Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) Pada Masa Penjajahan (1830 - 1870)

Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) Pada Masa Penjajahan (1830 - 1870)

Tidak bisa kita bayangkan betapa sulit dan sengsaranya nenek moyang kita ketika hidup di zaman penjajahan. Meski hidup di tanah milik sendiri, mereka seperti tidak punya kuasa untuk menentukan nasibnya sendiri. Semua itu tidak terlepas dari sistem politik yang diterapkan pemerintah kolonial terhadap warga pribumi. Satu di antaranya yaitu penerapan tanam paksa pada kurun waktu 1830 - 1870. 

Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)

Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah culture system atau cultivation system. Pengertian dari cultuur stelsel sebenarnya adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. 

Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) Pada Masa Penjajahan (1830 - 1870)

Sedangkan rakyat pribumi menerjemahkan cultuur stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya pun dapat dikenakan hukuman fisik yang berat. Adapun jenis-jenis tanaman yang wajib ditanam yaitu tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica, dan kopi.

Menurut van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hukum adat yang menyatakan bahwa barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya. Karena raja-raja di Indonesia sudah takluk kepada Belanda, maka pemerintah Belanda menganggap dirinya sebagai pengganti raja-raja tersebut. Oleh karena itu, penduduk harus menyerahkan sebagian hasil tanahnya kepada pemerintah Belanda. 

Latar Belakang Sistem Tanam Paksa 

Penerapan sistem tanam paksa di Indonesia dilatar belakangi oleh beberapa hal berikut ini:

1. Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon sehingga menghabiskan biaya yang besar. 

2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830. 

3. Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden. 

4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat. 

5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

6. Gagal mempraktekkan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada Belanda. 

Aturan-Aturan Tanam Paksa

Ketentuan-ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam Staatsblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22, beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Bunyi dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Persetujuan-persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di Eropa. 

b. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki.

c. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam padi. 

d. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah. 

e. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu diberikan kepada penduduk. 

f. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah. 

g. Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun. 

h. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara umum. 

Ketentuan-ketentuan tersebut dalam prakteknya banyak menyimpang sehingga rakyat banyak dirugikan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 

1. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan. 

2. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Sering kali semua tanah rakyat digunakan untuk tanam paksa.

3. Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor sering kali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi.

4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.

5. Kelebihan hasil panen sering kali tidak dikembalikan kepada petani. 

6. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani. 

7. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah malah dijadikan tenaga paksaan.

Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia 

Pelaksanaan sistem tanam paksa memberikan beberapa dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif maupun negatif. 

Dampak Positif 
  • Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru. 
  • Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor. 
Dampak Negatif 
  • Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan. 
  • Beban pajak yang berat. 
  • Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen. 
  • Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) sebagai akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, serta di Demak (1848) dan di Grobogan (1849-1850) sebagai akibat kegagalan panen.
  • Jumlah penduduk Indonesia pada saat itu menurun.

Selengkapnya
Kala Inggris Berkuasa di Bumi Nusantara (1811-1816)

Kala Inggris Berkuasa di Bumi Nusantara (1811-1816)

Dalam sejarah, tercatat bahwa Inggris juga pernah berkuasa di Indonesia pada tahun 1811 hingga 1816. Inggris berhasil memegang kendali pemerintahan dan kekuasaannya di Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian tersebut memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda setelah era Daendels) kepada Inggris.

Kala Inggris Menguasai Bumi Nusantara (1811-1816)

Ketika Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Belanda. Penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens ternyata tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Prancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut. 

  • Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris. 
  • Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris. 
  • Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus. 
  • Semua utang pemerintah Belanda yang dahulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris. 

Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan). Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcuta, India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia. 
Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia. Hal ini karena hal-hal berikut ini. 
  1. Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-wenang dan kejam.
  2. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut. 
  3. Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Ia menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya berlainan. 

Kebijakan Pemerintahan Thomas S. Raffles 

Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816) adalah sebagai berikut.

Bidang Birokrasi Pemerintahan 

a. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa. 

b. Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat. 

c. Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat. 

Bidang Ekonomi dan Keuangan 

a. Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan. 

b. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) karena dianggap terlalu berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat. 

c. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent). Sistem ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan para petani dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani diwajibkan membayar pajak atas pemakaian tanah pemerintah. 

d. Pemungutan pajak pada mulanya secara perorangan. Namun, karena petugas tidak cukup akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu kepala desa tanpa melalui bupati. 

Bidang Hukum 

Sistem peradilan yang diterapkan Raffles bisa dikatakan lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Jika Daendels lebih berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara. 

Bidang Sosial

a. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa). 

b. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya, ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang kekurangan tenaga kerja. 

c. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau. 

Bidang Ilmu Pengetahuan 

Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi ilmu pengetahuan, antara lain berikut ini. 

a. Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II. 

b. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, diterbitkan dalam tiga jilid di Edinburg pada tahun 1820. 

c. Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 

d. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi

e. Dirintisnya Kebun Raya Bogor. Thomas Stamford Raffles berjasa besar dalam merintis dibangunnya Kebun Raya Bogor pada sekitar tahun 1811. 

Selama lima tahun Raffles berkuasa di Indonesia, terjadi beberapa kali persengketaan dengan pribumi. Hal ini terjadi di Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan Surakarta (1815), 

Berakhirnya Kekuasaan Thomas S. Raffles 

Thomas Stamford Raffles

Berakhirnya pemerintahan Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut. 
  1. Indonesia dikembalikan kepada Belanda. 
  2. Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris. 
  3. Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya. 

Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, maka masa pemerintahan Inggris itu juga biasa disebut sebagai masa interregnum (masa sisipan).

Selengkapnya
Sejarah Kerajaan Malaka, Pendiri, Masa Kejayaan, Hingga Runtuhnya

Sejarah Kerajaan Malaka, Pendiri, Masa Kejayaan, Hingga Runtuhnya

Kesultanan Melaka (Malaka) adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada sekitar tahun 1380-1403 M di tepi selat Malaka. Asal usul berdirinya kerajaan ini berawal dari serangan kerajaan Majapahit ke wilayah Tumasik (kini dikenal sebagai Singapura) pada akhir abad 14 M. Akibat dari ekspansi tersebut, Parameswara, raja kecil yang membawahi Tumasik pun terpaksa melarikan diri. Ia bersama dengan para pengikutnya menyusuri pesisir Selat Malaka dan kemudian mendirikan kerajaan baru yakni kerajaan Malaka. 

Sumber lain menyebutkan bahwa pendiri kerajaan ini, Parameswara, merupakan salah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Pada awal abad ke15 M, terjadi perang saudara di Kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Dalam peperangan tersebut, seorang pangeran Kerajaan Majapahit yang bernama Parameswara bersama para pengikutnya melarikan diri dari Blambangan (Banyuwangi) menuju ke Tumasik (Singapura). 

Dikarenakan Tumasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai untuk tempat pendirian sebuah kerajaan, maka perjalanan dilanjutkan ke utara sampai di Semenanjung Malaka. Di daerah inilah, Parameswara membangun perkampungan dibantu oleh petani dan nelayan setempat. Perkampungan baru itu berkembang pesat karena letaknya yang stretagis di tepi jalur perdagangan intenasional di Selat Malaka. Hal tersebut kemudian mendorong Parameswara untuk membangun sebuah kerajaan bernama Malaka.

istana kesultanan Malaka
Replika istana kerajaan Malaka

Pada saat itu, kegiatan perdagangan di Selat Malaka didominasi oleh para pedagang muslim. Akibatnya, pengaruh Islam sangat besar di wilayah ini. Hal itu berpengaruh pula terhadap rajanya. Parameswara pun akhirnya memutuskan untuk menganut agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah. Malaka kemudian berkembang menjadi kerajaan yang cukup penting di Asia Tenggara. Untuk menjaga keamanan dari ancaman Siam dan Majapahit, Iskandar Syah pada tahun 1405 meminta perlindungan kepada Kaisar Tiongkok dengan menyatakan takluk kepadanya. 

