Tradisi Panen Padi di Desaku

Tradisi Panen Padi di Desaku

Ilustrasi panen padi
Ilustrasi panen padi. 

Hamparan sawah yang sebelumnya hijau kini telah berubah menguning. Ya, beberapa hari ini di desaku Candiwulan sedang memasuki musim panen. Berhektar-hektar padi milik para petani telah siap untuk dipanen. Ketika musim panen tiba, sawah akan berubah menjadi ramai tidak seperti hari-hari biasanya. Orang-orang datang berduyun-duyun menuju sawah untuk memanen hasil sawahnya.

Meskipun panen tidak selalu mendapat hasil melimpah, karena adakalanya tanaman padi diserang hama seperti tikus, wereng ataupun hama lainnya, panen bagi petani tetap menjadi berkah dan rezeki yang harus selalu disyukuri. Begitu pula pada masa panen kali ini. Banyak tanaman padi yang diserang hama wereng, sehingga para petani harus cepat-cepat memanen hasil padinya. Beruntung meskipun ada sebagian padi yang terserang, masih banyak yang bisa terselamatkan. 

Panen tidak hanya menjadi rezeki bagi orang yang punya sawah, tetapi panen juga memberikan rezeki bagi orang lain. Sudah menjadi tradisi di daerah saya tinggal, bahwa setiap musim panen tiba, maka akan ada banyak orang yang menawarkan jasanya untuk membantu memanen padi. Mereka biasanya datang bukan hanya dari warga desa sendiri, tetapi juga banyak yang dari desa tetangga. Bahkan dulu banyak juga orang-orang dari wilayah pegunungan seperti daerah Pandansari yang datang bersepeda untuk ikut membantu panen padi di desaku ini. Sampai-sampai banyak warga di desaku yang  setiap musim panen berlangganan menggunakan jasa mereka. Tetapi sekarang hal ini sudah jarang terlihat.

Kegiatan ikut membantu panen ini di daerah saya biasa disebut dengan istilah derep. Derep biasanya dilakukan berkelompok, meskipun kadang ada pula yang memanen padi hanya berdua atau bahkan sendiri. Derep pada masa kini juga lebih banyak didominasi kaum laki-laki, meskipun kadang juga ada kaum wanita yang ikut. Biasanya selagi para tukang derep atau orang-orang yang ikut membantu panen ini bekerja, pemilik padi akan datang ke sawah membawa kiriman makan untuk mereka. Pada masa lalu para tukang derep ini menggunakan sepeda onthel untuk membawa padi hasil panen dari sawah menuju desa atau ke rumah pemilik sawah. Tetapi sekarang sebagian besar dari mereka telah membawa sepeda motor, sehingga pekerjaan membawa hasil panen ini menjadi lebih mudah, ringan, dan cepat.

Memang panen padi pada masa kini berbeda dengan panen pada masa dulu. Perkembangan alat dan teknologi pertanian membuat cara panen kini lebih cepat dan praktis. Pada masa lalu, panen padi dilakukan secara tradisional menggunakan alat yang disebut ani-ani. Meskipun masih ada, namun alat ini sekarang sangat jarang dijumpai.

Ani-ani adalah alat dari sekeping kayu dan bambu kecil dengan sebilah logam tajam di pinggir kayu yang berfungsi sebagai pisau. Dengan ani-ani, tangkai bulir padi dipotong satu-persatu. Kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita atau ibu-ibu ini memang memakan banyak waktu, namun keuntungannya bulir padi yang belum masak tidak ikut terpotong. Setelah tangkai padi dipetik dan dikumpulkan, bulir padi kemudian dipisahkan dari batangnya menggunakan alu atau alat pemukul kayu. Kemudian agar buliran padi tidak ada yang tersisa di tangkainya maka proses selanjutnya digilas dengan kaki.

Dalam perkembangannya, cara memanen menggunakan ani-ani ini kemudian berganti menggunakan sabit atau arit. Dengan sabit, semua batang padi dibabat dengan menggunakan sabit. Setelah batang padi dibabat, bulir padi kemudian dipisahkan dari tangkainya dengan cara dipukul-pukulkan pada alat dari papan kayu sampai semua bulir padi rontok. Proses ini di desa saya disebut dengan istilah gepyok. Biasanya untuk menghemat waktu, para tukang derep yang berkelompok berbagi tugas, ada yang bertugas memotong padi, mengumpulkan, menggepyok, memasukan padi ke dalam karung, hingga yang memanggulnya untuk diangkut dengan sepeda menuju desa. 

Seiring berganti zaman, cara merontokan padi dengan gepyok pun kemudian berganti menjadi cara yang lebih praktis, yakni menggunakan alat yang disebut mesin rontok. Sistem kerja mesin rontok memanfaatkan putaran poros roda seperti halnya pada sepeda onthel. Poros roda yang dipasangi kayu berbentuk silinder ini diberi ratusan ujung paku yang lancip. Ujung-ujung paku yang berputar inilah yang berfungsi merontokan padi ketika didekatkan, sehingga bulir-bulir padi terpisah dari tangkainya. 

Pada awalnya mesin rontok ini digerakkan dengan mengayuh pedal yang terhubung dengan rantai seperti halnya pada sepeda onthel. Namun karena untuk membuat poros silinder terus berputar pedal harus terus dikayuh, akhirnya pada masa kini kayuhan pedal kemudian diganti dengan mesin berbahan bakar bensin, sehingga lebih otomatis dalam menggerakan poros silinder. Cara ini tentunya lebih cepat dan lebih menghemat tenaga dibanding cara manual yakni dengan mengayuhnya. Model mesin rontok seperti inilah yang kini banyak dipakai oleh para tukang derep di desaku. 

Sebetulnya masih ada alat lain untuk panen yang musim lalu pernah dicoba dipakai di desaku, yaitu menggunakan mesin seperti mesin traktor yang bisa dikendarai. Prinsip kerja mesin canggih ini juga terlihat lebih efisien, rapi dan cepat, karena dari proses pemotongan sampai perontokan padi dilakukan oleh mesin. Tetapi penggunaan mesin ini menghilangkan tradisi yang ada, yaitu tradisi gotong royong seperti yang dilakukan oleh para tukang derep.

Biasanya ketika sedang musim panen, kadang ada beberapa penjual es dawet yang berjualan di sawah. Mereka berjalan menyusuri galengan (jalanan setapak di sawah) dengan memikul es dawet dagangannya. Mereka biasanya berjalan mendekati setiap rombongan tukang derep yang sedang memanen padi untuk menawarkan dagangannya. Dan yang unik adalah untuk membelinya tidak menggunakan uang, melainkan menggunakan gabah atau padi sesuai takaran tertentu. Selain penjual es dawet, kadang juga ada penjual rokok, gorengan atau makanan-makanan kecil lainnya. Pemandangan seperti ini masih bisa dijumpai hingga saat ini.

Setelah padi atau gabah hasil panen dimasukan ke dalam karung, padi dibawa dari sawah menuju desa menggunakan sepeda motor. Selanjutnya di depan pemilik sawah padi ditimbang dan kemudian ditentukan upah bagi masing-masing tukang derep. Upah ini berupa padi dari hasil panen yang disebut dengan istilah bawon. Pemberian bawon ini ditentukan berdasarkan ukuran atau takaran yang berlaku dari banyak sedikitnya padi yang dihasilkan.

Tahap terakhir sebelum padi dijual atau disimpan di lumbung adalah proses penjemuran. Penjemuran biasanya dilakukan di tanggul (jalanan lebar di sawah), lapangan, halaman depan rumah, atau tempat mana saja yang banyak terkena panas matahari. Lama penjemuran biasanya tergantung cuaca. Jika seharian panas mungkin dua hari cukup. Tetapi jika cuaca berubah-ubah, atau bahkan turun hujan, penjemuran bisa memakan waktu tiga sampai empat hari.

Proses penjemuran ini dilakukan dengan meratakan padi pada gelaran atau alas tempat khusus untuk menjemur padi. Pada saat penjemuran ini padi harus sering diorak-arik dengan semacam alat dari kayu agar padi cepat kering. Selain itu padi juga dibersihkan dari sisa-sisa jerami yang terbawa dengan menggunakan sapu lidi. Proses terakhir setelah padi kering adalah padi disilir untuk kembali membersihkan padi dan memisahkan padi yang berisi dengan padi yang gabug atau tidak berisi. Proses penyiliran ini bisa dilakukan dengan cara alami maupun menggunakan mesin kipas angin. Biasanya untuk proses alami dilakukan di keteb (pinggiran desa dekat sawah) atau di lapangan dengan memanfaatkan hembusan angin yang ada, sedangkan proses dengan kipas angin bisa dilakukan di rumah sendiri. Setelah bersih, padi siap untuk dijual atau siap masuk ke dalam lumbung.

Panen pada musim kali ini sebetulnya terjadi pada musim sadhon atau memasuki musim kemarau, tetapi entah mengapa kemarau kali ini sepertinya agak mundur karena masih kadang terjadi turun hujan. Panas juga tidak merata karena langit kadang tertutup awan. Beruntung hujan biasanya terjadi pada sore atau malam hari, sehingga tidak banyak mempengaruhi proses penjemuran.

Tetapi bisa lain ceritanya jika panen terjadi pada saat musim rendheng atau musim hujan. Sering kejadian saat tengah hari ketika sedang menjemur padi tiba-tiba hujan turun. Orang-orang dibuat kalang kabut menyelamatkan padi jemuran mereka. Tetapi pada saat terjadi hal seperti ini, biasanya tetangga-tetangga yang belum punya jemuran padi dan tidak sedang sibuk turut membantu menyelamatkan padi dari kebasahan. Inilah bentuk sosialitas dan gotong royong saling tolong menolong yang masih terjalin erat diantara warga desa.

Demikianlah tradisi panen yang ada di desaku. Tentunya tradisi ini juga tidak jauh berbeda dengan yang ada di desa-desa lainnya. Tradisi panen dari proses pemotongan padi di sawah sampai masuk lumbung banyak menyimpan kearifan lokal yang nilai-nilainya patut diteladani. Tradisi gotong royong dan saling tolong menolong telah mendarah daging dan menjadi keseharian bagi masyarakat jawa. Semoga tradisi seperti ini tetap terjaga.

