lagi. 

Tahun Baru 2023
via shutterstock

Tahun yang baru saja datang kali ini adalah Tahun baru Masehi, yang dibuat berdasarkan kalender Masehi. Menurut sejarah, konon Tahun baru Masehi pertama kali dirayakan oleh kaisar Romawi, Julius Caesar pada tanggal 1 Januari 45 SM. Kalender Masehi sendiri memiliki 12 bulan atau 52 minggu yang dibuat berdasarkan pola pergerakan matahari. Sebagai penanggalan yang berlaku di seluruh dunia, maka tidak heran jika perayaan tahun baru Masehi selalu dirayakan dengan meriah setiap tahunnya. 

Selain tahun baru Masehi, di Indonesia sendiri sebetulnya terdapat berbagai moment pergantian tahun yang juga diperingati setiap tahunnya. Karena menggunakan kalender dan perhitungan yang berbeda, tentunya awal mula atau jatuhnya tahun baru kalender-kalender tersebut juga berbeda. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut berbagai peringatan tahun baru yang ada di Indonesia. 

1. Tahun Baru Hijriyah


Tahun Baru Islam
via republika.co.id

Tahun Baru Hijriyah atau disebut juga tahun baru Islam merupakan tahun baru yang diperingati oleh umat Islam sedunia. Berbeda dengan kalender Masehi, tahun Baru Hijriyah menggunakan pola pergerakan bulan sebagai patokannya. Tahun baru Hijriyah juga dibuat untuk menandai peristiwa penting dalam sejarah Islam, yakni peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Mekkah menuju Madinah pada tahun 622 M. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada 1 Muharram, sehingga diambil sebagai awal perhitungan bagi kalender Hijriyah. 

Penetapan ini juga untuk mengenang perubahan paradigma di mana pertama kali dalam sejarah Islam seorang Nabi dan Rasul membentuk pemerintah dengan segala kesulitan dan berhasil membuat hubungan diplomatik dengan beberapa negara serta menyampaikan dakwah Islam secara global sehingga Islam dapat tersebar merata ke seluruh penjuru dunia. Di beberapa daerah di Indonesia, perayaan tahun baru Hijriyah biasanya diisi dengan pawai keliling sambil bersenandung sholawat dan takbir, serta pembacaan doa awal dan akhir tahun.

2. Tahun Baru Saka


Tahun Baru Saka
via kontan.co.id

Tahun baru Saka biasa diperingati oleh umat Hindu di Bali dengan tradisi Nyepi, dimana para umat Hindu berusaha untuk tidak melakukan aktivitas apapun yang mengundang kebisingan. Sistem penanggalan yang digunakan adalah berdasarkan kalender Saka, yang konon berasal dari India dan kira-kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Saat Hari Raya Nyepi, para umat Hindu akan melakukan amati geni, yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri secara lahir dan batin.

Hari Raya Nyepi atau tahun Baru Saka jatuh pada hitungan Tilem Kesanga, dimana hari itu diyakini saat yang baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan hari penyucian para dewa yang berada di pusat samudra yang akan datang ke dunia dengan membawa air kehidupan (amarta) untuk kesejahteraan manusia dan umat Hindu di dunia. Saat melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia yang bersih dan suci lahir batin, segala aktifitas yang ada seperti di Bali pun ditiadakan, biasanya hanya rumah sakit saja fasilitas umum yang buka.

3. Tahun Baru Jawa


Tahun Baru Jawa
via athisa88.files.wordpress

Tahun Baru Jawa merupakan awal tahun dalam Penanggalan Jawa. Sistem penanggalan ini dibuat oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma dan digunakan oleh Kesultanan Mataram dan kerajaan pecahannya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat. 

Perayaan tahun baru Jawa biasa dilakukan pada malam 1 Suro (Muharram) dengan menyucikan diri berikut benda-benda yang diyakini sebagai pusaka. Berbagai ritual perayaan juga dilakukan untuk menyambut malam keramat ini. Iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa disebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa kita lihat dalam ritual tradisi masyarakat jawa saat menyambut tahun baru Jawa. Perayaan Tahun baru ini memang lebih menekankan unsur tradisi dan spritual, sebab bagi orang jawa, malam Satu Suro adalah malam yang keramat.

4. Tahun Baru Sunda


Tahun Baru Sunda
via jabarekspres.com

Tahun baru Sunda dikenal juga dengan Pabalu Sunda, yang dibuat berdasarkan kalender Sunda dan dirayakan oleh masyarakat tradisional Sunda di Indonesia. Kalender Sunda memiliki sistem hari, minggu, dan bulan yang hampir sama dengan kalender Masehi, yang membedakannya adalah penamaannya. Kalender Sunda mempunyai nama-nama hari, minggu, dan bulan yang berbeda. Pada sistem penanggalan Sunda, pergantian hari terjadi pada sore hari, yakni saat bulan separuh terang dan separuh gelap.

Tahun baru Sunda jatuh pada 1 Suklapaksa, bulan Kartika atau berkisar pada bulan agustus akhir di kalender Masehi. Perayaan tahun baru Sunda ini memang sebelumnya jarang terdengar, namun belakangan mulai banyak usaha yang dilakukan untuk melestarikan budaya Sunda, salah satunya dengan merayakan tahun baru Sunda. Acara yang dilakukan untuk menyambut tahun baru Sunda biasanya berupa pesta perayaan berbalut pesta seni kebudayaan masyarakat Sunda.

5. Tahun Baru Imlek


Hari Raya Imlek
via today.line.me

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan yang penting bagi masyarakat keturunan etnis China (Tionghoa). Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Banyak rangkaian perayaan yang dilakukan orang Tionghoa dalam menyambut tahun baru Imlek ini. Di Indonesia, perayaan Imlek juga cukup beragam sesuai adat dan tradisi wilayah masing-masing. 