Iskandar Syah berhasil mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di Selat Malaka. la memerintah hingga tahun 1414 M. Setelah meninggal, ia digantikan putranya bernama Muhammad Iskandar Syah (1414-1424). Di bawah pemerintahannya, kekuasaan Malaka diperluas hingga menguasai seluruh wilayah Semenanjung Malaka. Guna memperkuat posisinya, Muhammad Iskandar Syah juga melakukan perkawinan politik dengan putri Kesultanan Samudra Pasai. 

Perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka pun semakin ramai. Namun, Muhammad Iskandar Syah kemudian dikudeta oleh saudaranya sendiri yang bernama Mudzafar Syah. Setelah menjadi raja baru, Mudzafar Syah bergelar Sultan Mudzafar Syah sehingga ia merupakan Raja Malaka pertama yang bergelar sultan. Mudzafar Syah memerintah Malaka pada tahun 1424-1458. Di bawah kepemimpinannya, Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat. 

Kedudukan yang demikian kuat membuat Sultan Mudzafar Syah berani menghadapi Kerajaan Siam. Serangan dari Kerajaan Siam dapat dipatahkan. Bahkan, Mudzafar Syah mampu meluaskan wilayah di sekitar Malaka, seperti Pahang, Kampar, dan Indragiri. Setelah Sultan Mudzafar Syah wafat, tahta diwariskan kepada putranya yang bergelar Sultan Mansyur Syah. 

Masa Kejayaan

Di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), kerajaan Malaka berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaannya. Sultan Mansyur Syah terus meluaskan wilayah kekuasaannya, bahkan Siam berhasil dikuasai. Pada masa pemerintahannya, Malaka juga berhasil menguasai Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera.

armada laut malaka
ilustrasi via detik.com

Pada masa pemerintahan Mansyur Syah ini kabarnya hiduplah seorang laksamana hebat yang berjasa besar dalam mengembangkan Kesultanan Malaka, bernama Hang Tuah. Menurut cerita rakyat, ia digambarkan hidup dalam beberapa abad, sejak zaman Gajah Mada pada abad ke-14 sampai zaman Belanda pada abad ke-17. 

Pengganti Sultan Mansyur Syah adalah Sultan Alaudin Syah yang berkuasa antara tahun 1477-1488 M. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Malaka mulai mengalami kemerosotan. Satu demi satu wilayah yang dahulunya dikuasai mulai melepaskan diri dari Malaka. Alaudin Syah kemudian digantikan oleh putranya bernama Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M).

Runtuhnya

Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah semakin lemah. Daerah kekuasaannya hanya tinggal meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaka. Pada masa pemerintahannya, datanglah ekspedisi bangsa Portugis yang dipimpin Alfonso D'albuquerque, yang kemudian berhasil menaklukkan Malaka. Setelah satu abad berdiri, Kerajaan Malaka pun akhirnya runtuh pada tahun 1511 M.

Selengkapnya
Sejarah Singkat Kesultanan Ternate dan Tidore

Sejarah Singkat Kesultanan Ternate dan Tidore

Ternate dan Tidore adalah nama dari dua kerajaan Islam bertetangga yang berdiri sejak abad ke-13 M. Kedua kerajaan besar tersebut terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Secara geografis, Ternate dan Tidore berada pada wilayah yang penting karena Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Oleh karena itu, Kepulauan Maluku mendapat julukan The Spicy Island (pulau rempah-rempah). 

Pada mulanya, di Maluku berdiri beberapa kerajaan kecil yang tergabung ke dalam dua kelompok, yaitu Uli Lima dan Uli Siwa. Kelompok Uli Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate dan beranggotakan Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Adapun kelompok Uli Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore dan beranggotakan pulau-pulau Makayan, Jailolo, Halmahera, dan pulau-pulau di dekat Papua. 

Kedua persekutuan itu sering kali terlibat perselisihan. Ketika Portugis datang ke Maluku, Ternate segera bersekutu dengan bangsa Portugis pada tahun 1512. Demikian juga ketika Spanyol, yang juga sedang bermusuhan dengan Portugis datang ke Maluku pada tahun 1521, maka segera bersekutu dengan Tidore.

istana ternate
Istana Ternate via unonews.id

Kerajaan Ternate, dengan ibu kotanya di Sampalu, pada akhir abad ke-15 berubah menjadi kerajaan Islam (kesultanan). Beberapa sumber menyebutkan bahwa tokoh yang berjasa dalam menyebarkan Islam di Ternate ialah Sunan Giri dari Gresik. Raja Ternate pertama yang beragama Islam ialah Sultan Marhum (1465-1485). Raja-raja berikutnya ialah Zainal Abidin, Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. 

Sementara di Tidore, menurut berita Portugis, agama Islam masuk sekitar tahun 1471. Penyebaran agama Islam di Tidore dilakukan oleh para pedagang Islam dari Gresik, Jawa Timur.

Setelah sepuluh tahun berada di Maluku, Portugis mendapatkan izin untuk membangun Benteng Santo Paolo dengan alasan untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore yang dibantu Spanyol. Namun, Portugis kemudian melakukan monopoli perdagangan, ikut campur masalah dalam negeri Ternate, dan menyebarkan agama Katolik. Akibatnya, rakyat Ternate pun jadi membenci Portugis. 

Dengan tuduhan yang dicari-cari, gubernur Portugis di Maluku de Mesquite menangkap Sultan Hairun sehingga membangkitkan kemarahan rakyat Ternate. Benteng Portugis pun diserbu. Sultan Hairun kemudian dilepaskan dan diadakan perundingan. Keesokan harinya, 28 Februari 1570, ketika Sultan Hairun berkunjung ke benteng Portugis untuk menghadhri pesta peresmian perjanjian, ia dibunuh oleh kaki tangan Portugis. 

Kematian Sultan Hairun menyebabkan kemarahan rakyat Ternate. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun), rakyat menyerang dan mengepung Benteng Santo Paolo selama lima tahun. Akhirnya pada tahun 1575, Portugis menyerah dan diusir dari Ternate. Pada tahun 1578, Portugis menduduki Timor Timur. 

Sultan Baabullah berhasil meluaskan wilayahnya sampai antara Sulawesi dan Papua, serta pulau-pulau di antara Mindanao (Filipina Selatan) sampai Bima di Nusa Tenggara. Wilayahnya mencapai sekitar 72 pulau. la wafat pada tahun 1853 dan digantikan putranya, Sahid Berkat. 

Oleh karena rakyat Maluku sangat membenci Portugis, maka kedatangan Belanda di Maluku pada tahun 1605 disambut dengan baik. Dengan mudah Belanda mendapat izin untuk mendirikan pangkalan di Ambon Ternate, Tidore, dan Halmahera. Akan tetapi, pada masa berikutnya Belanda melaksanakan aturan-aturan monopoli yang lebih berat daripada Portugis sehingga muncullah perlawanan rakyat terhadap Belanda dalam kurun 1635-1743. Namun, perlawanan itu dapat dipatahkan. 

istana tidore
Istana Tidore via wikipedia.org

Sementara di Tidore, Sultan Jamaluddin (1753-1779) naik tahta dengan mewarisi utang sebesar 50.000 ringgit. Karena tidak mampu membayar, ia dipaksa untuk menyerahkan Pulau Seram bagian timur kepada Belanda. Hal itu ditentang oleh Kaicil Badrus Zaman dan Kaicil Nuku. Belanda segera menangkap Sultan Jamaluddin dan Kaicil Badrus Zaman. Pimpinan perlawanan rakyat Tidore kemudian digantikan oleh Kaicil Nuku, yang dinobatkan sebagai Sultan Tidore (1780-1805). 