Selengkapnya
Tanda-Tanda Tubuh Kekurangan Nutrisi

Tanda-Tanda Tubuh Kekurangan Nutrisi

Kurang nutrisi

Kesehatan merupakan nikmat yang harus selalu kita syukuri. Namun kesehatan akan terganggu manakala tubuh kita kekurangan nutrisi. Kekurangan gizi (malnutrisi) merupakan gangguan kesehatan serius yang terjadi ketika tubuh tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup. Padahal, nutrisi ini sangat penting agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Makanan merupakan sumber energi sekaligus sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita, semakin sedikit kita makan semakin sedikit nutrisi yang kita peroleh, tetapi semakin banyak makan itu pun tidak menjamin kita mempunyai nutrisi yang baik untuk tubuh, jika asupan tubuh bukanlah makanan yang bergizi maka sama saja tubuh tetap kekurangan nutrisi. 

Banyak dari kita yang seringkali tidak menyadari ketika tubuh kekurangan nutrisi. Oleh karenanya perlu bagi kita untuk selalu menjaga tubuh agar tetap sehat, dan pastikan kita menyadari tanda-tanda tubuh yang kekurangan nutrisi. Dikutip dari berbagai sumber, berikut tanda-tanda tubuh  kekurangan nutrisi:

1. Sulit sembuh atau disebut juga Delayed healing, yaitu kekurangan nutrisi yang terjadi ketika kita luka atau cedera, namun luka atau cedera tersebut lama sembuhnya. Jika terjadi demikian maka harus kita pastikan untuk selalu makan yang cukup dan bagi yang menjalani diet ketat maka perlu ditinjau ulang atau hentikan dulu sesaat, sebab kalori dan protein banyak dibutuhkan untuk proses penyembuhan.

2. Rambut mudah rontok, ditandai dengan rambut yang mudah sekali rontok atau rambut lebih cepat rontok dari biasanya. Kekurangan protein, kekurangan lemak, dan kurangnya vitamin B dari biji-bijian seperti gandum merupakan penyebab rambut mudah rontok. Untuk mengatasinya pastikan tubuh kita untuk mendapatkan cukup protein, lemak sehat, dan sumber-sumber yang baik dari karbohidrat glisemik rendah. Pastikan juga untuk mengonsumsi suplemen B sebagai gantinya. 

3. Tulang terlihat menonjol, juga termasuk salah satu tanda-tanda utama gejala awal kurang nutrisi. Tulang yang terlihat menonjol biasanya terjadi pada tulang dada atau punggung. Berat badan yang menurun menunjukan tubuh tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. Tubuh kita kekurangan lemak yang menyebabkan tubuh terlihat lemah dan kurus.

4. Kuku mudah patah atau rapuh. Kuku yang mudah sekali patah, mengelupas atau bahkan berdarah adalah tanda lain tubuh kehilangan nutrisi penting. Kekurangan magnesium adalah salah satu penyebab terjadinya kerusakan kuku ini. Untuk mencegah hal tersebut pastikan tubuh kita untuk mendapatkan nutrisi yang cukup, terutama protein yang sehat, seperti kacang-kacangan dan biji-bijian. Mengonsumsi buah-buahan seperti alpukat dan pisang, sayuran terutama semua sayuran hijau juga dapat mengatasi hal ini.

5. Gigi rusak, seperti gigi yang mengikis, gusi berdarah, atau bau napas yang tidak enak terus menerus bersamaan dengan gejala-gejala lainnya. Segala jenis infeksi gigi yang tidak hilang merupakan tanda-tanda kekurangan nutrisi. Terlalu banyak makanan yang mengandung gula bisa menjadi penyebab utamanya. Oleh karenanya cukupi nutrisi dan perbanyak asupan vitamin C terutama untuk gusi berdarah.

6. Lidah pecah-pecah atau lidah seperti terbelah-belah ini bisa terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B. Oleh karena itu perbanyaklah makan ikan dan juga tambahkan kedelai dalam menu makan.

7. Kulit kering, memang bisa juga disebabkan terlalu lama berada ditempat yang dingin seperti tempat ber AC, di puncak gunung dan tempat-tempat dingin lainnya. Tetapi kulit kering juga bisa terjadi karena makanan yang kita konsumsi kurang mengandung vitamin A. Oleh karenanya cukupi nutrisi yang mengandung vitamin A, seperti sarapan dengan perpaduan mentega yang ternyata banyak mengandung vitamin A.

8. Tangan terasa dingin, maksudnya adalah tangan yang gampang dingin. Ini terjadi karena tubuh kekurangan yodium. Untuk mengantisipasi hal ini perlu kita tambahkan menu makanan dari laut, seperti rumput laut, udang-udangan atau makanan lainnya seperti cranberry, yogurt dan kentang.

9. Penuaan dini. Sebuah studi menunjukkan bahwa kualitas makan yang buruk dapat menyebabkan penuaan dini. Oleh karenanya biasakan untuk mulai perbanyak mengkonsumsi vitamin A, E dan makanan yang mengandung banyak antioksidan, diantaranya terdapat pada buah-buahan dan sayuran.

Demikianlah informasi mengenai tanda-tanda tubuh kekurangan nutrisi. Semoga kita semakin peduli terhadap kesehatan tubuh kita dengan memberi asupan makanan yang baik dan kaya nutrisi. Sekian.




Sumber dari sinisini, dan sini.
Selengkapnya
Emansipasi Wanita dalam Islam

Emansipasi Wanita dalam Islam

Ilustasi wanita

Di era modern ini, pembahasan mengenai emansipasi wanita selalu menjadi topik pembicaraan yang banyak dikupas oleh kalangan para akademis Muslim. Penyetaraan hak dalam berbagai bidang antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai solusi untuk mengangkat derajat kaum wanita yang katanya selama ini "termarjinalkan" oleh kuasa kaum pria. Tetapi bagaimanakah sebenarnya emansipasi wanita dalam pandangan Islam?

Terciptanya laki-laki dan perempuan merupakan kuasa dan kebijaksanaan Allah. Kebijaksanaan Allah sebagai Sang Maha Mengatur ini tidak mungkin salah dan tersalahkan. KebijaksanaanNya ini juga tidak mungkin terkalahkan oleh siapa pun, di mana pun dan sampai kapan pun. Allah Maha Tahu untuk apa manusia, baik laki-laki atau pun perempuan diciptakanNya dan Allah Maha Tahu pula bagaimana mengatur kedua jenis manusia ini.

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan dibekali persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Masing-masing diciptakan sedemikian rupa sehingga keduanya dapat bekerja sama di dalam kebedaan dan kesamaannya untuk melaksanakan tugas sebagai khalifah di bumi Allah, sebagai makhluk yang paling besar peranannya memelihara kehidupan di muka bumi.

Selama ini masih ada yang beranggapan bahwa Islam bersikap tidak adil antara perlakuan kepada laki-laki dan perempuan. Mereka memandang bahwa peran kaum perempuan sangat dibatasi dalam kehidupan ini. Anggapan seperti ini sebetulnya menunjukan masih dangkalnya pemahaman kita terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam secara keseluruhan. Selain itu pandangan seperti ini juga agaknya banyak dipengaruhi oleh kurangnya pengertian terhadap hak-hak perempuan dalam Islam, karena lebih banyak orang berbicara tentang kewajiban-kewajiban perempuan saja.

Padahal sebenarnya, Islam juga memberikan peranan bagi kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang cukup luas. Bukan saja di dalam urusan biologis dan alamiah semata, tetapi di dalam bidang-bidang lain, perempuan juga punya peranan sebagaimana kaum laki-laki punya peranan.

Hanya saja memang ada perbedaan besar kecilnya peranan di dalam suatu bidang tertentu, sesuai dengan sifat-sifat yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Adakalanya di suatu bidang perempuan punya peranan lebih besar dan adakalanya di bidang lain laki-laki punya peranan lebih besar. Kecilnya peranan pada bidang tertentu bukan berarti kelemahan secara keseluruhan, karena pada bidang yang lain mungkin perannya justru lebih besar.

Sebagai contoh kita umpamakan dalam kehidupan berkeluarga. Peranan laki-laki di dalam bidang pencarian nafkah memang lebih besar, tetapi peranan perempuan di dalam bidang pendidikan anak serta pemeliharaannya juga lebih besar. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan punya peranan yang sama-sama besar di dalam memelihara kesejahteraan keluarga dan rumah tangga. Dalam rumah tangga, laki-laki sebagai suami merupakan orang pertama sedangkan perempuan atau istri adalah orang kedua. Suami memikul beban tanggung jawab sepenuhnya ke luar, sedangkan istri mengurus tanggung jawab ke dalam. Inilah garis besarnya.

Secara keseluruhan, peranan perempuan dan laki-laki di dalam semua bidang kehidupan adalah sama besar. Adanya perbedaan besar-kecilnya peranan ini sesuai dengan perbedaan sifat dan keadaan masing-masing, tegasnya yakni sesuai dengan kebijaksanaan Allah Yang Maha Kuasa. Tidak ada satu pun segi bidang kehidupan manusia yang tidak memerlukan peranan perempuan, baik langsung atau tidak langsung, karena memang sekian banyak segi bidang kehidupan manusia itu satu sama lain selalu ada hubungannya, tidak ada yang secara mutlak berdiri sendiri.

Dalam menilai peranan dan hasil karya perempuan, sering kali kita terpengaruh oleh "gemerlapnya" lahir, atau apa yang tampak mencolok saja. Umpamanya: Seorang perempuan tokoh organisasi, pandai berpidato, sibuk ke sana kemari, dinilai lebih tinggi prestasi dan peranannya daripada seorang ibu yang tidak banyak keluar rumah, tetapi tekun memelihara rumah-tangga, mendidik putra-putrinya sehingga berhasil menjadi manusia-manusia yang baik, yang berguna untuk masyarakat, negara dan agama.

Penilaian ini belum tentu tepat dan belum tentu benar. Pernahkah kita renungkan "Berapa nilai sukses mendidik seorang anak menjadi orang baik? dan berapa pula nilai sukses menyelenggarakan suatu pertemuan atau rapat dengan baik?". Banyak perempuan yang disibukkan dengan aktivitas di luar rumah, tetapi kehidupan rumah tangganya justru terbengkalai dan anak-anak tidak terurus selayaknya. Kiranya kita masih perlu beberapa kali berpikir dan mempertimbangkan pilihan mana yang sebenarnya lebih penting.