Tradisi Tahun Baru Imlek identik dengan warna merah, karena dalam budaya Tionghoa, merah adalah warna keberuntungan. Saat perayaan berlangsung, biasanya acara diisi dengan perjamuan makan malam bersama keluarga, tradisi Barongsai, berbagi angpau, penyulutan kembang api dan hal-hal yang berbau kebisingan. Mereka percaya bahwa suara bising yang disebabkan oleh pesta dan petasan dapat mengusir roh-roh jahat yang membawa nasib buruk, sehingga harapannya perayaan tersebut akan mengundang keberuntungan di tahun yang baru tersebut. 

Demikianlah beberapa peringatan dan perayaan Tahun Baru yang ada di Indonesia. Selamat Tahun Baru 2023, Semoga Hidup menjadi lebih baik. Amiin.

Selengkapnya
Arti Kesetiaan dan Pengorbanan Karna

Arti Kesetiaan dan Pengorbanan Karna

Dalam hidup, kita banyak disuguhi berbagai kisah yang menceritakan mengenai kesetiaan dan pengorbanan. Bahkan adakalanya kedua hal tersebut mesti diraih dengan menghinakan diri demi tergapainya tujuan yang mulia. Mungkin inilah tujuan yang hendak dicapai oleh Karna. Dalam tokoh pewayangan, Karna adalah kakak tertua dari para Pandawa. Meskipun begitu, dalam perang besar Mahabarata, ia justru berada di pihak yang berseberangan dengan para saudaranya, Pandawa. Ia menjadi pendukung besar pihak Kurawa, yang dipimpin Duryudana.

Basukarna
ilustrasi

Karna adalah putra angkat dari kusir kerajaan Hastinapura, Adirata. Ia lahir dari Kunti, ibu para Pandawa, dengan ayah Batara Surya. Ia 'dibuang' oleh ibunya dengan cara menghanyutkannya ke sungai. Karna dibekali anting-anting dan sebuah baju sakti oleh ayahnya, Batara Surya. Konon baju sakti ini tidak akan mampu ditembus senjata sakti apapun. Diceritakan, Karna adalah seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Meski terlihat angkuh, ia dikenal dermawan dan murah hati, terutama kepada fakir miskin dan kaum brahmana. Pada bagian akhir perang besar di ladang Kurusetra itu, Karna diangkat sebagai panglima pihak Kurawa, namun akhirnya gugur di tangan saudaranya sendiri, Arjuna.

Pada saat remaja, saat jati dirinya belum terungkap, ia berkesempatan mendapat pengalaman hidup bersama para pangeran dari Kurawa dan Pandawa. Hingga pada suatu hari, diadakanlah pertunjukan ketangkasan memanah yang diikuti oleh para pangeran Kurawa dan Pandawa. Dalam pertunjukan itu, Arjuna dari Pandawa berhasil membungkam lawan-lawannya dengan keahliannya memanah. Saat Karna hendak menantang Arjuna beradu keahlian memanah, Arjuna menolaknya mentah-mentah. Menurut Arjuna, Karna hanya seorang anak kusir dari kasta sudra, kasta yang terendah, maka tidak pantas baginya beradu kepandaian dengan seorang pangeran. 

Merasa dihina oleh Arjuna, batin Karna bergemuruh menahan amarah, gemeretak giginya dan kepalan tangannya bahkan dapat dilihat oleh siapapun juga di tengah lapang di mana perlombaan memanah antar murid Durna itu diselenggarakan. Melihat bara kebencian dari mata Karna saat dihina Arjuna, pangeran Duryudana dari Kurawa memainkan siasatnya. Ia mengetahui potensi besar yang dimiliki Karna, sehingga ia pun mendekati Karna dan merangkulnya sebagai kawan. Bahkan Duryudana akhirnya memberi Karna jabatan sebagai Raja di sebuah negeri jajahan Kurawa bernama Awangga. 

Kesetiaan Karna


Dari sini kita bisa melihat awal mula mengapa Karna yang tahu bahwa Duryudana sebetulnya bukanlah orang baik, namun ia justru sumpah setia terhadapnya. Kesetiaan Karna kepada Duryudana dan Kurawa telah diikat oleh persahabatan yang erat di antara keduanya. Bahkan saat terjadinya perang besar Bharatayuda, ia bersumpah setia untuk membela Kurawa sampai mati. 

Dilihat dari kacamata orang awam seperti kita, kadang timbul pertanyaan mengapa Karna yang tahu arti kebenaran justru berada di pihak yang disimbolkan dengan keangkara murkaan. Ia tahu betul bahwa kebenaran di pihak Pandawa, yang nyata-nyata adalah saudaranya. Bahkan dengan sifat kesatrianya itu, tidaklah pantas baginya mendampingi Kurawa. Meskipun begitu, menurut pendiriannya, apa yang ia lakukan adalah semata-mata hanya ingin membalas budi pada orang yang pernah mendukung dan menolongnya, yakni Duryudana. Karena itulah, meski nyawa jadi taruhannya, ia tetap memegang teguh janji setia untuk tetap berada di barisan pendukung Duryudana di pihak Kurawa sepanjang hidupnya.

Pengorbanan Karna


Dikisahkan saat Kresna menjadi duta ke Hastinapura, ia pernah menemui Karna dan memintanya agar bergabung dengan Pandawa. Terlebih Karna juga sebenarnya sudah tahu bahwa dia adalah kakak tertua para Pandawa. Namun Karna menolak permintaan Kresna. Karna beralasan bahwa sebagai seorang kesatria, ia harus menepati janji bahwa ia akan selalu setia kepada Duryudana. Kresna juga telah menjelaskan kepada Karna bahwa dharma seorang kesatria yang lebih utama adalah menumpas keangkara murkaan. Namun Karna tetap teguh pada pendiriannya. 

Karna setia
ilustrasi

Dalam versi pewayangan Jawa, karena terus didesak oleh Kresna, Karna akhirnya terpaksa membuka rahasia bahwa ia tetap membela Kurawa agar supaya bisa menghasut Duryudana agar berani berperang melawan Pandawa. Ia yakin bahwa dengan kemenangan para Pandawa, angkara murka di Hastinapura juga akan hilang bersama dengan kematian Duryudana. Ia bahkan rela dirinya menjadi korban demi tertumpasnya keangkara murkaan. Ia juga siap dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya sebagai tumbal demi kebahagiaan saudara-saudaranya, para Pandawa.