Kerajaan Tidore meraih puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Pada masa itu, wilayah kekuasaan Tidore meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Bahkan di bawah kepemimpinannya, Sultan Nuku berhasil menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda pun kalah dan akhirnya terusir dari Tidore dan Ternate. Setelah mangkat, ia digantikan adiknya, Sultan Zainal Abidin (1805-1810).

Selengkapnya
Sejarah Singkat Kerajaan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar)

Sejarah Singkat Kerajaan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar)

Kesultanan Makassar (atau juga biasa disebut kerajaan Gowa Tallo) adalah salah satu Kesultanan atau Kerajaan bercorak Islam yang terletak di Sulawesi Selatan. Wilayah inti bekas kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan Islam terbesar di Sulawesi Selatan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berdiri pada sekitar abad ke 16. 

Pada awalnya, di Sulawesi Selatan berdiri beberapa kerajaan, seperti Gowa, Tallo, Luwu, Bone, dan Soppeng. Kerajaan Soppeng, Wajo, dan Bone bergabung menjadi satu dengan nama Tellum Pacceu. Demikian juga Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi satu dengan nama Kerajaan Makassar. Bersatunya dua kerajaan (Gowa dan Tallo) yang sebelumnya berselisih ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi Kallonna. 

Dengan lokasi strategis dan potensi alam yang melimpah, Kerajaan Gowa Tallo menjadi salah satu kekuatan maritim yang dominan. Kerajaan ini mampu berkembang menjadi pusat perdagangan di kawasan timur nusantara. Hal ini pun kemudian menjadi daya tarik bagi para pedagang, baik domestik maupun pedagang asing, termasuk para saudagar muslim untuk berniaga ke wilayah ini. 

istana kerajaan Gowa Tallo
via wikipedia.org

Kerajaan Gowa Tallo menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah menganut Islam, raja Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alauddin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah, dengan julukan Awalul Islam. Gowa-Tallo berkembang menjadi kesultanan yang maju karena letaknya yang strategis di tengah lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku. 

Sultan Alauddin memerintah Makassar pada 1591-1639. Pada masa pemerintahannya, pertumbuhan Islam di Gowa semakin pesat, bahkan semua rakyat akhirnya berhasil diislamkan. Selain itu, Sultan Alauddin juga berhasil mengembangkan pelayaran dan perdagangan sehingga kesejahteraan rakyat meningkat. Saat Belanda datang, ia juga dikenal sebagai sultan yang sangat menentang penjajahan. Setelah wafat, ia digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Said (1639-1653). 
Pada masa pemerintahan Muhammad Said, Makassar maju pesat sebagai bandar transit. Posisinya yang strategis juga menjadikan wilayah kerajaan ini sebagai salah satu jalur pelayaran dan pusat perdagangan terpenting di Nusantara dalam sejarah. Sultan Muhammad Said juga pernah mengirimkan pasukan ke Maluku untuk membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said ialah putranya, yakni Sultan Hasanuddin (1653-1669). 

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar mencapai masa kejayaannya. la juga memperluas wilayah kekuasaannya di Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian, kegiatan perdagangan melalui Laut Flores harus singgah di Makassar. Hal itu ditentang oleh Belanda karena hubungan Ambon dan Batavia yang telah dikuasai oleh Belanda terhalang oleh kekuasaan Makassar. 

Ketegangan pun terjadi antara kerajaan Makassar dengan pihak Belanda. Demi menghadapi Belanda, Sultan Hasanuddin terjun langsung memimpin perjuangan melawan segala bentuk penjajahan. Keberanian Sultan Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Oleh karena keberaniannya itulah, Belanda kemudian memberikan julukan De Haantjes van Het Osten yang berarti: "Ayam Jantan dari Timur" kepada Sultan Hasanuddin. 

Sultan Hasanuddin
via tribunnews

Guna menguasai Makassar, Belanda kemudian melakukan politik devide et impera. Kesempatan itu datang ketika pada tahun 1660, Raja Soppeng-Bone bernama Aru Palaka melakukan pemberontakan pada Makassar. Karena merasa terdesak, Aru Palaka meminta bantuan VOC. Pasukan VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman menyerang Makassar dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Pasukan Makassar pun bertahan untuk mempertahankan Benteng Barombong dan Istana Sombopu. 

Pada akhirnya, Sultan Hasanuddin akhirnya dapat dikalahkan dan harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Di antara isi dari perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Kompeni Dagang Belanda (VOC) memperoleh hak monopoli dagang di Makassar. 

2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makassar. 

3. Makassar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya, seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makassar. 

4. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Selengkapnya
Menengok Sejarah Hadirnya Stasiun-Stasiun Televisi di Indonesia

Menengok Sejarah Hadirnya Stasiun-Stasiun Televisi di Indonesia

nonton tivi
via solopos.com. 

Sebelum hadirnya youtube, televisi pernah menjadi satu-satunya hiburan tiada tanding bagi masyarakat Indonesia selama puluhan tahun lamanya. Menurut sejarahnya, keberadaan siaran televisi di Indonesia sendiri dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962 dengan diresmikannya stasiun televisi milik pemerintah, yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI). 

Dilansir dari wikipedia, pendirian TVRI sebenarnya mulai dirintis sejak tahun 1961, yaitu ketika pemerintah Indonesia merumuskan untuk memasukan proyek massa televisi ke dalam proyek Asian Games IV. Pada tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan kemudian mengeluarkan surat keputusan Menpen tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). 

Selanjutnya pada tanggal 23 Oktober 1961, ketika berada di Wina, Presiden Soekarno mengirimkan teleks agar Menteri Penerangan, Maladi menyiapkan proyek televisi sebagai berikut:
  1. 17 Agustus 1962, TVRI mengadakan siaran percobaan pada HUT RI ke-17. 
  2. 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya. 
  3. 20 Oktober keluar Kepres tentang pembentukan yayasan TVRI dengan pimpinan umum Presiden RI. 

Pada waktu itu, siaran TVRI jangkauannya masih terbatas, yaitu hanya meliputi kawasan Jakarta dan sekitarnya dengan kualitas gambar yang bisa dikatakan masih buruk. Selain itu, jumlah pemilik televisi pada saat itu juga masih terbatas sekali. Terkadang orang harus berdesak-desakkan menonton di rumah kepala desa, tetangga yang memiliki televisi atau televisi umum yang disediakan pemerintah. 

Setelah diluncurkannya SKSD Palapa pada tahun 1976, siaran televisi mulai mengalami perkembangan penting. Perpaduan antara berbagai teknologi baru, teknologi komunikasi satelit, dan terjadinya proses alih teknologi memungkinkan TVRI dapat menjangkau wilayah-wilayah di Indonesia dengan kualitas gambar yang bersih dan jelas. Pada saat yang bersamaan, pemilik televisi pun mengalami peningkatan. 

Berdasarkan data pada tahun 1969, diperkirakan terdapat 65.000 unit pesawat televisi dan pada tahun 1984 terus meningkat hingga mencapai angka tujuh juta pemilik televisi. Dalam berkembangan teknologi pertelevisian, sampai pertengahan tahun 1980-an televisi masih berwarna hitam putih. Namun, setelah itu mulai berkembang era teknologi televisi berwarna yang mulai dimiliki oleh masyarakat Indonesia. 

Seperti halnya RRI (Radio Republik Indonesia), pada pertengahan tahun 1980-an, TVRI bukan hanya sekedar media informasi, namun telah berkembang menjadi sebuah industri hiburan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Pada akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, TVRI mulai tersaingi dengan kemunculan stasiun televisi swasta yang yang bukan hanya menawarkan teknologi alternatif, namun juga acara alternatif. 