Memang aktivitas di luar rumah, menjadi wanita karir, aktivis organisasi dan sebagainya juga penting, tetapi itu semua juga harus berjalan dengan seimbang. Kegiatan di luar rumah tangga oleh seorang istri sudah pasti tidak akan sebebas yang bisa dilakukan oleh seorang suami. Hal ini tidak dapat dianggap sebagai suatu ketidakadilan. Bahkan sebaliknya menyamaratakan kesempatan bergerak di luar rumah tangga bagi suami dan istri secara umum, justru akan merusak ketertiban hidup kemanusiaan, karena hal ini bertentangan dengan sifat-aifat dan kepentingan hidup manusia yang telah ditetapkan, dicipta dan diatur oleh Allah Yang Maha Bijaksana.

Islam tidak pernah mengekang peran dan kebebasan berekspresi kaum wanita. Banyak peran dan tugas yang bisa digarap oleh perempuan, mulai dari bidang politik, pendidikan, sosial dan sebagainya sampai kepada perdagangan. Semuanya tidak dilarang oleh Islam, bahkan adakalanya dianjurkan. Seperti misalnya di dalam mencari ilmu adalah sama wajibnya atas laki-laki dan perempuan. Bahkan istri-istri Nabi pernah mendapat tugas ambil bagian di dalam bidang pertahanan negara secara langsung ikut ke medan perang. Istri-istri Nabi juga naik kuda, naik unta, belajar, memanah dan sebagainya.

Hanya saja di dalam segala kegiatan ini harus tetap dipelihara kesopanan dan hukum-hukum agama di dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang akan banyak dialami di dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah tangga. Kesimpulannya, Islam membuka pintu bagi perempuan untuk beraktivitas di berbagai bidang, dengan syarat atas persetujuan suami dan terpeliharanya kepentingan hidup berumah tangga dalam arti sebenarnya.

Akhirnya, perlu ditegaskan kembali bahwa emansipasi bukanlah berarti kesamaan mutlak di dalam segala hal, tetapi hakikat emansipasi menurut Islam haruslah berarti:

1. Keseimbangan antara hak dan kewajiban yang sesuai dengan sifat, bakat, minat dan kepentingan masing-masing dan sekaligus kepentingan bersama,

2. Bukan "mempertemukan peranan" atau "mencampuradukannya" sampai masing-masing menjadi "setengah laki-laki" dan "setengah perempuan" atau "laki-laki semua" dan "perempuan semua",

3. Pemeliharaan eksistensinya masing-masing secara terhormat.

Islam adalah agama yang membawa kemaslahatan bagi umatnya. Islam mengatur dan memberikan masing-masing peranan kepada laki-laki dan perempuan untuk kemaslahatan bersama di kehidupan ini. Islam memberikan kedudukan, peranan, hak, kewajiban dan peraturan kepada perempuan untuk dapat menjadi "perempuan sejati", demikian pula kepada laki-laki, supaya dapat menjadi "laki-laki sejati". Peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tidak kalah pentingnya dengan peranan laki-laki. Masing-masing memiliki peran yang saling mengisi dan diatur untuk kemaslahatan bersama menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.



Disarikan dari Fikih Perempuan Praktis, karya KH. Abdul Muchith Muzadi.
Selengkapnya
Kisah Tsabit al-Bunani dan Pemuda dari Alam Kubur

Kisah Tsabit al-Bunani dan Pemuda dari Alam Kubur

Ilustrasi makam

Memang sebagian umat Muslim berselisih pendapat mengenai berkirim pahala dan amal baik untuk orang yang telah meninggal. Sebagian menganggapnya tidak akan sampai dan termasuk perbuatan bid'ah. Tetapi bagi kita yang percaya, kita mesti yakin bahwa amal dan pahala yang kita kirimkan akan sampai kepada mereka yang telah meninggal. Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah kisah dari seorang Ulama Tabi'in yang bernama Tsabit al-Bunani. Beliau adalah salah seorang murid dari sahabat Rasulullah SAW yaitu Anas bin Malik RA. 

Pada setiap malam jum'at, Tsabit al-Bunani punya kebiasaan selalu pergi berziarah ke makam dan bermunajat hingga menjelang waktu Shubuh tiba. Suatu ketika, saat beliau sedang khusyu' bermunajat, rasa kantuk menyerangnya dengan hebat sehingga membuatnya tertidur.

Dalam tidurnya itu beliau bermimpi melihat seluruh penghuni kubur itu bangkit dari kuburnya. Mereka tampak mengenakan pakaian yang indah-indah dan wajah mereka tampak putih berseri-seri. Masing-masing dari mereka juga mendapatkan hadiah seperangkat hidangan makanan yang beraneka macam.

Namun di antara para penghuni kubur itu tampak seorang pemuda yang berwajah pucat, rambutnya acak-acakan, tampak sedih hati, berpakaian kumuh dan kepalanya menunduk sembari mengalir air matanya. Pemuda itu juga terlihat tidak mendapatkan makanan seperti penghuni kubur yang lain.

Kemudian, seluruh penghuni kubur itu kembali ke dalam kuburnya masing-masing dengan wajah berseri-seri selain pemuda yang berwajah muram itu. Pemuda itu pulang dengan diiringi rasa putus asa dan kesedihan yang mendalam. Maka, Tsabit pun mendekati pemuda itu dan bertanya, "Hai anak muda! Siapakah engkau? Apa yang terjadi denganmu? Mengapa engkau tidak mendapatkan hidangan makanan seperti yang lain? dan wajahmu juga nampak berduka?"

Pemuda itu menjawab, "Wahai Imam kaum Muslim, aku adalah seorang pengelana. Tidak ada satu pun dari keluargaku yang ingat lagi padaku dengan cara beramal baik dan berdoa. Berbeda dengan mereka yang mempunyai anak-anak, sanak kerabat, dan sahabat karib yang baik. Kebaikan dan pahala dari mereka yang masih hidup telah sampai kepada ahli kubur itu."

"Sewaktu hidup, aku adalah seorang lelaki yang hendak menunaikan ibadah haji bersama ibuku. Namun dalam perjalanan, ketika kami memasuki kota ini, ajal menjemputku. Akhirnya ibuku pun memakamkanku di kuburan umum ini. Kemudian ibuku menikah lagi dengan orang lain dan lupa kepadaku. Ia tidak ingat padaku lagi untuk berkirim pahala sedekah dan berdo'a, sehingga aku putus asa dan dirundung kesedihan setiap waktu.

Tsabit al-Bunani kemudian berkata, "Wahai anak muda! Katakanlah, dimanakah ibumu tinggal, akan kuceritakan keadaanmu ini kepadanya?".

Pemuda itu menjawab, " Wahai Imam kaum Muslim, Ibuku tinggal di tempat dan perkampungan ini. Ceritakanlah kepada ibuku, jika ia tidak mempercayaimu, maka katakanlah bahwa di dalam sakunya ada 100 gram perak peninggalan ayah. Perak itu adalah hak anak-anaknya dan mintalah dia bersedekah dengan harta tersebut sesuai tuntunan agama."

Ketika Tsabit al-Bunani telah sampai di rumah ibu pemuda itu, maka beliau pun menceritakan perihal anaknya yang ditemuinya dalam mimpi. Beliau juga menyebutkan mengenai 100 gram perak yang berada di saku ibu pemuda itu. Mendengar penuturan Tsabit, mendadak ibu itu pingsan. Setelah siuman, ia langsung menyerahkan 100 perak itu kepada Tsabit al-Bunani seraya berpesan, "Sedekahkanlah ini demi anakku yang berkelana".

Tsabit al-Bunani pun menjalankan amanat ibu itu dan disedekahkannya 100 perak tersebut yang pahalanya dihadiahkan untuk anaknya itu. Ketika malam jum'at berikutnya, seperti biasa Tsabit al-Bunani pergi berziarah kubur ke makam itu. Kembali rasa kantuk yang berat dialaminya hingga beliau kembali tertidur. Dalam tidurnya kali ini beliau kembali bertemu dengan pemuda pengelana itu. Namun kali ini pemuda itu tampak mengenakan pakaian yang sangat indah dengan wajah yang berseri-seri dan diliputi kebahagiaan. Pemuda itu berkata, "Wahai Imam kaum Muslim, semoga Allah berkenan mengasihimu sebagaimana engkau mengasihi diriku.

Demikianlah, mereka yang telah meninggal akan merasakan kesedihan bilamana keluarganya yang masih hidup tidak beramal shaleh dan justru melakukan keburukan. Namun sebaliknya jika keluarganya senantiasa beramal baik, maka mereka yang telah meninggal akan merasakan kebahagiaan karena mendapat bagian pahala dari mereka yang masih hidup.



Kisah dinukil dari kitab al-Mawa'idz al-'Ushfuriyyah, hal. 15.
Selengkapnya
Sejarah Keberadaan Bedug di Indonesia

Sejarah Keberadaan Bedug di Indonesia

Gambar bedug

Secara umum bedug termasuk alat musik tabuh seperti halnya gendang. Namun selain sebagai instrumen musikal, bedug juga biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengenai waktu shalat atau sembahyang. Sehingga bagi masyarakat Indonesia, bedug juga senantiasa dikaitkan dengan media panggilan peribadatan. Biasanya sebelum adzan berkumandang, seruan ketika waktu sholat tiba selalu dibuka dengan suara bedug. 

Bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang. 

Kulit hewan yang biasa dibuat sebagai bahan baku bedug biasanya adalah kulit kambing, sapi, kerbau, atau banteng. Kulit tersebut kemudian dipasangkan pada bonggol kayu dan selanjutnya disatukan dengan batang kayu menggunakan paku dan beberapa tali-temali. Bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.

Menurut sejarah, penggunaan bedug telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Bedug memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Menurut sebuah studi, penggunaan bedug juga terkait dengan masa prasejarah Indonesia di mana nenek moyang kita sudah mengenal nekara dan moko, sejenis genderang dari perunggu yang dipakai dalam ritual minta hujan. 