Saat meletusnya perang Baratayudha, Karna yang menjadi panglima perang Kurawa akhirnya tewas di tangan Arjuna. Saat menghadapi kematiannya, Karna dengan gagah beraninya tetap memegang senjata busurnya. Ia tewas bersamaan dengan hujan yang seketika turun. Sungguh sebuah ungkapan duka yang mendalam dari para dewata. Duka yang muncul karena mayapada telah kehilangan seorang manusia kinasih, yakni manusia yang menjaga janji dan kesetiaannya.

Selengkapnya
Pendakian Puncak Songolikur, Gunung Muria, Kudus

Pendakian Puncak Songolikur, Gunung Muria, Kudus

Sebetulnya ini merupakan artikel lama yang saya posting pada tanggal 21 November tahun 2015 lalu, atau selang beberapa hari setelah blog ini dibuat. Artikel ini berisi dokumentasi perjalanan saya bersama teman-teman saya sewaktu melakukan pendakian di puncak Songolikur gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah. Saya posting ulang artikel ini untuk bernostalgia dan mengenang kembali kisah petualangan kami terutama ketika kami semua masih menimba ilmu di kota Semarang.

Gunung Muria
Gunung Muria 1602 mdpl

Adakalanya hidup itu perlu refreshing dan berpetualang. Inilah yang akhirnya mendasari kami untuk berangkat menjelajah, mengakrabi, bersua dan bersatu dengan alam, agar semakin sadar akan kebesaran Sang Pencipta, Allah SWT. Kami berlima (saya, Kang Reza, Kang Mukhlis, Kang Alim, dan Kang Fakhri) memutuskan untuk mendaki gunung. Berhubung kami masih pemula, khususnya saya, maka kami sepakat untuk melakukan pendakian ke puncak songolikur di gunung Muria, Kudus. 

Gunung Muria terletak di desa Rahtawu, Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa tengah dan memiliki ketinggian 1.602 mdpl. Gunung Muria diketahui memiliki banyak puncak, dengan puncak songolikur (puncak 29) atau disebut juga puncak saptorenggo sebagai puncak yang tertinggi. Adapun jalur pendakian menuju puncak songolikur sebetulnya ada dua, yakni jalur Rahtawu Gebog Kudus, dan jalur Tempur Keling Jepara. Karena kami berangkat dari rumah kang Reza yang berada di Mejobo, Kudus, maka kami memilih melalui jalur Rahtawu.

Pendakian menuju puncak songolikur di gunung Muria ini kami lakukan pada hari sabtu tanggal 20 sampai minggu 21 Desember 2014. Persiapan pendakian dimulai saat saya dan kang Alim, pada malam sebelum pendakian (malam sabtu) menginap di rumah kang Reza di Kudus, sementara kang Mukhlis dan kang Fakhri datang sabtu pagi hari waktu hari pendakian.

Setelah kang Muklis datang dari Purwodadi dan kang Fakhri datang dari Rembang, kami semua berkumpul terlebih dahulu di rumah kang Reza. Namun ternyata cuaca kelihatannya tidak bersahabat hari itu, karena hujan yang turun dari pagi justru semakin deras. Setelah menunggu beberapa lama dan hujan sedikit reda, akhirnya menjelang tengah hari kami memutuskan untuk berangkat. Sebelumnya kami juga mempersiapkan perbekalan yang akan kami bawa, dan berangkatlah kami menuju desa Rahtawu dengan bersepeda motor.

Perjalanan menuju desa Rahtawu ini sempat diwarnai dengan insiden terpisahnya rombongan, meski akhirnya rombongan dapat bertemu kembali. Setelah melewati jalanan yang sempit berbatu dengan genangan air hujan, maka sampailah kami di gerbang desa Rahtawu, desa terakhir untuk menuju jalur pendakian. Kami sempatkan berhenti sejenak di masjid untuk sholat dzuhur dan kemudian makan di warung pinggir jalan untuk mengisi tenaga. Setelahnya, perjalanan motor kami akhirnya benar-benar terhenti di lokasi tempat parkiran motor desa Rahtawu.

Gerbang Desa Rahtawu
Desa Rahtawu

Pendakian menuju puncak songolikur di gunung Muria ini memang belum ada basecampnya, yang ada hanya tempat penitipan sepeda motor dan pembayaran karcis mendaki sebesar 2000 rupiah per orang. Setelah memarkirkan sepeda motor dan membayar karcis masuk, kami pun bersepakat untuk langsung melakukan pendakian.

Sebelum mendaki tidak lupa kami berdoa terlebih dahulu agar diberi keselamatan, kesehatan, dan sampai di tujuan dengan selamat. Tepat sekitar jam 3 sore, pendakian menuju puncak songolikur pun dimulai. Di awal-awal pendakian, kami sering menjumpai dan berpapasan dengan warga sekitar yang lalu lalang dari berkebun di gunung. Pemandangan hijaunya alam yang indah, tebing-tebing tinggi dan jernihnya air sungai menyapa kami di sepanjang perjalanan. 
Sembari menikmati indahnya pemandangan, kami isi perjalanan ini dengan obrolan-obrolan ringan di antara kami. Ada momen lucu ketika kang Fakhri salah atau keliru dalam membaca sebuah papan peringatan yang ditempel di sebatang pohon. Papan yang bertuliskan ''dilarang menebang pohon'' dibaca menjadi ''dilarang menendang pohon'' oleh Kang Fakhri. Tentu saja hal itu membuat kami semua tertawa. Bahkan sepanjang perjalanan, kalimat tersebut akhirnya menjadi bahan guyonan di antara kami berlima.

Warga melintas di jembatan kayu
Warga melintas

Sekitar 30 menit berjalan mendaki, tepat di persimpangan jalur kami berhenti untuk beristirahat. Kebetulan ada seorang warga pencari kayu yang sedang melintas dan juga ikut beristirahat di dekat kami. Kami pun kemudian bertanya kepada bapak tersebut mengenai kedua jalur yang ada di depan kami. Bapak tersebut menjelaskan bahwa dari kedua jalur itu, satu jalur langsung menuju puncak sedangkan satunya lagi juga menuju puncak tapi melalui sendang bunton dan ada musholla kecil untuk sholat. Mendengar keterangan dari bapak tersebut, akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan melalui jalur sendang bunton.