Menengok Sejarah Hadirnya Stasiun-Stasiun Televisi di Indonesia
diedit dari istockphoto

Sejak masa peralihan pada tahun 1980-1990-an, pemerintah telah menerbitkan regulasi bagi industri pertelevisian yang kemudian mendorong lahirnya beberapa stasiun televisi swasta di Indonesia. Perkembangan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia diawali dengan mengudaranya Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada tanggal 24 Agustus 1989. 

Setelah mengudaranya RCTI tersebut, maka menyusul kemudian muncul industri stasiun televisi-televisi swasta lainnya antara lain yaitu Surya Citra Televisi (SCTV) pada tahun 1990, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada tahun 1991, Andalas Televisi (ANTV) pada tahun 1993, Indosiar pada tahun 1995, Metro TV pada tahun 2000, Trans TV pada tahun 2001, dan TV One pada tahun 2008. 
Setelah Orde Reformasi, kemunculan industri televisi swasta memang semakin tidak terbendung sebagai dampak dari kebebasan pers yang melanda Indonesia sejak reformasi tahun 1998. Bukan hanya stasiun televisi swasta yang dapat mengudara secara nasional, namun di banyak daerah mulai bermunculan stasiun televisi swasta lokal, terutama setelah memasuki tahun 2000.

Kemunculan berbagai stasiun televisi swasta itu tentu tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah. Hal ini dapat dilhat dari dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran pada tanggal 28 Desember 2002. Pada kalimat kedua pada pendahuluan Undang-Undang tersebut berbunyi ”... kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara.” Dengan dikeluarkannya undang-undang ini, tersirat kesan bahwa pemerintah memberi kebebasan kepada para penyelenggara bisnis siaran televisi dalam menayangkan berbagai macam siaran. 

Meskipun begitu, mesti dipahami pula bahwa undang-undang tersebut juga mensyaratkan agar media massa mempunyai keberpihakan kepada moral bahkan nilai-nilai agama. Sebagaimana terdapat dalam pendahuluan ”... menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral dan tata susila ... ”, hal ini berarti bahwa media massa seperti televisi, selain memiliki kebebasan juga harus memperhatikan nilai-nilai agama, moral, keadilan, dan tata susila dalam tayangan acaranya. Lebih jauh lagi, Pasal 5 undang-undang penyiaran itu juga memuat larangan terhadap isi siaran yang menonjolkan unsur kekerasan dan tindak asusila. 

Di samping aspek hiburan, dalam perkembangannya stasiun televisi swasta juga menyajikan siaran berita yang banyak mendapatkan perhatian pemirsa. Kondisi ini tentu telah memunculkan persaingan yang semakin besar dalam industri pertelevisian di dalam negeri. Apalagi stasiun televisi swasta telah menggunakan teknologi stasiun pemancar yang khusus dibangun di wilayah-wilayah Indonesia. Kondisi ini memungkinkan masyarakat Indonesia dapat menangkap siaran televisi swasta di rumah-rumah. Namun, di beberapa wilayah ada juga yang masih menggunakan parabola untuk menangkap siaran televisi swasta. Hal ini disebabkan belum ada atau tidak baiknya daya tangkap terhadap jaringan transmisi.

Teknologi yang dikembangkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta tentu saja telah membawa pengaruh bagi masyarakat yang lebih memilih format acara yang disajikan oleh stasiun televisi swasta, dibandingkan sajian acara TVRI. Di samping begitu terbatas pada bidang teknologi, ketergantungan politis pada pemerintah pun menjadi faktor tidak berkembangnya TVRI dari tahun ke tahun. Ketergantungan politis ini pula yang menyebabkan TVRI tidak dapat menyaingi laju perkembangan industri siaran televisi swasta.

Selengkapnya
Sejarah Perkembangan Teknologi Komunikasi di Indonesia

Sejarah Perkembangan Teknologi Komunikasi di Indonesia

Secara geografis, Indonesia merupakan negara maritim yang dipisahkan oleh beribu-ribu pulau. Kondisi ini tentu menimbulkan kesulitan dalam komunikasi dan penyebaran informasi bagi kepentingan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Meskipun teknologi komunikasi seperti telepon dan telegraf telah berkembang sejak masa kolonial, namun otomatisasi sambungan telepon lokal baru mulai dirintis pada tahun 1953. Sedangkan sambungan jarak jauh baru dilakukan pada tahun 1963. 

Sementara itu, hubungan ke luar negeri masih sangat tergantung pada radio telepon sampai tahun 1960-an. Oleh sebab itu, sistem komunikasi yang secara efektif dan efisien mampu menghubungkan dan menyebarkan informasi ke seluruh wilayah Indonesia maupun ke seluruh dunia belum dapat dilakukan secara maksimal. 

pesawat telepon
via pixabay

Dunia telekomunikasi Indonesia mengalami perubahan yang penting sejak akhir tahun 1960-an. Pembangunan jaringan telekomunikasi Nusantara yang telah dilakukan sebelumnya semakin diperluas. Jaringan gelombang mikro lintas Sumatra diselesaikan pada tahun 1975 dan jaringan gelombang mikro Indonesia Timur dapat diselesaikan pada tahun 1978.

Pada saat yang sama, muncul gagasan tentang perlunya penggunaan jaringan telekomunikasi melalui satelit, terutama untuk kepentingan hubungan dengan luar negeri. Sebagai realisasinya, Indonesia sepakat menjalin kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi internasional ITT yang kemudian mendirikan PT. Indonesian Satellite (Indosat) pada tahun 1967. 

Sampai dengan awal tahun 1970-an, hubungan telekomunikasi dalam negeri masih menghadapi berbagai macam kendala. Keberhasilan penggunaan jaringan satelit untuk hubungan luar negeri mendorong munculnya gagasan untuk memanfaatkan teknologi yang sama bagi kepentingan luar negeri. Dari berbagai pilihan yang ada, sistem komunikasi yang memanfaatkan teknologi satelit dianggap sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pada tanggal 15 Februari 1975, Indonesia akhirnya menandatangani pengadaan dua satelit, yaitu satu stasiun pengendali utama dan 40 stasiun bumi. Sebagai langkah persiapan untuk menjalankan rencana tersebut, maka pemerintah Indonesia mulai membangun sumber daya manusia dan fisik sejak tahun 1974. Beberapa orang Indonesia pun akhirnya dikirim ke luar negeri untuk mempelajari sistem komunikasi modern. Hal ini dilakukan sebagai upaya menerapkan proses alih teknologi komunikasi di Indonesia. 

Sebagai langkah selanjutnya, kemudian dibangun pusat pengendalian satelit di Cibinong Jawa Barat, yang diikuti oleh pembangunan beberapa stasiun bumi lainnya. Para pakar teknologi komunikasi Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri, bekerja sama mengoperasikan teknologi komunikasi modern yang kemudian diberi nama Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. 

Pada tanggal 8 Juli 1976, Satelit Palapa generasi pertama diluncurkan dari Cape Caneveral Florida, Amerika Serikat. Setelah berhasil mengorbit, satelit Palapa mulai berfungsi sebagai media komunikasi yang dapat menjangkau sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa negara sekitarnya pada tanggal 16 Agustus 1976. Pada waktu itu, Indonesia tercatat sebagai negara keempat yang memiliki sistem komunikasi satelit domestik setelah Kanada, Uni Soviet, dan Amerika Serikat.

ilustrasi satelit
via tirto.id

Pengaruh eksistensi SKSD Palapa sangat terasa dalam bidang sistem komunikasi jaringan telepon. Satelit Palapa telah memungkinkan Indonesia membangun lebih banyak jaringan telepon nasional dan internasional secara otomatis melalui jaringan Sentral Telepon Otomat (STO). Sebelum adanya SKSD Palapa tersebut, jaringan telepon Indonesia memiliki jangkauan dan jumlah satuan sambungan yang sangat terbatas. Namun setelah beroperasinya SKSD Palapa, jumlah sambungan jaringan telepon semakin bertambah pesat. 
Sebagai contoh, sampai pertengahan tahun 1997, tercatat tidak kurang 780 kota di Indonesia telah masuk dalam jaringan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ). Selain itu, Indonesia juga telah masuk dalam Sambungan Langsung Internasional (SLI) yang dapat menghubungkan Indonesia dengan lebih dari 200 negara di dunia. Semakin banyaknya jaringan telepon umum dan rumah tangga dengan daya jangkau wilayah yang luas meliputi kota-kota di Indonesia menjadi salah satu bukti pesatnya perkembangan teknologi pesawat telepon. 