Literatur lain seperti dalam Kidung Malat, sebuah karya sastra dari abad ke 14-16 Masehi menyebutkan bahwa bedug dibedakan antara bedug besar dengan bedug ukuran biasa. Disebutkan juga bahwa pada masa kerajaan Majapahit, bedug biasa digunakan sebagai alat komunikasi dan penanda adanya perang, bencana alam atau hal-hal bersifat mendesak lainnya.

Bukti lain terlihat pada penampilan arca terakota yang ditemukan di situs Trowulan. Tampak arca-arca bergambar prajurit berwajah Mongoloid yang sedang menabuh tabang-tabang, sejenis genderang yang terpengaruh budaya dari timur tengah. Kemungkinannya itulah instrumen musik yang dimainkan orang-orang Cina Muslim di ibukota Majapahit pada saat itu. 

Menariknya, tabang-tabang sebenarnya merupakan instrumen musik yang sudah ada sejak masa Hindu-Budha. Di dalamnya ada pengaruh kuat dari India dan budaya Semit yang beragama Islam. Namun diperkenalkan dan dimainkan oleh masyarakat Cina Muslim.

Beberapa literatur lain yang terkenal juga meyakini bahwa bedug masuk ke tanah Nusantara melalui China. Hal ini seiring dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho Pada abad ke 15. Pada saat Laksamana Cheng Ho dan pengikutnya datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. 

Ketika Cheng Ho hendak pergi dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti halnya negara Cina, Korea dan Jepang yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. 
Dari beberapa penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa bedug merupakan contoh perwujudan akulturasi budaya waditra (instrumen musik membrafon) di mana secara fisiografis terjadi perpaduan antara waditra membrafon etnik Nusantara dengan wadistra sejenis dari luar, seperti India, Cina, dan Timur Tengah. 

Pada Muktamar NU ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin, pernah dikukuhkan penggunaan bedug dan kentongan, di mana pemakaian kedua alat tersebut di masjid-masjid sangat diperlukan untuk memperbesar syiar Islam. Namun pada masa orde baru, ketika kelompok Islam modernis mulai mendapat tempat di hati pemerintah, pernah "debedukisasi" dilakukan, sehingga akibatnya banyak beduk-beduk bersejarah yang hilang dan sebagian besar digudangkan. 

Mereka beralasan bahwa penggunaan bedug dianggap mengandung unsur-unsur bukan Islam sehingga harus dihilangkan. Sebagai gantinya kemudian dikembangkan program speakerisasi, yakni penggunaan bedug diganti dengan memasang speaker di menara atau di kubah masjid. 

Menanggapi keadaan seperti itu, kalangan warga NU melakukan perlawanan, sehingga serangan Islam modernis akhirnya bisa dieliminir dan tradisi pemakaian bedug dapat terus dipertahankan. Bahkan masjid-masjid dari kelompok Islam lain seperti Perti, Al Washliyah, Mathlaul Anwar dan sebagainya, atau mesjid yang belum diambil alih oleh kelompok Islam modernis akhirnya tetap memakai bedug. 

Pada kenyataannya, sampai sekarang kita juga dapat saksikan masih banyak masjid yang mempertahankan pemakaian bedug sebagai sarana syiar Islam di seantero bumi Nusantara ini. Diolah dari berbagai sumber.



Selengkapnya
Ilmu Laduni dalam konteks Teori Belajar Modern

Ilmu Laduni dalam konteks Teori Belajar Modern

Ilustrasi mendapat ilmu

Apakah ilmu laduni itu? Apakah di zaman modern ini masih bisa dijumpai keberadaannya?

Istilah ilmu laduni biasa di pahami sebagai ilmu yang paling tinggi, karena perolehannya melalui intuisi, kontemplasi atau ilham. Ilmu laduni juga digambarkan sebagai ilmu yang diberikan oleh Allah kepada seseorang secara tiba-tiba tanpa diketahui bagaimana proses awalnya, sehingga meski tanpa belajar, orang yang menerimanya dapat langsung menguasai ilmu tersebut. Oleh sebab itu ilmu ini bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah SWT. Seseorang yang memiliki ilmu laduni mampu menyelesaikan semua persoalan atau kesulitan dengan tidak melalui proses belajar mengajar sebagaimana dilakukan orang pada umumnya. 

Pada awalnya, penyebutan ilmu laduni sebetulnya telah dimunculkan oleh Allah dalam al Qur'an. Seperti misalnya ilmu laduni yang diajarkan kepada Nabi Khidir yang hidup sezaman dengan Nabi Musa. Dalam potongan Surat Al Kahfi ayat ke 65 Allah menyatakan; ..... "dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami". Ibnu 'Arabi menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu dari sisi Kami (min ladunnaa 'ilmaa) adalah ilmu pengetahuan yang suci dan kebenaran-kebenaran kulliyah yang bersifat laduniyah tanpa melalui perantaraan proses belajar mengajar yang dilakukan manusia. 

Proses belajar secara laduni berada pada posisi mental dan bimbingan Ilahi. Sebab makna "ladun" sama dengan sisi ('inda). Jadi secara makna bahasa, ilmu laduni adalah ilmu pengetahuan yang datang dari sisi Allah yang diberikan kepada manusia. Dari pengertian ini, maka setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan hakikatnya ia memperoleh ilmu laduni, sebab apabila dikaitkan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu datang dari Allah, maka semua jenis ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia adalah laduni. Meskipun begitu, pengertian ini oleh sebagian orang ditolak, karena laduni sangat ditentukan dan didasari oleh pengalaman batin yang secara khusus diberikan Allah kepada hambaNya yang dicintai, waliyyullah atau mahbubillah. 

Dari pengertian yang terakhir ini akhirnya melahirkan pemahaman beragam yang secara terminologi sangat dipengaruhi oleh kondisi pengalaman mereka yang memperolehnya. Bahkan mungkin juga situasi dan lingkungan yang mengintervensi kehidupannya. Pemahaman ilmu laduni di tengah masyarakat kita sampai saat ini juga berjalan melalui pemahaman linier atas kesakralan dan eksklusifisme yang tinggi. Mereka memandang bahwa ilmu laduni hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu, kaum darah biru, dan kaum khawas seperti putra-putra kiai yang berlabel Gus. Padahal bila ditelusuri dengan seksama kebanyakan di antara mereka yang diduga mempunyai ilmu laduni juga mengalami proses belajar, hanya saja orang lain di sekitarnya tidak mengerti bagaimana mereka menjalani proses pembelajaran.

Ditinjau dari wacana tasawuf, Imam al Ghazali mengatakan bahwa ilmu laduni adalah ilmu yang diperoleh seseorang melalui proses perjalanan cahaya ilham setelah terjadi kesucian jiwa. Beliau mengatakan bahwa orang yang sampai pada martabat ilmu laduni, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak butuh banyak usaha (belajar) untuk menghasilkan ilmu.
b. Tidak menemukan kesulitan dalam belajar.
c. Belajar sedikit, hasilnya banyak.
d. Sedikit lelah dan istirahatnya panjang.

Adapun sifat dan watak seseorang yang memiliki ilmu laduni adalah bersifat rendah hati, tidak pernah menonjolkan kekuatan batinnya, jauh dari sifat takabur, dan terhindar dari sifat-sifat tercela seperti marah, dengki, kikir, bakhil, riya', dendam dan lain sebagainya.

Laduni adalah hidayah dari Allah. Apabila itu terjadi pada diri Nabi atau Rasul maka ia disebut mu'jizat. Bila laduni diperoleh orang yang tergolong wali kekasih Allah maka ia merupakan karamah. Sedangkan laduni yang dimiliki orang mukmin karena keimanan dan ketakwaannya, maka yang demikian disebut ma'unah.

Jika dilihat dari konteks psikologi pendidikan, kriteria-kriteria laduni yang melekat pada diri seseorang sebagaimana tersebut di atas sebenarnya merupakan kecepatan merespon sesuatu yang datang dari luar dirinya. Hal ini sangat tergantung pada memori otak yang menyimpan informasi, sebab hubungan antara belajar, memori dan pengetahuan sangat erat dan tidak mungkin dapat dipisahkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa eksistensi laduni dalam proses belajar adalah hidayah Allah yang bersifat spiritual yang terjadi bersamaan ketika seseorang melakukan kegiatan belajar secara fisik, sehingga dapat mengantarkan seseorang menuju perubahan kehidupan diri secara baik dan cepat. Ini terjadi karena kebersihan dan kesucian jiwanya.

Kalimat-kalimat dalam al Qur'an sendiri sebetulnya mendukung terhadap perolehan jenis ilmu itu dari belajar. Kata-kata yang menunjukkan proses pembelajaran jelas difirmankan Allah. Kalimat seperti pada ayat "wa 'allamnaahu min ladunnaa 'ilman", ayat "allama bil qalam, 'allamal insaana ma lam ya'lam" atau kalimat "nuun wal qalami wa ma yasthuruun", menunjukkan bahwa ilmu diperoleh melalui ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Artinya secara normatif pendidikan dan pembelajaran selalu terkait dengan perubahan tingkah laku manusia, meskipun secara teologis juga dimungkinkan berlakunya nuansa spiritual yang mengiringi perjalanan perubahan tersebut.

Laduni merupakan tindakan belajar yang abstrak dan cepat terjadi bersamaan dengan tindakan belajar secara fisik. Maka dalam pandangan pendidikan proses pembelajaran itu senantiasa bersinggungan secara signifikan antara keduanya. Laduni yang beralas ilham dipandu dengan tindakan belajar berupa akal pikiran kemudian diwujudkan dengan laku perbuatan secara nyata. Dari sini terjadi interaksi simultan antara proses teologis dan proses normatif yang dialami seseorang, sehingga antara laduni dengan teori belajar berjalan seiring mengantarkan pribadi seseorang menjadi sosok laduni yang sebenarnya.

Pemaknaan laduni memang dekat dengan Tuhan, dan berkait erat dengan hidayah dan karunia Allah. Namun bukan berarti dengan kedekatan itu kemudian tidak menghiraukan proses belajar yang biasa dilakukan manusia. Kisah Khidir dengan Nabi Musa memang diakui secara sufistik merupakan awal kelahiran ilmu laduni dalam ilmu pengetahuan Islam, namun bukan berarti meniadakan atau menghilangkan esensi belajar. Di dalam kisah Khidir dengan Nabi Musa, merupakan sebuah paradigma terhadap kelangsungan proses belajar dan gambaran spesifik adanya ilmu pengetahuan yang diterima seseorang.