Saat berjalan menuju lokasi sendang bunton dengan mulai banyaknya tanjakan, masalah pun muncul. Hal ini disebabkan karena saya seperti kehilangan daya untuk melangkah, seakan tenaga saya sudah habis dan wajah terlihat pucat, maklum pertama kalinya mendaki gunung. Dengan terpaksa akhirnya kami memutuskan beristirahat kembali di depan sebuah gubuk.

Gubuk
gubuk di jalur pendakian

Setelah dirasa cukup, dengan memaksakan berjalan pelan, tidak begitu lama akhirnya sampailah kami di sebuah tempat istirahat dan mushola kecil yang diatasnya juga terdapat sebuah sendang, yakni sendang bunton. Karena telah memasuki waktu ashar, kami akhirnya menyempatkan sholat ashar dan istirahat sebentar. Setelahnya kami mampir juga di sendang bunton untuk mencicipi airnya yang berasa seperti soda.

Musholla dan sendang bunton diatasnya
Mushola dan tempat istirahat

Alhamdulillah berkat pertolongan Allah, tubuh saya fit kembali dan tenaga pulih seperti sedia kala, seakan tidak sadar bahwa sebelumnya saya hampir pingsan kehabisan tenaga. Terima kasih juga kepada teman-teman saya yang telah banyak membantu dan memberi semangat. Selepas itu, perjalanan kemudian kami lanjutkan dengan diiringi kabut yang semakin tebal menyelimuti perjalanan kami. Senter yang kami bawa pun kami nyalakan untuk menerangi jalan di depan kami.

Di perjalanan berkabut ini kami mesti melewati jalur-jalur yang cukup menantang dan harus berhati-hati, karena jalur cukup sempit, melewati pinggir jurang dan rawan longsor. Setelah itu kami juga melewati beberapa tempat-tempat mistis seperti lokasi tempat petilasan atau makam. Petilasan atau makam tersebut diantaranya yaitu petilasan Nakula, Sadewa dan Puntadewa.

Kabut semakin tebal
pemandangan berkabut dan petilasan

Setelah melewati jalur pendakian yang lumayan curam dan melelahkan, akhirnya sampailah kami di puncak tertinggi gunung Muria. Kira-kira 3 jam waktu kami habiskan untuk mendaki dan tepat jam 6 kurang seperempat kami sampai di puncak songolikur. Setibanya di puncak, kami disambut dengan gerbang gapura yang dipasangi bendera merah putih di kedua sisinya. Di puncak ini, tepatnya setelah gapura, ada juga sebuah bangunan yang bentuknya menyerupai bangunan suci bagi umat Hindu atau Budha.

Gapura Puncak
Gapura puncak

Situs bangunan Hindu atau Budha
Bangunan mirip situs candi

Di puncak songolikur ini, ternyata hanya kami berlima pendaki yang baru tiba di sana. Kami tidak mendirikan tenda di puncak ini, karena memang disana sudah disediakan gubug-gubug berdinding dan beratap seng untuk para pendaki yang bermalam. Dan uniknya lagi di puncak songolikur ini ada sebuah warung yang dijaga oleh seorang bapak. Kami juga sempat mengobrol dengan bapak itu sembari membeli minuman kopi di warung tersebut.

Kami memilih sebuah gubuk yang lumayan luas untuk tempat kami bermalam. Tidak lupa kami sholat maghrib berjamaah dan kemudian memasak mie instan untuk mengisi perut kami. Setelah menyantap mie dan perbekalan jajanan yang kami bawa, kami sholat isya dan langsung bergegas tidur karena di luar juga sedang gerimis. Pada tengah malam atau sekitar jam 1 dini hari, terdengar beberapa rombongan yang baru tiba di puncak. Rombongan berisi 3 orang akhirnya berbagi ruang bersama kami di gubuk yang lumayan luas itu.

Penginapan di puncak
Bermalam di gubuk

Pagi-pagi sekali setelah shubuh, suasana puncak berubah menjadi sangat ramai. Kami berlima dan rombongan-rombongan lain berjalan menuju sudut puncak untuk menikmati sunrise matahari pagi. Sungguh indah pemandangan di atas puncak songolikur ini. Subhanallaah.... Setelah puas berada di puncak, sekitar jam 8 pada hari minggu pagi, akhirnya kami memutuskan untuk turun gunung.

Keramaian di puncak
Rombongan pendaki lain

Team pendaki
Berada di puncak

Berdiri bersama di puncak
Berada di puncak

Berpose di tengah kabut
Di tengah perjalanan berkabut

Panorama Muria
Pemandangan pegunungan

Panorama Muria 2
Pemandangan pegunungan

Panorama Muria 3
Kang Alim berpose

Panorama Muria 4
Pemandangan pegunungan

Berada di tebing
Tebing gunung Muria

Aliran air sungai
Kang Reza di sungai

Pos pembayaran karcis
Di tempat parkir/ karcis pembayaran


Selengkapnya
Kisah Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang 'Paling Panjang Tangannya'

Kisah Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang 'Paling Panjang Tangannya'


Para istri Rasulullah SAW adalah wanita-wanita yang mulia di dunia dan di akhirat. Mereka juga merupakan ibu dari kaum Mukmin (Ummul Mukminin) karena kedudukannya sebagai istri Rasul yang akan tetap mendampingi Nabi SAW hingga di surga kelak. Salah satu di antara para istri Rasul ini tersebutlah nama Zainab binti Jahsy, seorang wanita dari kalangan bangsawan Quraisy yang masih sepupu dari Rasul dan saudara perempuan dari Abdullah bin Jahsy, salah seorang sahabat Nabi yang pertama-tama memeluk Islam dan syuhada di Perang Uhud.