Dalam perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia, bukan hanya luasnya jaringan telepon yang menjadi tolok ukur keberhasilan industri telekomunikasi. Akan tetapi, keberhasilan juga ditunjukkan dari mulai berkembangnya provider (penyedia) jaringan telepon seluler pada tahun 1990-an. Jaringan telepon seluler terus mengalami peningkatan, seiring penggunaan telepon nirkabel yang semakin banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. 

Di samping itu, perkembangan teknologi komputer yang dipadukan sebagai media komunikasi dan informasi melalui jaringan internet makin memperluas penggunaan satelit dalam pengembangan sistem komunikasi dan informasi. Keberadaan internet menjadikan komunikasi menjadi lebih efisien dan cepat tanpa harus menghabiskan banyak waktu dan biaya. Misalnya, dengan adanya internet, pengiriman surat, dokumen, dan informasi tidak lagi melalui pos atau faksimili, melainkan dapat menggunakan fasilitas e-mail (electronic mail) atau surat elektronik. Perkembangan jaringan internet ini telah memungkinkan penduduk Indonesia dapat mengakses informasi dan berkomunikasi, baik secara nasional maupun internasional dengan cepat dan murah.

Selengkapnya
Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia

Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia

Sebelum adanya beragam moda transportasi seperti sekarang ini, perkembangan teknologi transportasi, baik darat, laut dan udara di Indonesia telah melewati sejarah yang cukup panjang. Dalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di dunia sangat berperan akan hadirnya beragam mode transportasi di Indonesia. Nah, berikut ini kita akan belajar sekilas mengenai sejarah perkembangan teknologi transportasi di Indonesia. 


Transportasi Darat 

Perkembangan transportasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan besar dalam teknologi transportasi dunia. Penemuan-penemuan sarana transportasi yang dikembangkan di Barat dalam perkembangannya mulai diperkenalkan dan dibawa ke wilayah-wilayah koloni oleh kaum penjajah sejak akhir abad ke-19. 

Penemuan mobil oleh Gottlieb Daimler pada tahun 1887 merupakan temuan teknologi transportasi darat yang telah mengubah sejarah transportasi dunia. Di Indonesia, mobil pada awalnya dibawa masuk oleh orang-orang Eropa pada awal abad ke-20. Kepemilikannya pun lebih banyak dikuasai oleh orang-orang kaya Eropa dan terbatas di kalangan orang pribumi, seperti bupati. 

Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia
via istockphoto

Faktor pendukung berkembangnya penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Perkembangan industri otomotif Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1960-an. 
  2. Berkembangnya teknologi otomotif Jepang pada tahun 1970-an. 
  3. Perluasan dan perbaikan jalan raya. 

Pada tahun 1980-an teknologi kendaraan bermotor dari Jepang semakin bersaing dengan produksi kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat. 

Kehadiran teknologi kendaraan bermotor yang kemudian digunakan sebagai angkutan umum pada tahun 1970-an telah menggantikan peran sarana transportasi tradisional. Akibat semakin besarnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor pada tahun 1980-an, kemacetan lalu lintas menjadi persoalan utama di banyak kota besar di Indonesia. 

Namun di samping memunculkan masalah kemacetan, ada juga aspek positif dari perkembangan penggunaan angkutan bermotor. Salah satunya dapat dilihat dari proyek pembangunan jalan raya. Hal ini ditandai dengan semakin mudahnya penggunaan sarana transportasi umum yang dapat menghubungkan berbagai wilayah, baik itu antarkabupaten, antarprovinsi bahkan antarpulau. 

Selain kendaraan bermotor, transportasi darat yang juga tidak kalah pentingnya adalah perkembangan perkeretaapian. Sarana transportasi ini sudah berkembang sejak masa kolonial melalui pembangunan jaringan kereta api dan trem yang dibangun di beberapa daerah di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, jaringan kereta api dan trem hanya terdapat di seluruh Pulau Jawa, Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Sumatra Selatan, dan Provinsi Lampung. Sementara itu, jaringan trem dihapuskan seluruhnya, ketika pengoperasian jaringan trem terakhir di Jakarta dihentikan pada awal tahun 1970-an. 

Pada masa kolonial, industri kereta api dimiliki oleh swasta dan negara. Namun, setelah Indonesia merdeka, pengelolaan kereta api hanya dimonopoli oleh negara dengan tetap menggunakan teknologi dan manajemen yang berasal dari masa kolonial.

Peningkatan frekuensi perjalanan kereta api antara tahun 1950-an hingga awal tahun 1970-an masih belum diikuti oleh perbaikan teknologi dan pelayanan yang berarti. Beberapa perubahan mulai terjadi pada tahun 1970-an ketika lokomotif mulai memiliki kecepatan lebih besar dan mampu menarik banyak gerbong. Selain itu, jumlah penumpang pun semakin meningkat seiring makin tingginya angka mobilitas penduduk sejak akhir tahun 1970-an. 

Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia
via wikipedia

Pada akhir tahun 1980-an, mulai diadakan perluasan jalur dan perbaikan pelayanan. Pelayanan kereta listrik dan disel pun mulai ditingkatkan seiring makin pesatnya perkembangan daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Mengenai pengembangan teknologi, PT. INKA di Madiun telah memungkinkan Indonesia dapat membuat komponen kereta api sendiri. Hampir keseluruhan gerbong penumpang dan barang yang digunakan pada tahun 1990-an dibuat di bengkel-bengkel besar kereta api di Indonesia. 

Transportasi Laut 

Jika transportasi darat merupakan kebutuhan umum masyarakat, maka sebagai negara maritim, perkembangan transportasi air di Indonesia pun sangat bergantung pada pengembangan teknologi. Seperti halnya industri kereta api, sektor transportasi laut di Indonesia sampai pertengahan tahun 1960-an masih sangat tergantung pada kegiatan pelayaran warisan masa kolonial. Meskipun demikian, industri pelayaran tetap memiliki peran penting, misalnya sebagai sarana transportasi ibadah haji, sebelum akhirnya digantikan oleh transportasi udara pada tahun 1980-an.

Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia
via beritabeta.com

Sebagian besar kapal dan teknologi transportasi laut yang ada di Indonesia diimpor dari luar negeri. Namun, usaha pengembangan teknologi laut juga dilakukan di dalam negeri melalui keberadaan PT PAL di Surabaya yang mampu menjadi sarana pengembangan teknologi dalam bidang transportasi laut di Indonesia. Transportasi pelayaran memiliki peranan besar, bukan hanya sebagai sarana angkutan rakyat, namun juga angkutan barang. Selain penggunaan teknologi peti kemas, teknologi modern juga digunakan untuk pengapalan minyak dan gas alam cair.

Transportasi Udara 

Selain teknologi transportasi darat dan laut, perkembangan teknologi transportasi udara juga menjadi salah satu kebutuhan rakyat Indonesia yang semakin berkembang pesat dari waktu ke waktu. Setelah kemerdekaan, makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan tentu memerlukan adanya sarana transportasi udara untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi, dan pertahanan keamanan. 

Perkembangan berarti transportasi penerbangan ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini:
  1. Meningkatnya jumlah penumpang maupun barang sejak tahun 1970-an. 
  2. Bertambahnya jumlah bandar udara dan kemampuan operasional. 
  3. Pembangunan lapangan terbang perintis di beberapa provinsi. 