Demikianlah, laduni yang biasa diartikan sebagai ilmu tiban ini mungkin akan selalu menjadi fenomena sosial di sekitar kita. Sepanjang sejarah, ilmu laduni akan tetap ada walaupun eksistensinya berputar di atas kesakralan dan kegaiban. Akan tetapi substansi laduni dalam pemahaman modern tidak lain adalah melakukan pembelajaran secara fisik dengan usaha yang sungguh-sungguh, memperhatikan akhlaqul karimah dan kepasrahan yang tulus kepada Allah SWT.

Dengan laku perbuatan tersebut, maka akan terbuka bagi mereka ilmu yang secara langsung diberikan oleh Allah SWT. Ilmu laduni merupakan hidayah yang bisa diperoleh atau dimiliki setiap orang. Hanya saja memang terdapat beberapa tingkatan cara mencapainya, ada yang lambat, sedang-sedang saja, biasa, dan ada pula yang secepat kilat memahami sebuah pelajaran yang sedang berlangsung. Semua itu sangat tergantung pada kesungguhan, keimanan, dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.



Disarikan dari buku Ilmu Laduni dalam Perspektif Teori Belajar Modern, karya A. Busyairi Harits, M.Ag.
Selengkapnya
Misteri Sejarah Desa Candiwulan

Misteri Sejarah Desa Candiwulan

Salah satu keteb desa Candiwulan
Salah satu sudut keteb desa Candiwulan. 

Bagi warga masyarakat Kebumen, mungkin nama Candiwulan akan lebih dikenal sebagai nama sebuah desa yang berada di dekat pusat kota Kabupaten. Padahal jauh dari pusat kota tersebut, tepat di salah satu sudut kecamatan Adimulyo, salah satu kecamatan di Kabupaten Kebumen, ada juga nama Candiwulan yang lain. Entah apa hubungannya dan mengapa namanya sama. Banyak misteri masa lampau yang bisa digali dari desa ini, meski mirisnya kisahnya justru semakin tenggelam, hilang ditelan zaman. 

Saya merasa cukup beruntung, karena ketika simbahku, atau ibu dari ibuku masih hidup, beliau banyak sekali bercerita kepadaku tentang banyak hal, tentang sejarah masa muda beliau, sejarah desa ini, bahkan sejarah bangsa ini ketika masih dalam masa penjajahan. Saya memang sangat dekat dengan simbahku ini, sehingga banyak kisah dalam hidupnya yang beliau bagi kisahnya kepadaku. Memang sangat disayangkan pada saat itu saya tidak sempat dan tidak terpikirkan untuk mencatatnya, sehingga banyak dari kisah itu yang terkikis dari memori ingatanku. Padahal bisa saja kisah itu saya jadikan sebagai dokumen yang bisa saya simpan sebagai kenangan, atau mungkin bisa saya bagi kisahnya dengan orang lain.

Saya takjub dengan simbahku ini, karena dari kisah-kisah yang beliau tuturkan, khususnya yang berkaitan dengan kisah perjuangan bangsa ini, sama persis dengan apa yang pernah saya baca dari buku-buku sejarah, baik sejarah perjuangan bangsa secara umum, ataupun sejarah perjuangan rakyat Kebumen khususnya. Namun pada kesempatan kali ini, secara khusus saya akan mencoba membagi kisah berkaitan dengan sisa-sisa peninggalan yang ada di desa tempat kelahiranku ini. Sebetulnya saya sempat mencatat dan menuliskan kisah ini dalam sebuah buku, dan memang hanya sejarah desa ini sajalah yang pernah saya catat, namun sayangnya dalam perjalanannya buku itu hilang entah dimana keberadaannya.

Candiwulan, itulah nama desaku ini. Ada 3 dukuh atau dusun di desa ini, dan kisah dalam tulisan ini lebih banyak berkaitan dengan salah satunya, yaitu dukuh Srepeng, tempat dimana aku dilahirkan. Entah apa artinya Srepeng ini, tetapi yang jelas, dukuh yang terletak ditengah-tengah desa ini menyimpan banyak misteri dari sejarah masa lalunya.

Sudah menjadi rahasia umum bagi simbah-simbah yang masih tersisa di desa ini, bahwa menurut riwayat, desa ini pertama kali didirikan oleh seorang tokoh yang bernama Sabuk Mimang. Konon pada zaman yang lampau, tersebutlah 3 orang Pangeran dari kerajaan Mataram yang bernama Sabuk Mimang, Sabuk Janur dan Sabuk Inten. Tidak diketahui dari jalur keturunan manakah ketiga pangeran ini.

Ketiganya melarikan diri dari keraton karena adanya perselisihan yang kalau tidak salah karena adanya persekutuan antara Raja Mataram saat itu dengan penjajah Belanda. Karena tidak sepakat dengan kebijakan raja, ketiganya memutuskan berjalan ke arah barat sampai akhirnya mereka tiba di wilayah daerah Kebumen atau Panjer pada masa itu. Ketika sampai di wilayah Panjer, ketiganya memutuskan untuk berpencar mencari jalan masing-masing.

Dari ketiga pangeran tersebut, dua di antaranya yaitu Sabuk Janur dan Sabuk Inten memilih menuju daerah pesisir dan pegunungan dalam pengembaraannya. Sementara Sabuk Mimang memilih menghentikan pengembaraannya di sebuah dataran wilayah yang saat itu masih hutan lebat dan penuh semak belukar. Beliau membuka dan membabat daerah hutan ini dan akhirnya jadilah sebuah perkampungan. Seiring bergantinya waktu semakin ramailah tempat ini. Tidak diketahui apa nama perkampungan ini pada masa itu, tapi wilayah inilah yang kini menjadi desa tanah kelahiranku, desa Candiwulan.

Makam Sabuk Mimang kini berada di areal pekuburan desa ini yang terletak di selatan balai desa. Makam beliau berada di tengah-tengah lahan pekuburan desa dan merupakan satu-satunya makam yang ditempatkan di dalam sebuah rumah gubuk kecil yang tertutup. Bangunan makam ini dirawat oleh orang-orang tertentu dari warga desa yang khusus diserahi tugas ini. Konon pada tahun 80 hingga 90an yang lalu, makam ini masih sering dikunjungi oleh orang-orang yang mengaku datang khusus dari Jogja. Itulah makam Sabuk Mimang, tokoh yang hingga kini masih banyak menyimpan misteri.

Di areal tanah pekuburan ini, tepat di tengah-tengahnya atau dekat dengan makam Sabuk Mimang, dulu juga pernah berdiri menjulang sebuah pohon jati yang berusia ratusan tahun. Pohon ini tidak diketahui asal usulnya, karena simbah-simbah yang diketahui umurnya sudah sangat tua pun tidak tahu sejarah pohon ini. Pohon ini dulu sering dijadikan tempat untuk menaruh sesajen dan tempat untuk mencari benda-benda bertuah seperti batu mustika atau keris. Sebelumnya pohon ini sempat beberapa kali akan ditebang, tetapi selalu batal karena alasan-alasan tertentu yang cenderung mistis, sampai akhirnya pada kisaran antara tahun 2000 sampai 2010, saya lupa tepatnya, pohon yang sangat besar ini akhirnya berhasil ditebang dan kayunya di bawa dengan truk tronton menuju ke bali dan kabarnya selanjutnya dikirim keluar negeri. Konon pada waktu perjalanan ke bali, tidak ada yang berani menyalip truk ini, karena kalau berani menyalip akan celaka. Entah bagaimana kebenarannya, banyak misteri dari pohon ini.

Selain tokoh Sabuk Mimang, tersebut pula tokoh lain pada masa lampau yang bernama Singasandra (ada pula yang menyebut 'Suracandra' ). Menurut simbahku, Singasandra adalah tokoh sakti yang pernah berada di desa ini. Dikisahkan bahwa Singasandra pernah bekerja sebagai ajudan yang bertugas mengurusi kuda kendaraan milik seorang pejabat lurah pada masa itu. Pada suatu ketika, ki lurah hendak bepergian jauh ke suatu daerah. Seperti biasanya Singasandra mempersiapkan kuda kendaraan yang akan dipakai ki lurah. Setelah siap semuanya, berangkatlah ki lurah sembari mengajak Singasandra untuk ikut bersamanya. Namun Singasandra mempersilahkan Sang Lurah untuk berjalan terlebih dahulu sedangkan beliau akan menyusul kemudian.

Setelah menempuh perjalanan lama, akhirnya sampailah ki lurah di tempat tujuannya. Namun ki lurah terkejut karena begitu dia sampai, ternyata Singasandra sudah lebih dulu berada di tempat itu dan seakan-seakan sudah lama menunggu sampainya ki lurah. Padahal jika melihat jarak tempuh dan lamanya perjalanan, ki lurah yang mengendarai kuda harusnya sampai lebih dulu daripada Singasandra yang menyusul dan berjalan kaki. Inilah salah satu keistimewaan yang dimiliki tokoh ini.

Menjelang akhir hidupnya, Singasandra berpesan kepada orang disekitarnya agar ketika jasadnya diletakkan di dalam makam, beliau meminta agar makam tersebut diberi lubang kecil untuk dimasukan benang yang diikat pada salah satu jari tangan beliau. Beliau berpesan bahwa jika ketika benang tersebut ketika ditarik masih terasa berat, maka jasad beliau masih berada di makam  tersebut, akan tetapi jika benang tersebut ditarik terasa ringan dan terlepas, maka jasad beliau telah berpindah entah kemana. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya beliau masih hidup dan pergi menghilang entah kemana. Begitulah sampai beberapa waktu akhirnya jasad beliau diyakini telah berpindah tempat, karena ketika benang itu ditarik terasa ringan dan terlepas.