Terkait pernikahannya dengan Rasulullah SAW, Zainab binti Jahsy pernah mengatakan di depan istri-istri Nabi yang lain, "Kalian dinikahkan oleh bapak-bapak kalian. Sedangkan aku langsung dinikahkan oleh Allah dari atas langit ketujuh" (HR. Bukhari). 

ilustrasi
ilustrasi

Diriwayatkan dari Aisyah RA, salah seorang istri Rasulullah, beliau menceritakan bahwa sepeninggal Rasul wafat, para istri Rasul biasa berkumpul bersama sambil mengukur panjang tangan-tangan mereka di dinding. Hal ini mereka lakukan karena dulu sebelum Rasulullah SAW wafat, Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai siapa di antara istri-istri beliau yang paling cepat dalam menyusul kepergian Rasul (wafat). Rasulullah SAW bersabda, "Yang lebih dahulu menyusulku adalah yang paling 'panjang tangannya' diantara kalian" (HR. Muslim).

Karena inilah, para istri Rasul selalu mengukur panjang tangan mereka berharap menjadi yang tercepat dalam menyusul Rasul. Kegiatan mengukur panjangnya tangan ini selalu mereka lakukan hingga akhirnya Zainab binti Jahsy wafat. Padahal saat mereka mengukur tangan masing-masing, bukanlah tangan Zainab yang terpanjang, melainkan tangan dari Saudah, salah seorang istri Rasul yang lain.

Ternyata setelah ditelusuri, maksud dari ucapan Nabi yang 'paling panjang tangannya' ini bukanlah dalam artian fisiknya, melainkan aktivitas mudah mengulurkan tangan untuk bersedekah sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Zainab binti Jahsy. Jadi karena inilah Zainab menjadi yang paling cepat atau lebih dulu menyusul Rasulullah SAW wafat di antara istri-istri Rasul yang lain, karena Zainab memang sangat gemar bersedekah.

Zainab binti Jahsy adalah seorang wanita Quraisy yang terampil. Beliau memiliki keahlian menyamak, menjahit atau menenun pakaian, dan membuat pernak-pernik. Hasil keterampilannya ini kemudian beliau jual dan uangnya disedekahkan di jalan Allah. Kegiatan ini juga beliau lakukan tanpa melalaikan tugasnya sebagai istri Rasulullah SAW.

Selain itu, beliau juga senantiasa menyedekahkan apa saja yang bisa beliau sedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena inilah beliau juga menjadi tempat bernaung bagi orang-orang miskin.

Hingga meninggal, Zainab binti Jahsy tidak meninggalkan dirham ataupun dinar. Namun saat menjelang wafatnya, beliau berpesan bahwa beliau telah menyiapkan kain kafan untuk dirinya sendiri. Sedangkan bila Khalifah Umar telah menyiapkan kain kafan untuknya, maka hendaknya disedekahkan saja untuk orang lain.

Sebagai salah seorang istri Nabi, Zainab memang memiliki keistimewaan tersendiri. Selain terkenal akan kedermawanannya, Zainab binti Jahsy juga terkenal akan sifat zuhudnya terhadap dunia. Beliau tidak mudah terpedaya oleh gemerlapnya harta meski sebanyak apapun jumlahnya.

Mengenai hal ini, sayyidah Aisyah juga pernah mengatakan, "Zainab adalah wanita yang menyamaiku dibanding istri-istri Nabi yang lain. Aku tak pernah melihat seorang wanita pun yang lebih baik agamanya, lebih bertakwa, lebih jujur ucapannya, lebih menyambung silaturahim, lebih besar sedekahnya, lebih semangat mengkhidmatkan diri dalam beramal dan mendekatkan diri kepada Allah dibanding dirinya. Hanya saja (kekurangannya), ia agak keras dan cepat marah. Namun ia cepat kembali.” (HR. Muslim). 

Rasulullah SAW juga pernah memuji Zainab binti Jahsy dengan menyifatinya sebagai seorang wanita yang awwahah. Ada salah seorang sahabat yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu awwah?". Rasulullah SAW kemudian menjawab, "yakni seorang yang khusyuk dan tunduk". Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi awwah (penghiba) dan suka kembali kepada Allah. 

Zainab binti Jahsy wafat dalam usia 53 tahun pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab RA (tahun 20 Hijriyah). Makamnya berada di pemakaman Baqi, Madinah. 

Demikianlah sekelumit kisah tentang Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy Radhiyallahu 'Anha, seorang wanita yang paling panjang tangannya diantara istri-istri Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Wallahu A'lam. (diolah dari berbagai sumber) 

Selengkapnya
10 Tempat Wisata Keren dan Eksotis di Dataran Tinggi Dieng

10 Tempat Wisata Keren dan Eksotis di Dataran Tinggi Dieng

Kawasan Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu destinasi wisata populer yang bisa anda jumpai di wilayah provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara menunjukkan bahwa kawasan ini menyimpan banyak pesona wisata menarik yang sayang untuk anda lewatkan. Pada postingan kali ini, kita akan mengenal beberapa tempat wisata keren dan menarik yang ada di kawasan dataran tinggi Dieng.

1. Telaga Warna


telaga warna
via katalogwisata.com

Berlokasi di Dieng Wetan, Kab. Wonosobo, anda akan menemukan sebuah tempat wisata alam cantik nan eksotis bernama telaga warna. Salah satu keunikan dari telaga ini yaitu sering memunculkan nuansa warna - warna unik sehingga tampak indah. Terlebih saat anda mengunjungi telaga ini pada musim kemarau (bulan Juli hingga Agustus), anda akan berkesempatan lebih besar untuk dapat melihat warna air dari telaga ini berubah menjadi merah, hijau, biru, putih, hingga lembayung. Secara ilmiah, perubahan warna ini terjadi berkaitan dengan keberadaan ekosistem yang ada di telaga tersebut. 