Keberadaan bandar udara internasional dan dalam negeri Jakarta yang masih terpisah di Halim Perdana Kusumah dan Kemayoran, sejak awal tahun 1980-an disatukan di Bandar Udara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Disusul kemudian pembukaan beberapa bandar udara di daerah untuk penerbangan internasional.

Sejarah Perkembangan Teknologi Transportasi di Indonesia
via kompas.com

Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan nasional pertama yang mulai melayani penerbangan pada tanggal 26 Januari 1949 dengan menggunakan pesawat DC3 yang dibeli masyarakat Aceh dan diberi nama Seulawah. Seiring tumbuhnya perekonomian Indonesia pada tahun 1970-an, maka mulai berkembang perusahaan penerbangan milik pemerintah dan swasta lainnya.

Sebagai upaya mengembangkan teknologi dan industri penerbangan, atas prakarsa B.J. Habibie, didirikanlah Industri Pesawat Terbang Nurtanio pada tanggal 28 April 1976 di Bandung. Dalam perkembangannya, perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). 

Sejak tahun 1976, cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia dimulai. Pada periode inilah semua aspek prasarana, sarana, SDM, hukum dan regulasi serta aspek lainnya yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang berusaha ditata. Melalui IPTN dikembangkan suatu konsep alih teknologi dan industri progresif. Konsep yang dikembangkan ternyata memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat, yaitu 24 tahun. 

Melalui kerja sama dengan beberapa penerbangan besar internasional, terutama dengan Cassa (Spanyol), IPTN berhasil merakit dan memproduksi berbagai jenis peswat terbang dan helikopter, salah satunya CN-235. Sejak akhir tahun 1980-an, IPTN juga mulai melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan pembuat pesawat terbang asing untuk membuat beberapa komponen pesawat terbang. Pada tahun 1995, IPTN memproduksi pesawat N-250 dan berhasil mengangkasa untuk pertama kalinya. Hasil rancangan IPTN tersebut diharapkan mampu bersaing di pasar dunia dengan jenis-jenis produksi pesawat lainnya. 

Namun sayang, perkembangan industri penerbangan Indonesia mengalami kemunduran pesat setelah anggaran IPTN dinyatakan defisit. Selain itu, semakin besarnya tingkat persaingan produksi pesawat perusahaan penerbangan internasional telah membuat IPTN tidak mampu lagi bersaing seperti pada masa-masa sebelumnya.

Pada tanggal 24 Agustus 2000, IPTN direstrukturisasi dan kemudian berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI). PT DI tidak hanya memproduksi berbagai pesawat, tetapi juga senjata dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat. Selain itu, PT DI juga menjadi subkontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar dunia, seperti Boeing, General Dynamic, Fokker, dan lain sebagainya.

Selengkapnya
Awal Mula Penemuan Atom Sebagai Senjata Perang (Bom Atom)

Awal Mula Penemuan Atom Sebagai Senjata Perang (Bom Atom)

Mengutip dari laman wiktionary.org, pengertian bom atom adalah bom yang ledakannya terjadi karena pelepasan energi atom yang dihasilkan dengan pemecahan inti suatu unsur kimia yang berat (misal uranium atau plutonium) dengan neutron dalam suatu reaksi berantai yang sangat cepat. Sumber lain juga menyebutkan bahwa Bom atom adalah senjata nuklir yang ledakannya dari proses reaksi fisi, dan energinya diproduksi dari inti atom.

Awal Mula Penemuan Atom Sebagai Senjata Perang (Bom Atom)
via pixabay

Menilik dari sejarahnya, atom pertama kali ditemukan oleh filsuf Yunani bernama Democritos pada abad ke-3 sebelum Masehi. Menurut Democritos, istilah atom berasal dari bahasa Yunani, atomos, yang berarti benda terkecil yang sudah tidak bisa dipecah-pecah lagi. Ia juga menyatakan, bahwa alam semesta terbuat dari kehampaan dan atom. Anggapan ini kemudian disetujui dan disempurnakan oleh para ahli sains modern, seperti John Dalton, Gay Lussac, dan Avogadro. 

Wacana tentang atom semakin mencuat ketika seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris, J.J. Thompson pada tahun 1898 berhasil mengidentifikasi susunan atom. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa atom terdiri dari sebuah inti atau nuklir dan beberapa elektron yang mengitarinya pada orbit tertentu. Inti atom tersusun atas proton dan neutron. Inti itu bermuatan positif, sedangkan elektron yang mengelilinginya bermuatan negatif. 

Riset pengembangan atom semakin meningkat ketika seorang sarjana Jerman, Max Karl Ernastludwig Planck — berdasarkan rumus Teori Relativitas Albert Einstein — mengemukakan bahwa ada energi laten (tersembunyi) dalam atom. Puncak riset tentang atom terjadi ketika Leo Szilard pada tahun 1935 menyatakan "Tiba-tiba saya berpikir, kalau kita dapat menemukan suatu unsur yang dipecah oleh neutron-neutron yang akan melepaskan dua neutron ketika neutron tersebut menyerap satu neutron, maka unsur seperti itu jika dikemas dalam massa yang cukup besar akan dapat menunjang suatu reaksi nuklir berantai". Karena ketiadaan sarana yang menunjang di Inggris, maka teori dan eksperimen Szilard mengalami kegagalan. 

Setahun sebelum Szilard melontarkan teorinya, seorang fisikawan Amerika Serikat (pelarian dari Italia) bernama Enrico Fermi telah mengungkapkan suatu penemuan yang membuka jalan ke arah penemuan baru. Penemuan tersebut mengungkapkan bahwa dalam inti atom tersimpan energi potensial atau tenaga sangat hebat yang masih tersembunyi. Hasil penelitian Fermi disangsikan oleh para pakar kimia dari Laboratorium Institut Kaisar Wilhelm di Berlin. Para pakar tersebut terdiri dari Lise Meitner, Otto Halm, dan Frits Strassman. Ketiganya mengulangi hasil riset Enrico Fermi. Hasil akhir disimpulkan bahwa Unsur-unsur aneh dalam transformasi uranium adalah isotop barium. 

Kesimpulan ini masih menimbulkan pertanyaan. Ketika Meitner menghitung massa atom dari unsur baru yang terjadi itu, maka dapat diperoleh hasil bahwa massa atom uranium itu tidak sebanyak massa atom uranium sendiri. Lalu kemanakah hilangnya sisa massa tersebut?. Meitner lalu berkonsultasi dengan Otto Frisch dan menghasilkan sebuah kesimpulan, bahwa bagian massa uranium yang hilang dalam proses tersebut tentulah telah berubah menjadi tenaga atau energi. Kesimpulan ini didasarkan pada Teori Relativitas dari Albert Einstein.

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa hasil yang didapat dari pemboman sepotong logam uranium dengan neutron membuat para pakar menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mengatakan, bahwa nucleus (inti) dari logam uranium telah terbelah menjadi dua unsur yang lebih ringan. Sedangkan sebagian energi luar biasa yang diperlukan untuk menyatukannya telah terlepas. Dengan demikian muncullah suatu teori, bahwa inti atom dari uranium dapat dipecah menjadi dua bagian kurang lebih sama dan dalam proses pemecahannya melepaskan sejumlah energi yang luar biasa besarnya. 

Hasil riset para pakar dari Institut Kaisar Wilhelm di Berlin kemudian disampaikan kepada Niels Bohr, seorang pelopor ilmu fisika berkebangsaan Denmark. Melalui majalah Tinjauan Fisika, Niels Bohr berhasil menyebarkan informasi hasil riset tersebut hingga ke Amerika. 