Makam atau petilasan Singasandra ini sekarang berada di lokasi sekitar gardu/ gedung serba guna Rt. 2, atau tepatnya berada di sebuah lahan pekarangan yang berada di dekat rimbunan batang pohon bambu. Letaknya yang berada di dekat jalan pekarangan ini juga biasa dilalui warga berjalan kaki untuk jalan pintas antar rumah. Bangunan makamnya dibiarkan ditempat terbuka dengan tumpukan seperti batu bata yang telah hijau berlumut. Tetapi anehnya dari dulu hingga sekarang tidak ada yang berubah dengan bangunan makam ini, bahkan susunan batu yang tertata pun seakan tidak ada yang bergeser atau rusak dimakan usia.

Dulu ketika saya masih kecil, yang saya dengar dari tempat ini adalah tempat kuburan kuda (pendeman jaran). Tetapi begitu mendengar kisah dari simbahku ini, yang juga diamini oleh warga lain yang mengetahui kisah ini, saya jadi tahu bahwa bangunan tersebut sebenarnya adalah makam atau petilasan seorang tokoh sakti pada masa lampau.

Mungkin cerita mengenai kedua tokoh di atas masih bisa di dengar dari mulut para warga sepuh di desa ini. Tetapi ada beberapa petilasan di desa ini yang telah menjadi misteri tanpa diketahui asal usul misteri keberadaannya. Diantaranya adalah sebuah petilasan yang berada di belakang gedung lumbung padi di tikungan jalan desa dan berada di sebelah utara rumah bapak Kyai Rofi'un. Sepintas tidak ada yang aneh dari gundukan kecil tanah yang dulunya ditumbuhi pohon bambu ini. Tetapi menurut simbahku, di tempat ini dulu sering dijumpai penampakan hal-hal gaib yang sering kali tidak masuk akal. Seperti misalnya ketika ibu saya masih kecil, konon pada malam hari sering muncul penampakan seperti hewan hitam dan tinggi besar di tempat ini. Pada masa itu juga banyak warga yang menduga bahwa ada sesuatu yang tersimpan di tempat ini. Namun seiring berjalannya waktu dan zaman yang semakin modern, tempat itu kini semakin tenggelam dan terlupakan, seiring dengan mengikisnya kisah keangkeran di tempat ini.

Selain itu ada pula yang disebut sawah sabuk. Sawah sabuk atau juga biasa disebut sawah lurah, adalah sebutan areal sawah yang biasa digarap dan diperuntukan untuk lurah atau kepala desa. Konon di areal sawah ini juga sering muncul penampakan-penampakan gaib, seperti adanya ular penunggu tempat itu dan lain-lainya.

Dan terakhir adalah adanya situs seperti makam kuno yang berada dibelakang rumah seorang warga, yaitu pak Budiman. Saya mengetahui kabar keberadaan tempat ini belumlah lama, karena kabar ini pun saya dapat bukan dari simbahku ini, tetapi saya dapat dari simbah yang lain, yaitu paman dari bapakku. Tempat yang ditandai adanya batu seperti batu nisan ini tidak diketahui milik siapa, ada misteri masa lalu yang tersimpan di tempat ini.

Itulah di antara beberapa misteri masa lalu yang ada di desaku. Besar kemungkinan masih ada peninggalan-peninggalan atau sisa-sisa masa lalu yang lain dari desa ini. Semuanya memang masih misteri, tetapi saya merasa bangga telah terlahir di tanah desa ini. Mohon maaf saya tidak menyertakan gambar atau foto, tetapi tempat-tempat yang saya sebutkan di atas bisa ditemui dan dibuktikan keberadaannya. Mungkin jika ada pembaca blog ini yang kebetulan satu desa dengan saya dan mengetahui akan sejarah peninggalan masa lalu di desa ini, bisa menambahkan atau mengoreksi apa yang telah saya bahas di atas.

Semoga dari tulisan saya yang sederhana ini dapat sedikit mengingatkan kembali kepada kita, bahwa sejatinya banyak nilai-nilai luhur dari bangsa kita yang sering kali terabaikan, padahal semestinya kita gali dan pertahankan kelestariannya. Sehingga kisah ini dapat tetap terbaca hingga anak cucu kita kelak.



Selengkapnya
Catatan Perjalanan Ziarah Wali Jawa Tengah

Catatan Perjalanan Ziarah Wali Jawa Tengah


Menjelang bulan ramadhan, sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian umat Muslim di Indonesia untuk berziarah ke makam para leluhur dan para Wali yang tersebar di seantero penjuru negeri. Di antara yang sering menjadi tujuan tempat berziarah adalah makam para wali yang tergabung dalam walisongo. Selain makam para walisongo, banyak pula makam wali-wali lain di sejumlah daerah yang juga ramai menjadi tempat tujuan berziarah, biasanya hal ini juga dengan mempertimbangkan waktu dan jarak tempuh yang tidak terlalu lama.

Jumat 27 Mei 2016, atau 10 hari sebelum puasa ramadhan 1437 H, saya bersama rombongan dari majlis ta'lim Darussalam Satinem di desa saya, Candiwulan, berkesempatan untuk melakukan perjalanan ziarah ke makam para wali yang khususnya berada di wilayah Jawa Tengah. Tujuan yang kami tuju adalah makam Raden Santri dan Simbah Dalhar di Gunungpring Magelang, Raden Patah dan Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Muria dan Sunan Kudus di Kudus, Syaikh Subakir di Gunung Tidar Magelang dan terakhir Syaikh Imam Puro di Purworejo.

Sekitar jam 2 sehabis dhuhur, kami serombongan sekitar 60 orang berangkat dari desa dengan menggunakan satu bus besar. Perjalanan awal kami lalui melewati jalan utama arah Kebumen-Magelang. Setibanya di daerah Salaman Magelang, yaitu sekitar jam setengah 5 sore, bus berhenti di depan sebuah masjid dan rombongan turun untuk melakukan shalat ashar. Kebetulan juga setelah berhentinya bus kami, berhenti juga 2 bus lain yang juga membawa rombongan ziarah dari Kebumen juga, yaitu dari daerah Klirong. Jumlah penumpang bus yang membludak membuat masjid yang tidak terlalu besar itu akhirnya menjadi penuh sesak oleh rombongan ziarah. Rombongan kami akhirnya shalat bergantian dengan rombongan lain itu.

Selepas shalat ashar, perjalanan bus kami lanjutkan, begitu pula dengan 2 bus rombongan lain itu. Sepanjang perjalanan bus kami beriringan dengan bus dari rombongan lain itu, hingga akhirnya kami sampai di daerah Muntilan Magelang. Memasuki waktu maghrib, kami niat untuk jama' ta'khir shalat maghrib dan Isya'. Dari kota Muntilan, perjalanan mulai melewati jalan yang agak kecil dari jalan utama, sampai akhirnya sekitar jam setengah 7, kami sampai di lokasi ziarah makam pertama, yaitu pemakaman di Gunung Pring, Muntilan, Magelang.

Gunungpring adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Konon dinamakan Gunungpring karena di tengah-tengah desa ada sebuah bukit yang banyak ditumbuhi pring (pohon bambu) yang sangat rimbun. Gunungpring memiliki ketinggian 400 m diatas permukaan air laut. Jika siang hari, dari puncak Gunungpring kita dapat melihat kota Muntilan dan hamparan pemandangan alam yang luas, udara yang sejuk, dan terlihat pula dari kejauhan jajaran pegunungan menoreh yang indah.

Gerbang makam Auliya Gunungpring
Gerbang Makam Auliya Gunungpring

Di atas puncak Gunungpring ini, terdapat kompleks makam yang biasa menjadi tempat tujuan berziarah. Tercatat ada beberapa nama Auliya, Ulama dan tokoh-tokoh terkenal dari masa lalu yang dimakamkan di sini. Di antaranya yaitu salah seorang Wali tanah Jawa, yakni Kyai Raden Santri (Pangeran Singosari Mataram) yang masih keturunan Raja Majapahit. Makam yang termasuk Wewengkon Kagungan Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu disebut juga PUROLOYO (makamnya keturunan raja).

Kyai Raden Santri adalah seorang Ulama penyebar agama Islam di sekitar gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo. Beliau yang juga bergelar Pangeran Singasari adalah putra dari Kyai Ageng Pemanahan yang masih keturunan Prabu Brawijaya Majapahit.

Menjelang kerajaan Mataram berdiri, Kyai Raden Santri pernah menjabat sebagai Senopati Perang yang bertugas mengajarkan shalat kepada para prajurit. Saat berada di sebuah dusun dan hendak mengajarkan shalat kepada para prajurit, Kyai Raden Santri tidak menemukan air untuk berwudlu'. Kemudian Kyai Raden Santri berdoa kepada Allah agar diberikan air. Lalu Kyai Raden Santri membuat sendang dengan tongkatnya, dan dengan izin Allah, sendang itupun memancarkan air, bahkan hingga kini sendang tersebut tidak pernah berhenti memancarkan air, bahkan di musim kemarau sekalipun. Sendang itu kini terletak di dusun Kolosendang, desa Ngawen, kecamatan Muntilan, kabupaten Magelang.

Setelah menetap di Dusun Santren pada tahun 1600 M, Kyai Raden Santri sering menyepi untuk bermujahadah di bukit Gunungpring. Saat perjalanan pulang ke dusun Santren, beliau melewati sungai yang terjadi banjir sangat besar. Kemudian Mbah Raden Santri berkata, “Air berhentilah kamu, aku akan lewat.” Maka banjir itu berhenti dan berubah mengeras hingga menjadi batu–batu cadas dan menonjol. Sampai sekarang dusun tempat tersebut dikenal dengan nama Watu Congol (batu yang menonjol) dan sekarang berada di Muntilan, dekat dengan Gunungpring. Karena keistimewaan dan jasanya dalam penyebaran agama Islam, sampai sekarang ini banyak masyarakat yang datang berziarah ke makam Mbah Raden Santri.

Selain makam Raden Santri, di kompleks makam gunungpring ini juga terdapat makam Simbah H. Dalhar. Beliau adalah seorang Ulama besar, mursyid tarekat yang juga dikenal sebagai salah satu guru para Ulama. Beliau banyak menciptakan ulama dan santri yang mumpuni. Kharisma, kesolehan, keluhuran budi pekerti, dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu.

Beliau dilahirkan pada 10 Syawal 1286 H atau 10 Sawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M) di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Ayah beliau adalah Kyai Abdurrahman bin Kyai Abdurrauf bin Kyai Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf bin Raden Bagus Kemuning Hasan Tuqo atau kakeknya Mbah Dalhar merupakan salah seorang panglima perang dari Pangeran Diponegoro. Simbah Kyai H. Dalhar adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di Jawa Tengah.