2. Telaga Pengilon


telaga pengilon
via tempatwisatasekitar.blogspot.com

Telaga pengilon terletak bersebelahan persis dengan Telaga Warna. Nama pengilon sendiri diambil dari kata dalam bahasa jawa yang berarti cermin. Hal ini mungkin karena keistimewaan dari telaga ini dimana airnya sangat jernih sehingga bisa untuk bercermin (ngilo). Telaga pengilon memang dikenal memiliki air sangat jernih dan tidak mengandung berbagai zat kimia seperti belerang, sehingga bisa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai tempat memancing dan sumber mata air untuk pertanian. Lokasinya yang dikelilingi perbukitan juga semakin menambah keeksotisan dari telaga ini. 

3. Telaga Merdada


telaga merdada
via hoteldanwisata.com

Selain telaga warna dan telaga pengilon, kawasan Dieng juga memiliki Telaga Merdada yang tidak kalah eksotisnya dengan telaga-telaga sebelumnya. Telaga merdada sendiri merupakan yang terbesar di antara beberapa telaga yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Kabarnya air dari telaga ini tidak pernah surut sehingga biasa dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian warga. Selain itu, telaga ini juga biasa digunakan oleh para pemancing untuk menyalurkan hobi, atau juga para wisatawan untuk sekadar berkeliling telaga dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat.

4. Komplek Candi Hindu


candi Dieng
via today.line.me

Selain keindahan alamnya, kawasan Dieng juga sarat akan sejarah peradaban masa lalu yang tiada duanya. Sekumpulan candi peninggalan umat Hindu dapat ditemukan di sini. Candi-candi tersebut menjadi saksi bisu pesatnya perkembangan agama Hindu di Jawa pada masa lalu. Kompleks Candi ini juga dikenal sebagai salah satu candi tertua di Jawa yang dibangun pada sekitar abad ke 7 M. Candi-candi Hindu tersebut antara lain: Candi Gatotkaca, Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, Candi Setyaki, Gangsiran Aswatama, Candi Nakula-Sadewa, Candi Parikesit, dan Candi Dwarawati.

5. Kawah Sikidang


kawah sikidang
via ladypinem.com

Kawasan pegunungan Dieng yang memiliki aktivitas vulkanik juga menyimpan wisata kawah - kawah vulkanik dengan aroma belerangnya. Salah satu yang populer dan dikenal banyak orang adalah kawah sikidang. Kawah Sikidang adalah kawah di dataran tinggi Dieng yang paling populer dikunjungi wisatawan karena aksesnya paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti hewan kijang (kidang dalam bahasa Jawa). Jika berkunjung ke sini, pastikan anda sedia masker agar kesehatan tidak terganggu. 

6. Bukit Sikunir


bukit sikunir
via pegipegi.com

Bagi anda para pecinta alam, mengunjungi bukit Sikunir akan memberikan pengalaman tak terlupakan karena tempat ini merupakan spot terbaik untuk menyaksikan pemandangan matahari terbit paling cantik di Jawa Tengah. Nama Sikunir sendiri berasal dari tanaman rempah Kunir (kunyit) yang berwarna kuning, seperti halnya pantulan sinar matahari ketika terbit (sunrise). Bukit ini memiliki ketinggian 2.300 mdpl dan dan bisa dicapai dengan waktu tempuh sekitar 30 hingga 60 menit. Jika cuaca sedang cerah, pengunjung juga dapat menyaksikan indahnya pemandangan gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Merapi dari bukit Sikunir. 

7. Gunung Prau


gunung prau
via pendaki.id

Selain bukit Sikunir, berwisata ke gunung prau akan cocok bagi anda yang ingin merasakan tantangan lebih dengan melakukan aktivitas pendakian. Gunung Prau merupakan puncak tertinggi di kawasan Dieng dengan ketinggian hampir mencapai 2.600 mdpl. Untuk sampai ke puncaknya, waktu yang ditempuh adalah sekitar 3 sampai 4 jam tergantung kondisi fisik setiap pendaki. Dari atas puncaknya, anda dapat menyaksikan gagahnya pemandangan gunung lainnya seperti Gunung Sindoro dan Sumbing. Indahnya sunrise dan sunset juga dapat pengunjung saksikan dari atas puncak gunung prau ini. 

8. Gua Semar


goa semar
via indonesiakaya.com

Goa Semar merupakan salah satu goa yang berada di kompleks kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Selain goa semar, ada juga goa lainnya seperti goa jaran dan goa Sumur. Goa-goa ini merupakan goa yang dikeramatkan dan sering digunakan sebagai tempat untuk olah spiritual. Beberapa kalangan biasa menjadikan goa-goa ini sebagai tempat untuk bersemedi. Konon dahulu para raja-raja Jawa dan pemimpin negara juga pernah bertapa atau semedi di goa ini. Bahkan menurut sejarah, Presiden kedua Republik Indonesia, Bapak Soeharto juga pernah bertapa di area goa ini pada tahun 1974. 

9. Sumur Jalatunda


sumur jalatunda
via traverse.id

Sumur Jalatunda adalah sumur alami yang terbentuk karena aktivitas vulkanik gunung berapi. Sumur ini terletak di wilayah Banjarnegara dan kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Pekasiran, Batur, Banjarnegara. Untuk menuju lokasi, pengunjung mesti menaiki kurang lebih 257 anak tangga hingga sampai ke lokasi sumur berada. Meski begitu, indahnya pemandangan alam perbukitan di sekitar tempat ini akan ditemui di sepanjang perjalanan. Sumur jalatunda memiliki kedalaman sekitar 100 meter dengan air berwarna kehijauan. Bagi warga sekitar, sumur raksasa ini juga masih dianggap keramat dan bukan sumur biasa.

10. Dieng Plateau Theater


Dieng Plateau Theater
via jejakpiknik.com

Dieng Plateau Theater merupakan gedung bioskop yang menyajikan film dokumenter tentang kawasan wisata di dataran tinggi Dieng. Di tempat ini, wisatawan akan mendapatkan pengetahuan tentang segala hal tentang Dieng seperti sejarah peristiwa masa lalu, kondisi geografis, penduduk, budaya masyarakat, dan lain-lain yang berkaitan dengan kawasan Dieng. Dengan menonton film tersebut, pengunjung pun jadi tahu tentang segala hal yang ada di kawasan wisata alam ini. Ruangan bioskop ini mampu untuk menampung sekitar 100 orang dan beroperasi dari jam 7 pagi hingga sekitar jam 6 petang. 