Hasil penemuan di bidang nuklir mendorong kekuatan-kekuatan internasional yang saling bertentangan pada waktu itu untuk menggunakannya sebagai senjata. Kekuatan yang dimaksud adalah fasisme versus demokrasi. Kalangan ilmuwan khawatir jika nuklir akan digunakan sebagai senjata oleh kekuatan fasisme pimpinan Jerman yang dikomandani oleh Adolf Hitler untuk melawan kekuatan demokrasi pimpinan Amerika Serikat. Oleh karena itu, George B. Pegram, pimpinan Universitas Colombia Amerika Serikat, atas desakan Leo Szilard dan Enrico Fermi menulis surat kepada Laksamana Hooper dari Angkatan Laut Amerika Serikat. 

Isi surat memperingatkan tentang kemungkinan bahwa uranium akan digunakan sebagai bahan peledak yang berdaya ledak dahsyat. Szilard juga mendesak Dr. Alexander Sachs, seorang ahli ekonomi dan juga teman dekat Presiden Amerika Serikat FD. Roosevelt, serta menulis surat kepada presiden dengan mendesak Albert Einstein untuk menandatanganinya. Usaha Szilard ini dimaksudkan untuk memberitahukan kepada presiden tentang bahaya penggunaan uranium jika Jerman sampai memanfaatkannya sebagai senjata. 

Einstein yang juga didesak oleh Szilard, pada awalnya enggan menanggapi untuk menandatangani surat tersebut. Namun, karena Einstein adalah orang Jerman keturunan Yahudi yang membenci dan sekaligus dibenci oleh kaum fasisme, akhirnya Einstein mengambil sikap tegas, dengan mengatakan bahwa "Kekuatan harus dihadapi dengan kekuatan." Einstein akhirnya mengirimkan surat kepada F.D. Roosevelt pada tanggal 2 Agustus 1939. Surat itu berisi informasi tentang lemahnya kekuatan Amerika Serikat karena hanya mempunyai sedikit sekali persediaan biji uranium. Sebaliknya, Jerman memiliki persediaan uranium jauh lebih banyak. Sudah tentu, pengembangan uranium milik Jerman tersebut telah membuat khawatir Amerika Serikat. 

Einstein menyarankan kepada pemerintah Amerika Serikat agar mulai serius dengan masalah uranium tersebut. Einstein meminta kepada Presiden agar pemerintah mengadakan kontak permanen dengan para pakar fisika. Einstein juga menginformasikan bahwa sejenis bom baru berkekuatan sangat hebat dapat dibuat. Oleh karena itu, Amerika Serikat seharusnya mulai mendanai riset untuk mengembangkan senjata nuklir. 

Pada tanggal 12 Oktober 1939, usulan Einstein ditanggapi oleh FD. Roosevelt. Presiden akhirnya membentuk Komite Uranium. Komite ini bertugas menyelidiki otensi atom uranium. Presiden menunjuk Lyman Briggs, Letnan Kolonel Gilbert Hoover dan Kolonel Keith Adamson sebagai anggotanya. Komite Uranium berada di bawah koordinasi Kantor Penelitian dan Pengembangan Sains yang dipimpin oleh Vannever Bush. Orang-orang yang duduk sebagai anggota kantor tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. James B. Conant, Presiden Universitas Harvard
  2. Ernest Lawrence, pemimpin Laboratorium Sains Universitas California 
  3. Enrico Fermi, ahli Fisika Italia 
  4. Leo Szilard, ahli Fisika Hongaria 
  5. Kenneth Bainbridge, Profesor Universitas Harvard 
  6. Arthur Comtoton, Ketua Departemen Fisika Universitas Chicago. 
  7. Karl Compton
Pada bulan Maret tahun 1941, para peneliti di Laboratorium Berkeley menemukan unsur-unsur kimia baru yang dapat dipakai sebagai bahan bom nuklir, selain uranium U-235. Unsur baru tersebut dalam unsur ke-94 disebut plutonium. Para ahli yang melakukan riset tersebut adalah Edwin M. Mc Millan dan Philip H. Abelson. Hasil penelitian kedua pakar tersebut dilanjutkan oleh Joseph Kenned, Arthur Wahl, dan Emilio Segre.

Bagi Amerika Serikat, plutonium merupakan bahan penting untuk membuat bom atom. Masalah utamanya adalah, bagaimana membangun sarana-sarana untuk melakukan hal itu. Guna memecahkan masalah tersebut, Vannever Bush kemudian menghadap kepada Presiden FD. Roosevelt dan Wakil Presiden Henry A. Wallace. Baca kelanjutannya: Sejarah Pembuatan Bom Atom Serta Hancurnya Kota Hiroshima dan Nagasaki

Selengkapnya
Sejarah Pembuatan Bom Atom Serta Hancurnya Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang

Sejarah Pembuatan Bom Atom Serta Hancurnya Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang

Kita yang pernah mengenyam bangku sekolahan pasti pernah diajarkan pelajaran sejarah mengenai jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Peristiwa yang banyak merenggut korban jiwa tersebut sangat berdampak pada melemahnya kekuatan Jepang sehingga akhirnya mereka menyerah kepada sekutu. Bagi bangsa Indonesia, peristiwa tersebut juga membuka jalan lebar bagi percepatan kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. 

Pada tahun-tahun awal Perang Dunia II, para ahli menetapkan energi yang berasal dari 1 gram uranium jika "dibakar" dengan kondisi yang tepat akan setara dengan 10 juta kali energi yang keluar dari pembakaran batu bara dan udara dengan jumlah berat yang sama. Pada awal tahun 1940-an, ketika perang berkecamuk di daratan Eropa, para ahli fisika dari kedua pihak yang berperang diperintahkan meneliti uranium sebagaimana mereka meneliti kekuatan yang dilepaskan atom dalam pembentukan sebuah bom. 

Proses Pembuatan Bom Atom

Rencana pembuatan bom atom sebagai senjata perang bermula ketika Vannever Bush menghadap kepada Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt dan Wakil Presiden Henry A. Wallace. Dalam pertemuan itu, Bush menguraikan penemuan-penemuan terakhir dan memberikan taksiran biaya sementara pembuatan suatu instalasi produksi yang diperlukan untuk menimbun uranium serta perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan senjata yang diharapkan. Atas paparan Bush itu, akhirnya FD. Roosevelt menyetujui rencana pembuatan bom atom. 

Pada tanggal 7 Desember 1941, pangkalan Amerika di Pearl Harbour diserang Jepang. Untuk membalas serangan itu, FD. Roosevelt lalu mengerahkan beribu-ribu orang untuk membangun sebuah badan yang dikenal dengan nama The Manhattan Enginer District atau lebih dikenal dengan sebutan Proyek Manhattan. Namun sayangnya, pada tanggal 12 April 1945 Presiden FD. Roosevelt meninggal dunia akibat tekanan darah tinggi dan penyakit jantung yang dideritanya. 

Penggantinya, Harry S. Truman (Presiden AS, 1945-1953) kemudian meneruskan Proyek Manhattan dengan melakukan manuver, yaitu menguji coba bom atom pertama di dunia. Proyek ini mencakup sebuah program besar untuk membuat bahan-bahan baku perakitan bom atom. Koordinator program tersebut adalah Jenderal Leslie Groves, seorang insinyur West Point berusia 46 tahun. Groves bertugas mengawasi pengoperasian fasilitas-fasilitas instalasi pembuatan bom atom. Pelaksanaan penyelidikan dan produksi bom atom dipusatkan di tiga tempat terpencil, yaitu di Oak Ridge (Tennessee), Hanford (Washington), dan Los Alomos (New Mexico). Di bawah pengawasan Julius Robert Oppenheimer, akhirnya bahan-bahan yang dihasilkan di Oak Ridge dan Hanford dirakit dan dibuat senjata nuklir. 