Selain makam Kyai Raden Santri dan Simbah H. Dalhar, terdapat pula makam-makam tokoh lain, seperti makam Simbah Kyai Jogorekso, Simbah Kyai Abdurrohman, Simbah Kyai H. Husain, Simbah Kyai Sulthon, Simbah Kyai Krapyak III, Simbah Kyai Humam, Simbah Kyai H. Harun, Simbah Kyai Kerto Njani, Simbah Kyai Abdullah Sajad, Dll.

Setibanya kami di Gunungpring ini, sebelum sampai di kompleks makam, kami melewati sebuah gerbang menuju lorong jalan dengan beberapa anak tangga yang di kanan kirinya digunakan sebagai tempat berjualan oleh para pedagang. Beraneka macam barang dijual di sini. Memasuki areal makam, banyak peziarah yang sudah tiba di sini. Kami pun akhirnya berziarah di depan makam Simbah Dalhar. Selesai berziarah, kami bergegas menuju mushala untuk ibadah shalat maghrib dan Isya' dengan jama' ta'khir dan qashar. Selepas shalat, kami kembali ke bus dan bersiap menuju perjalanan selanjutnya. Sebelum berangkat, kami sempatkan juga untuk mengisi perut dengan membuka bekal makanan yang kami bawa.

Tepat jam 8 lebih seperempat akhirnya perjalanan bus kami lanjutkan. Lokasi tujuan berikutnya yaitu ke makam Raden Patah di Demak. Karena hari yang semakin malam, perjalanan lebih banyak kami lalui dengan beristirahat tidur malam di dalam bus. Perjalanan dari Magelang menuju Demak ini melewati daerah seperti Ambarawa, Ungaran dan Semarang. Sekitar jam 12 malam akhirnya sampailah kami di lokasi pemberhentian bus untuk menuju lokasi makam. Dari terminal bus kami naik ojek untuk sampai di lokasi makam Raden Patah yang berada di samping masjid Agung Demak.

Kompleks makam Raja Demak
Kompleks makam Raja Demak

Raden Patah lahir di Palembang pada tahun 1455 dan wafat di Demak pada tahun 1518. Beliau adalah pendiri dan sultan pertama dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1475-1518. Pada masanya pula Masjid Agung Demak didirikan, dan kemudian beliau dimakamkan di sana. Selain makam Raden Patah, dalam lokasi Makam Kasultanan Bintoro Demak ini juga terdapat makam Raden Patiunus (berkuasa tahun 1518 hingga 1521), Raden Trenggono (berkuasa dari 1521 hingga 1546), dan tokoh-tokoh lain yang berhubungan dengan sejarah Kesultanan Demak Bintoro.

Setibanya di lokasi makam, kami langsung masuk berziarah di dekat makam Raden Patah. Selepas berziarah, kami kembali naik ojek untuk kembali ke terminal bus dan melanjutkan perjalanan. Jam setengah 2 bus kembali berjalan menuju makam selanjutnya yaitu makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak. Tidak sampai 20 menit bus berjalan, kami sudah sampai di Kadilangu. Berbeda dengan di makam Raden Patah, untuk menuju makam Sunan Kalijaga kami cukup berjalan kaki dari tempat pemberhentian bus.

Sunan Kalijaga adalah salah satu dari 9 Walisongo yang terkenal dengan dakwahnya yaitu menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Beliau menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul.

Makam Sunan Kalijaga
Makam Sunan Kalijaga pada siang hari

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Beliau adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta. Selama berdakwah, sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga, di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. Sepeninggal beliau, makam beliau ini hingga sekarang ramai diziarahi orang-orang dari seluruh penjuru Nusantara.

Baca juga: 7 Tujuan Ziarah Wali di Pulau Bali (Ziarah Wali Pitu)

Di lokasi makam, sempat salah seorang dari rombongan kami terpisah dan tersesat saat hendak ke makam, sementara kami tidak menyadarinya karena saking ramainya peziarah. Beruntung kemudian salah satu petugas makam bersedia membantunya dan mempertemukan kembali dengan rombongan kami. Selepas kami berziarah di depan makam Sunan Kalijaga, tepat jam 3 kurang seperempat perjalanan bus kami lanjutkan menuju lokasi makam selanjutnya yaitu makam Sunan Muria di Gunung Muria, Colo, Kudus.

Perjalanan dilanjutkan melewati jalanan kota Demak dan masuk wilayah Kabupaten Kudus. Lokasi makam Sunan Muria yang berada di atas gunung membuat bus harus berjalan menanjak menaiki lereng gunung muria untuk sampai di lokasi pemberhentian bus. Jam 4 lebih sepuluh menit akhirnya sampailah kami di lokasi pemberhentian bus sebelum menuju makam. Setelah masuk waktu shubuh, sebelum naik ke lokasi makam kami sempatkan terlebih dahulu untuk shalat shubuh berjamaah di sebuah mushala dekat terminal bus.

Makam Sunan Muria
Makam Sunan Muria

Nama asli dari Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menyukai tinggal di daerah yang terpencil dan jauh dari keramaian. Beliau menyebarkan agama Islam dengan cara-cara yang halus sambil mengajarkan keterampilan cara bercocok tanam, berdagang dan juga melaut. Jiwa seni yang ada didalam diri beliau juga digunakan untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam kepada para pengikutnya. Tembang Sinom dan Kinanthi adalah salah satu hasil karya seni yang beliau ciptakan. Beliau dikenal sebagai Sunan Muria karena beliau dimakamkan di Gunung Muria, yaitu sebuah gunung yang berada di perbatasan Kabupaten Kudus, Jepara dan Pati.

Akses ke lokasi makam Sunan Muria lumayan berat karena berada di puncak sebuah bukit di gunung Muria. Untuk sampai ke lokasi makam, peziarah harus menempuh perjalanan menaiki anak tangga yang cukup jauh. Namun bagi yang ingin cepat sampai, disini banyak ojek yang siap mengantarkan sampai ke lokasi Makam. Sabtu pagi sehabis shubuh, rombongan begegas bersiap menuju makam. Untuk lebih efisiensi, rombongan kami memutuskan naik ojek untuk sampai ke lokasi makam, kecuali saya dan dua orang dari rombongan kami. Saya memang sebelumnya sudah berniat untuk jalan kaki menuju ke lokasi makam Sunan Muria ini. Meskipun hanya 3 orang, sekitar beberapa menit berjalan akhirnya sampailah kami di lokasi makam.

Sampai di atas, kami bertiga langsung bertemu dengan rombongan kami dan kemudian bergegas menuju makam. Banyaknya jumlah peziarah membuat kami harus antri dengan peziarah lain. Parahnya lagi rombongan kami terpisah menjadi dua, rombongan pertama sudah masuk makam sedangkan rombongan kedua termasuk saya harus antri di depan penjaga pintu makam. Sempat terjadi perdebatan dengan penjaga pintu makam agar kami diizinkan masuk karena rombongan kami sudah ada yang masuk di dalam, tetapi kami tetap tidak diperbolehkan masuk. Barulah setelah salah satu panitia dari anggota rombongan kami yang sudah masuk di dalam keluar lagi dan menemui penjaga pintu makam, akhirnya kami diperbolehkan masuk dan bergabung dengan rombongan kami yang lain.

Selepas berziarah, rombongan kami akhirnya turun gunung. Sebagian besar dari kami memutuskan untuk berjalan kaki menuruni anak tangga yang di kanan kiri berjejeran para pedagang menjajakan dagangannya. Sebagian rombongan juga membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Setelah sampai di parkiran bus, kami bersiap untuk menuju lokasi berikutnya. Jam 8 kurang seperempat, bus berangkat menuju lokasi makam Sunan Kudus yang berada di lingkungan Masjid Menara Kudus. Sekitar 1 jam perjalanan akhirnya sampailah kami di tempat perhentian bus sebelum menuju makam. Menuju makam Sunan Kudus, kami harus naik angkutan untuk sampai lokasi, banyak tersedia angkutan seperti mobil angkot ataupun becak yang siap membawa peziarah sampai ke lokasi makam.

Beberapa menit naik angkot akhirnya sampailah kami di depan Masjid Menara Kudus, di mana terdapat makam Sunan Kudus. Makam Sunan Kudus memang ramai di kunjungi peziarah, apalagi menjelang bulan ramadhan, pedagang juga banyak yang berjualan di sepanjang jalan menuju masjid menara Kudus ini. Dengan banyaknya peziarah, kami memasuki gerbang makam dengan berjalan bergantian dengan peziarah lain. Karena ramainya peziarah, akhirnya kami melakukan ibadah ziarah tahlil agak jauh dari makam Sunan Kudus, tetapi masih dalam kompleks makam.

Pintu gerbang makam, ilustrasi Sunan Kudus
Pintu gerbang makam, ilustrasi Sunan Kudus

Sunan Kudus bernama asli Ja'far Shadiq putra Raden Usman Haji yang dikenal juga dengan sebutan Sunan Ngudung. Beliau lahir sekitar tahun 1400-an, dan meninggal tahun 1550. Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Palestina dan datang ke Jawa pada tahun 1436 M. Menurut silsilahnya Sunan Kudus masih mempunyai hubungan keturunan sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agama Islam di sekitar daerah Kudus khususnya dan di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau adalah seorang ulama, guru besar agama yang terkenal dengan keilmuannya terutama dalam Ilmu Tauhid, Ushul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih di dalam Ilmu Fiqih, oleh sebab itu beliau digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul 'Ilmi. Beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang terkenal dengan karyanya yaitu Gending Maskumambang dan Mijil.

Cara berdakwah yang beliau sampaikan hampir sama dengan pendekatan yang digunakan Sunan Kalijaga, yaitu sangat toleran pada budaya setempat. Di antara pendekatan yang beliau lakukan adalah seperti larangan meyembelih sapi untuk menghormati umat Hindu pada masa itu, dan sebagai gantinya dengan menyembelih kerbau. Tradisi ini masih banyak dijalankan oleh masyarakat Kudus sampai sekarang. Selain sebagai tokoh agama, Sunan Kudus juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Beliau juga pernah menjadi penasehat kerajaan Demak, dan menjadi hakim agung (qadhi) kerajaan Demak untuk menghakimi urusan-urusan pidana dan pemikiran secara umum.