Demikianlah informasi tentang 10 Tempat Wisata Keren di Dataran Tinggi Dieng. Semoga bermanfaat.  

Selengkapnya
Khasiat Yang Terkandung dari Ayat-Ayat Al Qur'an

Khasiat Yang Terkandung dari Ayat-Ayat Al Qur'an

Di antara cabang dalam disiplin ilmu Al Qur'an adalah ilmu khawashsh al Qur'an, yaitu ilmu yang menerangkan tentang khasiat-khasiat yang dikandung oleh ayat-ayat al Qur'an. Para pakar ilmu al Qur'an seperti al-lmam al-Muhaddits Badruddin al-Zarkasyi dalam al-Burhan fi Ulum al Qur'an dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al Itqan fi 'Ulum al Qur'an, membuat satu bab khusus tentang khawashsh al Qur'an. 

Al Qur'an sebagai obat penawar


Ada sekian banyak dalil yang menjelaskan bahwa Al Qur'an memiliki sekian banyak khasiat bagi kebutuhan manusia di dunia. Dalam al Qur'an al-Karim, Allah SWT berfirman: 

وَنُنَزِّلُ مِنَ الۡـقُرۡاٰنِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَّرَحۡمَةٌ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ‌ۙ

Dan kami turunkan dari al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. al-lsra' : 82). 

Menurut Ibnu Qayyim al Jauziyyah, ayat ini memberikan penjelasan bahwa seluruh kandungan al Qur'an itu dapat menjadi penyembuh yang sempurna dari segala penyakit, pelindung yang bermanfaat dari segala mara bahaya, cahaya hidayah dari segala kegelapan dan rahmat yang merata bagi orang-orang yang beriman. Dalam konteks ini, Ibnu Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zad al Ma'ad (4/162): 

“Dan telah diyakini bahwa sebagian perkataan manusia memiliki sekian banyak khasiat dan aneka kemanfaatan yang dapat dibuktikan. Apalagi ayat-ayat al Qur'an selaku firman Allah, Tuhan semesta alam, yang keutamaannya atas semua perkataan sama dengan keutamaan Allah atas semua makhluk-Nya. Tentu saja, ayat-ayat al Qur'an dapat berfungsi sebagai penyembuh yang sempurna, pelindung yang bermanfaat dari segala marabahaya, cahaya yang memberi hidayah dan rahmat yang merata. Dan andaikan al Qur'an itu diturunkan kepada gunung, niscaya ia akan pecah karena keagungannya. Allah telah berfirman: “Dan kami turunkan dari al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al Isra': 82). Kata-kata “dari al Qur'an”, dalam ayat ini untuk menjelaskan jenis, bukan bermakna sebagian menurut pendapat yang paling benar. (Ibn al Qayyim, Zad al-Ma'd, 2/162).

Al-Hafizh al-Dzahabi dalam kitabnya 'al Thibb al-Nabawi' (hal. 165) secara lebih gamblang juga menyebutkan:

"Yakni, Kami (Allah SWT) menurunkan al Qur'an yang semuanya dapat berfungsi sebagai penyembuh..." 

Dari pernyataan-pernyataan di atas ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik, yaitu: 

Pertama, sebagian perkataan manusia diyakini memiliki sekian banyak khasiat dan faedah yang dapat dibuktikan melalui percobaan. 

Kedua, seluruh ayat-ayat al Qur'an al-Karim -yang tentu lebih utama daripada perkataan manusia-, jelas lebih banyak kandungan khasiat dan manfaatnya bagi kehidupan daripada perkataan manusia. 

Ketiga, ayat-ayat al Qur'an dapat berfungsi sebagai penyembuh dan penawar yang sempurna dari segala penyakit. 

Keempat, ayat-ayat al Qur'an dapat berfungsi sebagai pelindung yang bermanfaat dari segala marabahaya dan kejahatan. 

Kelima, ayat-ayat al Quran dapat berfungsi sebagai cahaya petunjuk dari kegelapan.

Keenam, ayat-ayat al Qur'an dapat berfungsi sebagai rahmat yang merata bagi orang-orang yang beriman. 

Kaitannya dengan hal ini, ada sebuah kisah menarik yang dijabarkan dalam sebuah hadits dari Abu Sa'id al-Khudri RA:

“Abu Said al-Khudri RA berkata: “Suatu ketika beberapa orang sahabat Rasulullah SAW bepergian, hingga sampai pada satu perkampungan Arab. Mereka meminta penduduk kampung Arab itu agar menerima mereka sebagai tamu, tetapi mereka menolaknya. Lalu kepala suku kampung itu tersengat kalajengking beracun. Akhirnya penduduk kampung itu berupaya menolong kepala sukunya dengan segala cara, akan tetapi hasilnya nihil. Lalu sebagian mereka berkata: “Bagaimana kalau kita mendatangi rombongan yang lagi singgah itu, barangkali di antara mereka dapat menolong”. 

Kemudian mereka mendatanginya, dan berkata: “Wahai rombongan, kepala suku kami disengat kalajengking. Kami sudah berusaha menolongnya dengan segala cara, tapi hasilnya nihil, Apakah di antara kalian ada yang bisa membantu?”. 

Sebagian mereka (para sahabat Nabi) menjawab: “Ya, demi Allah saya bisa meruqyah. Tetapi kalian telah menolak kami sebagai tamu. Jadi saya tidak mau meruqyah sehingga kalian menjanjikan upah buat kami”. Lalu mereka menyetujui dengan imbalan beberapa ekor kambing. 

Salah seorang sahabat kemudian meruqyahnya dan membaca surah al-Fatihah. Setelah itu sang kepala suku langsung sembuh. Ia segera dapat berjalan tanpa merasakan sakit sama sekali. 