Ketika instalasi-instalasi di Oak Ridge dan Hanford sedang memproduksi dalam jumlah sedikit bahan-bahan baku bom atom berupa U-235 dan plutonium (Pu-239), dua rancangan bom atom telah selesai dibuat di Los Alomos. Bom atom yang telah berhasil dibuat itu diberi nama "Thin Man" dan "Fat Man". Thin Man adalah ikon dari FD. Roosevelt yang memang kurus, sedangkan Fat Man adalah ikon Perdana Menteri Inggris Winston Churchill yang bertubuh gemuk. Dalam perkembangannya, laras senjata Thin Man terpaksa dipendekkan sehingga dalam bentuk akhirnya menyerupai Little Boy. Sejak itulah nama Thin Man berganti nama menjadi Little Boy.

bom atom little boy dan fat man

Sukses merakit bom atom, Jenderal Leslie Groves melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu Operasi Silver dan Plate. Operasi ini mempunyai misi untuk mengujicobakan bom atom. Untuk keperluan misi itu dibangunlah instalasi Angkatan Udara Rahasia di Gurun Utah, yang dilengkapi dengan sebuah oasis terpencil dengan nama Lapangan Wendover. Tempat ini dikenal dengan nama sandi Kingman ditentukan atau W.47. Letak Wendover adalah 1.25 mil sebelah barat Salt Lake City. 

Program ini melibatkan kurang lebih 1.500 orang yang terdiri dari kalangan ilmuwan dan militer yang kemudian membentuk kelompok gabungan ke-509 dengan komandannya Kolonel Paul Tibbets. Kelompok Gabungan ke-509 bertanggung jawab menjalankan misinya untuk membidikkan bom atom ke arah sasaran yang akan ditentukan. 

Untuk melaksanakan uji coba bom atom dibentuklah Skuadron 393 oleh Paul Tibbets. Skuadron ini merupakan bagian dari Kelompok ke-509. Anggota skuadron tersebut antara lain Mayor Thomas Ferebee (anggota regu pembom), Dutch van Kirk (navigator pesawat terbang), dan Mayor Chuck Sweeney (pelatih pilot yang mengemudikan pesawat B-29 gaya baru). 

Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi pergantian jabatan komandan Skuadron 393. Paul Tibbets digantikan nana oleh Mayor Chuck Sweeney. Chuck Sweeney sebelumnya adalah pelatih Regu ke-15, yaitu salah satu regu yang berada dalam Skuadron 393. Regu ini dibentuk pada musim gugur tahun 1944. Di tengah-tengah latihan intensif pada tanggal 16 Juli 1945, di bawah pengawasan Leslie Groves, Vannever Bush, dan James Conant, para ilmuwan berhasil melakukan ujicoba bom plutonium di Gurun Pasir New Mexico (Los Alamos). Uji coba atom tersebut semula diragukan akan berhasil, namun dalam kenyataannya justru menghasilkan daya ledak yang dahsyat. 

Setelah berhasil dalam ujicoba, maka langkah selanjutnya adalah menggunakan bom atom untuk kepentingan perang. Melalui dokumen berjudul Down Fall, diketahui adanya rencana penyerbuan ke pulau-pulau utama Jepang. Tujuannya adalah memaksa Jepang menyerah tanpa syarat. Akhirnya, Presiden Harry S. Truman memperintahkan supaya bom atom dijatuhkan di dua kota, yaitu Hiroshima dan Kokuro, serta kota Nagasaki sebagai cadangan. Hiroshima dipilih sebagai kota pertama untuk kelinci percobaan bom atom berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
  1. Hiroshima adalah basis militer dan pusat logistik. 
  2. Hiroshima merupakan pusat pengendalian perekonomian dan pemerintahan di distrik Chugoku.
  3. Letak geografis Hiroshima strategis sehingga ilmuwan Amerika dapat dengan mudah-mengukur daya kekuatan bom atom. 
Jatuhnya Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki

ledakkan di Hiroshima dan Nagasaki
Gambar via wikipedia

Bom atom di Hiroshima dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945, pukul 08 15 waktu Asia (5 Agustus malam waktu Washington). Misi pemboman dipimpin oleh Kolonel Paul Tibbets dari skuadron Angkatan Udara USA. Jenis pesawat yang digunakan adalah B-29 No. 91. Misi tersebut menggunakan tiga pesawat. Pesawat pertama dengan pilot George Marquardt bertugas membawa kamera-kamera berkecepatan tinggi untuk mengabadikan peristiwa peledakan bom atom. Pesawat kedua yang diberi nama The Great Arteste dengan pilot Mayor Chuck Sweeney bertugas mendeteksi proses peledakan bom atom. Pesawat ketiga yang diberi nama Anola Gay dengan pilot Paul Tibbets bertugas menjatuhkan bom atom U-235 yang diberi nama Little Boy.

Dalam melaksanakan misinya, pilot Paul Tibbets dibantu oleh Kapten Robert Lewis (Bob Lewis) sebagai copilot. Sebagai pembidik dan pembomnya, Mayor Thomas Ferebee serta Kapten W. Persons sebagai penjaga Little Boy selama penerbangan dengan tujuan menghindari terjadinya ledakan setelah tinggal landas. 

Bom atom di Nagasaki dijatuhkan pada tanggal 9 Agustus 1945. Sebenarnya, kota Nagasaki hanyalah kota cadangan sasaran bom atom. Kota kedua setelah Hiroshima yang menjadi sasaran sesungguhnya adalah kota Kokuro. Kota ini merupakan gudang persenjataan Jepang. Akibat banyak asap pabrik yang bercampur kabut di kota Kokuro, maka sasaran pemboman dialihkan ke kota Nagasaki. Misi pemboman dipimpin oleh Letkol Ashworth dan Mayor Chuck Sweeney dari skuadron 393. Jenis pesawat yang digunakan adalah B-29. Misi itu juga menggunakan tiga pesawat. 

Pesawat pertama adalah Myron Faryna dengan pilot Mayor Jim Hopkins yang bertugas membawa kamera. Pesawat kedua ialah The Great Arteste dengan pilot Fred Bock yang bertugas membawa peralatan penelitan ilmiah. Pesawat ketiga adalah Bock's Car (No. 77) dengan Mayor Chuck Sweeney sebagai pilotnya yang bertugas membawa bom atom plutonium 239 yang diberi nama Fat Man. 

Korban tewas akibat serangan bom atom itu sendiri bukan hanya disebabkan oleh dahsyatnya daya ledak. Namun, banyak korban tewas berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian akibat radiasi yang ditimbulkan pasca ledakan bom atom tersebut. Diperkirakan jumlah korban tewas di Hiroshima mencapai 140.000 jiwa yang disebabkan ledakan atom. Adapun di Nagasaki diperkirakan 74.000 jiwa tewas akibat kedakan atom. Adapun jumlah korban tewas dari kedua kota akibat dampak ledakan sekitar 214.000 jiwa. Di kedua kota tersebut, rakyat sipil menjadi korban dari penggunaan bom atom yang pertama kali diuji coba Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II.

Pasca diledakannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang akhirnya mengumumkan menyerah kepada sekutu. Kaisar Jepang Hirohito mengatakan bahwa musuh memiliki senjata mematikan untuk membunuh banyak korban tidak bersalah. Bila perang dilanjutkan, maka akan menyebabkan kehancuran di seluruh Jepang dan kemusnahan umat manusia. Oleh karenanya, dia memilih untuk kalah daripada warga Jepang dimusnahkan. 
Penggunaan bom atom oleh Amerika tersebut memang banyak mengundang perdebatan. Di pihak Amerika Serikat, penggunaan bom atom dijadikan alasan untuk mengakhiri perang dengan cepat. Dengan demikian, langkah yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini dapat menyelamatkan banyak nyawa di kedua belah pihak dari aksi-aksi invasi yang dilakukan Jepang. Adapun di pihak Jepang, masyarakat umum cenderung memandang bahwa pemboman itu adalah suatu hal yang tidak perlu dilakukan hanya sebagai upaya untuk mendesak Jepang menyerah.

Selengkapnya