Selepas berziarah di makam Sunan Kudus ini. Jam 10 lebih 40 menit akhirnya bus meninggalkan kota Kudus untuk menuju lokasi berikutnya, yaitu kembali ke selatan menuju gunung tidar Magelang. Perjalanan yang sekaligus arah pulang ini kami lalui melewati jalan sebelumnya yaitu Kudus-Semarang Semarang-Magelang.

Dalam perjalanan balik ini bus sempat mogok sampai dua kali, pertama di jalan tol dan kedua di sekitar wilayah Ambarawa, tetapi syukurlah bisa diatasi. Memasuki kota Secang Magelang, bus berhenti di depan rumah makan untuk beristirahat. Kami serombongan banyak yang menggunakan waktu untuk membersihkan diri, mandi dan makan. Setelahnya juga kami laksanakan ibadah shalat ashar dan dhuhur dengan jama' ta'khir dan qashar di mushala dekat rumah makan ini. Setelah cukup beristirahat di Secang, perjalanan kami lanjutkan. Sekitar jam 5 sore akhirnya sampailah kami di lokasi makam berikutnya, yaitu gunung tidar, lokasi makam Syaikh Subakir berada.

Gunung Tidar adalah gunung yang berada di tengah-tengah Kota Magelang. Gunung dengan ketinggian 503 meter dari permukaan laut ini tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan militer karena banyaknya kegiatan Akademi Militer (Akmil) yang dilakukan di sini. Dalam legenda, gunung tidar juga dikenal sebagai 'Pakunya Tanah Jawa', hal ini ditandai dengan berdirinya sebuah tugu di puncak gunung tidar. Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. 

Akses untuk menuju makam Syaikh Subakir melewati jalanan beraspal sampai akhirnya belok kiri dan masuk gapura gunung tidar. Dari gapura, kami kemudian harus menaiki ratusan anak tangga sebelum akhirnya sampai di lokasi makam.  Gunung tidar ini masih terbilang cukup alami dengan banyaknya pohon yang tinggi menjulang, sehingga menjadikan gunung tidar sangat rimbun. Sekitar kurang dari 30 menit menapaki jalanan tangga setapak, akhirnya sampailah kami di lokasi makam.

Makam Syekh Subakir
Makam Syaikh Subakir

Syaikh Subakir adalah tokoh dari generasi awal Walisongo yang menaklukan Gunung Tidar dengan mengalahkan para jin penunggu Gunung Tidar. Menurut legenda (hikayat) Gunung Tidar, Syaikh Subakir berasal dari negeri Turki (versi lain Iran dan Baghdad) yang datang ke Gunung Tidar bersama kawannya yang bernama Syaikh Jangkung untuk menyebarkan agama Islam. Banyak kalangan meyakini bahwa situs di gunung tidar ini sebetulnya bukanlah makam dari Syaikh Subakir, karena sebelum meninggal, Syaikh Subakir diyakini telah pulang ke negeri asalnya dan dimakamkan di tanah kelahirannya tersebut. Sedangkan yang berada di gunung tidar ini hanyalah tempat petilasan beliau.

Di makam/ petilasan Syaikh Subakir ini, kami berziarah tanpa Imam Kyai rombongan kami. Beliau tidak ikut berziarah karena suatu sebab dan menunggu di tempat parkir bus, sehingga Imam ziarah akhirnya dipimpin oleh Ustadz tangan kanan pak Kyai. Setelah selesai berziarah di makam Syaikh Subakir, rombongan kami langsung turun menuju tempat parkir bus. Namun ketika baru beberapa langkah menuruni tangga, kami bertemu dengan pak Kyai yang ternyata berubah pikiran dan akhirnya menyusul hendak berziarah. Rombongan akhirnya tetap turun, tetapi sebagian panitia ziarah ikut naik menemani pak Kyai berziarah.

Perlu diketahui bahwa selain terdapat makam Syaikh Subakir, di gunung tidar ini juga dapat kita jumpai situs-situs lain, di antaranya yaitu makam kyai Sepanjang yang panjangnya mencapai 7 meter. Kyai Sepanjang bukanlah nama manusia, tetapi nama sebuah tombak yang dibawa dan dipergunakan oleh Syaikh Subakir ketika mengalahkan jin penunggu Gunung Tidar kala itu. Selain itu, dapat kita jumpai pula makam Kyai Semar. Namun menurut beberapa versi, makam ini bukanlah makam kyai Semar yang ada dalam pewayangan. Tetapi Kyai Semar yang dimaksud adalah nama jin penunggu Gunung Tidar waktu itu. Meski demikian banyak yang percaya bahwa makam ini memang makam Kyai Semar yang ada dalam pewayangan itu. Jika sampai di puncak gunung tidar, kita juga bisa melihat tugu yang dipercaya sebagai Pakunya Tanah Jawa.

Sesampainya rombongan kami di tempat parkir bus, hari sudah gelap, sehingga diputuskan shalat maghrib nanti dijama' ta'khir dengan isya'. Sembari menunggu rombongan pak Kyai turun, sebagian rombongan menggunakan waktu untuk beristirahat dan makan malam. Hampir 2 jam kami menunggu rombongan pak Kyai yang tidak juga kunjung turun, padahal rencananya sehabis maghrib bus sudah berjalan menuju lokasi berikutnya. Belakangan diketahui bahwa selain berziarah di makam Syaikh Subakir, ternyata pak Kyai juga mengunjungi makam Kyai Sepanjang, Kyai Semar dan Tugu di puncak gunung. Hal inilah yang membuat kami menunggu sampai lama.

Masalah diperparah lagi ketika setelah pak Kyai turun. Diduga ngambek atau mungkin tertidur karena menunggu terlalu lama, sopir bus yang kami naiki menghilang entah kemana. Kernet dan panitia ziarah yang mencoba mencari berkeliling sekitar terminal juga tidak berhasil menemukannya. Bahkan ketika dihubungi, handphone tersambung tetapi tidak juga diangkat. Kami sempat bingung dengan keadaan saat itu, bahkan bus kami juga sempat dipindahkan oleh sopir bus lain karena busnya terhalang oleh bus kami ketika hendak berangkat lagi. 

Setelah lama mencari dan menunggu hingga hampir satu jam, akhirnya muncullah pak sopir dengan tenangnya. Rombongan pun maklum dan tidak mempermasalahkan kejadian ini. Jam 8 lebih seperempat akhirnya bus kembali berjalan menuju lokasi makam terakhir, yaitu makam Syaikh Imam Puro di Gunung Geger Menjangan, Purworejo. Perjalanan menuju Purworejo yang sebetulnya lumayan jauh terasa singkat karena bus melaju cukup kencang. Jam setengah 10 malam akhirnya sampailah kami di lokasi pemberhentian bus makam Imam Puro.

Makam Imam Puro
Makam Imam Puro

Imam Puro adalah seorang Ulama besar yang hidup pada masa Perang Diponegoro (1800-1900). Imam Puro yang bernama asli Mbah Kunawi adalah keturunan ke sembilan dari Sultan Agung, Raja Mataram terbesar. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Sidomulyo, Ngemplak, Purworejo yang sekarang bernama Al-Islah. Imam Puro juga dikenal sebagai pembawa pertama Thoriqoh Syattoriyah di Purworejo.

Selain sebagai tokoh Ulama, beliau juga dikenal sebagai salah satu pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro di wilayah Purworejo. Bahkan santrinya yang mencapai ribuan banyak diperbantukan kepada Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda. Dalam sejarahnya, Syaikh Imam Puro juga pernah ditahan Belanda karena pondok pesantrennya dicurigai melakukan kegiatan keagamaan yang memusuhi Belanda. Tetapi entah bagaimana, Imam Puro lalu dibebaskan lagi dalam beberapa hari kemudian.

Makam Imam Puro yang berada di Gunung Geger Menjangan, Desa Candi, Kecamatan Balidono, Purworejo, Jawa Tengah ini hampir setiap hari ramai dikunjungi para peziarah. Untuk mencapai lokasi makam, kami mesti melewati tangga pendakian yang lumayan tinggi. Di atas dekat pemakaman Imam Puro, yakni di puncak Gunung Geger Menjangan, terdapat "Gardu Pandang", sebuah tempat paling lepas untuk melihat kota Purworejo dari ketinggian dengan pemandangan yang sangat indah.

Dikarenakan kami berziarah pada malam hari, jalan setapak menuju areal makam masih banyak yang gelap tanpa lampu penerangan, sehingga kami harus berjalan hati-hati agar tidak terjatuh atau tersandung batu. Sesampainya kami di areal lokasi makam, kita shalat isya' dan maghrib dengan jama' ta'khir terlebih dahulu di sebuah mushala dekat makam. Selesai shalat, kami langsung menuju makam untuk berziarah. Suasana makam yang saat itu kebetulan tidak begitu ramai membuat kami lebih leluasa mencari tempat strategis tepat di depan makam, untuk melakukan ibadah tahlil.

Makam Imam Puro ini merupakan tujuan terakhir kami dalam perjalanan kali ini, sehingga selesai berziarah di tempat ini, maka selesailah sudah perjalanan kami. Jam setengah 12 malam, kami menyudahi perjalanan ziarah kami dan bus kembali meluncur pulang menuju desa kami. Alhamdulillah, Ahad dini hari jam setengah 2 pagi akhirnya sampailah kami di desa tanah kelahiran kami.

Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kami ambil dari perjalanan ziarah ini, mulai dari pengalaman yang mengenakan dalam indahnya suasana kebersamaan dan kekeluargaan, sampai yang tidak mengenakan, seperti kejadian terpisahnya salah seorang anggota rombongan saat di Demak dan di Kudus, bus yang berulang kali mogok karena ada komponen mesin yang tersumbat kotoran, dan kejadian menghilangnya sopir saat di gunung Tidar. Tetapi yang terpenting dari semua itu adalah akhirnya semua masalah itu bisa teratasi dan kami semua dapat beribadah ziarah dengan lancar serta dapat kembali ke rumah masing-masing dengan selamat.
Wassalam.


Sumber Referensi : Wikipedia, dll.

Selengkapnya