Abu Sa'id al-Khudri berkata: “Lalu mereka memenuhi upah yang dijanjikan”. Sebagian rombongan mengatakan: “Bagi-bagi”. Lalu yang meruqyah berkata: “Jangan dulu, sehingga kita mendatangi Rasulullah SAW, kita laporkan apa yang terjadi. Kita lihat apa perintah beliau”. 

Lalu mereka mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadiannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jadi kamu tahu kalau itu ruqyah?” Beliau bersabda: “Kalian benar, bagi-bagikan hasilnya. Dan saya minta bagian juga”. 

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (2115), Muslim (2201), Abu Dawud (3900), al-Tirmidzi (2064), al-Nasa'i dalam 'Amal al Yaum wa al-Lailah (1028), dan Ibn Majah (2156). Hadits ini juga menunjukkan bahwa sesuatu yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah belum tentu jelek dan keliru. Hadits ini juga menunjukkan bahwa al Qur'an itu dapat digunakan sebagai penyembuh. 

Selain sebagai penyembuh, al Qur'an juga dapat digunakan sebagai pelindung dari segala marabahaya dan kejahatan. Sebuah hadits menyebutkan:

Khaulah binti al Hakim al Salamiyah RA berkata “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa singgah di suatu tempat lalu mengatakan: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan ciptaan Allah”, maka ia tidak akan ditimpa oleh marabahaya apapun sampai ia pergi dari tempat singgahnya itu.” (HR. Muslim) 

Hadits ini mengajarkan kita agar berlindung dengan kalimat-kalimat Allah, dan tentu saja termasuk al Qur'an al Karim, dari marabahaya dan kejahatan yang mungkin mengancam kita di suatu tempat. Sebenarnya hadits-hadits seperti di atas ini ada banyak sekali dan dapat dirujuk dalam kitab-kitab karya Ulama Salaf. 

Pengamalan Ulama Salaf Terkait Khasiat dari Ayat-Ayat Al Qur'an


Menurut al Hafizh al Suyuthi dalam al-Itqan fi 'Ulum al Qur'an, ada dua cara untuk mengetahui khasiat-khasiat yang dikandung al Qur' an al Karim. Pertama yaitu melalui keterangan dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Kedua, melalui pengamalan orang-orang yang saleh. 

Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh khasiat-khasiat al Qur'an berdasarkan pengamalan dari Ulama Salaf yang Saleh. 

1. Abdurrahman bin 'Auf RA

Al-lmam al-Muhaddits Badruddin al-Zarkasyi menyebutkan dalam kitabnya al Burhan fi' Ulum al Qur'an (1/434) bahwa Sayyidina Abdurrahman bin Auf RA pernah menuliskan huruf-huruf yang ada di permulaan surat-surat Al Qur' an untuk tujuan menjaga harta benda dan perkakas rumahnya, sehingga semuanya aman dan terjaga. 

2. Imam Sufyan al-Tsauri RA

Al lmam Sufyan al-Tsauri, salah seorang ulama salaf terkemuka, pernah menuliskan untuk wanita yang akan melahirkan pada lembaran yang digantungkan di dadanya, yaitu ayat 1 - 4 Surat Al Insyiqaq: 

اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ. وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۙ. وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْۙ. وَاَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَتَخَلَّتْۙ 

3. Imam Syafi'i RA

Seorang laki-laki mengeluh kepada Imam al Syafi'i tentang matanya yang rabun. Lalu beliau menuliskan ayat (Surat Qaf ayat 22): 

 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاۤءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ

lalu tulisan tersebut dijadikan kalung oleh laki-laki ini, sehingga matanya segera pulih dan dapat melihat dengan baik. 

4. lmam Ahmad bin Hanbal RA

Ibnu Qayyim meriwayatkan dalam Zad al Ma'ad fi Hady Khair al Ibad (4/326), bahwa al-Marwazi berkata: “Aku pernah terserang penyakit demam dan didengar oleh Abu Abdillah al lmam Ahmad bin Hanbal. Lalu beliau menuliskan pada satu kertas untukku: 

Doa dari Imam Ahmad


Dalam ta'widz yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal di atas mengandung tawassul dengan Nama Allah, nama Muhammad Rasulullah SAW, dan ayat-ayat al Qur'an. Ta'widz dari lmam Ahmad bin Hanbal ini, juga dianjurkan untuk diamalkan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya Zad al Ma'ad. 

5. Imam Ilkiya al-Harrasi RA

Al Imam Ilkiya al-Harrasi, faqih bermadzhab Syafi'i yang sangat populer dan rekan lmam Hujjatul Islam  Al Ghazali, apabila dalam perjalanan beliau membaca huruf-huruf yang terdapat di permulaan surat-surat. Dan ketika beliau ditanya tentang hal itu, beliau menjawab: “Orang yang membaca atau menyimpan tulisan huruf-huruf itu, akan terjaga dirinya dan harta bendanya dari marabahaya.” 

6. Ibnu Taimiyah al-Harrani 

Ibnu Qayyim meriwayatkan dalam Zad al Ma'ad (4/326), bahwa Ibnu Taimiyah pernah menuliskan ayat berikut ini (Surat Hud Ayat 44) bagi orang yang mimisan atau keluar darah dari hidungnya. 

وَقِيلَ يَٰٓأَرْضُ ٱبْلَعِى مَآءَكِ وَيَٰسَمَآءُ أَقْلِعِى وَغِيضَ ٱلْمَآءُ وَقُضِىَ ٱلْأَمْرُ وَٱسْتَوَتْ عَلَى ٱلْجُودِىِّ ۖ وَقِيلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Ibnu Taimiyah menuliskan ayat ini di dahi orang yang hidungnya keluar darah. Ibnu Taimiyah berkata: “Beberapa kali aku melakukannya, dan berhasil sembuh”. 

Berdasarkan pengamalan-pengamalan dari ulama terkemuka di atas, dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat al Qur'an, dipastikan memiliki sekian banyak khasiat dan manfaat dalam segala kebutuhan umat manusia. Tentu saja khasiat dan manfaat ayat-ayat al Qur'an tersebut hanya dapat diketahui melalui nash-nash dari Nabi SAW atau pengamalan orang-orang saleh. Wallaahu A'lam


Selengkapnya