Nasehat Seorang Anak Kecil kepada Umar bin Abdul Aziz

Nasehat Seorang Anak Kecil kepada Umar bin Abdul Aziz

Gambar anak kecil

Kita mengenal Umar bin Abdul Aziz sebagai sosok seorang pemimpin umat Islam yang terkenal adil dan bijaksana. Kisah berikut ini berkenaan dengan beliau yang mendapatkan nasihat dari seorang anak kecil yang dianugerahi kecerdasan, serta kejernihan akal dan hati. Semoga kita bisa memahami dan mengambil hikmah serta intisari dari kisah berikut ini.

Ketika Umar bin Abdul Aziz naik tahta kekhalifahan Bani Umayyah, sejumlah rombongan datang dari berbagai negeri untuk mengemukakan kebutuhan mereka dan juga untuk menyampaikan ucapan selamat. Orang-orang dari tanah Hijaz juga berkunjung secara berombongan. Seorang anak dari Bani Hasyim kemudian tampil sebagai juru bicara. Melihat hal itu, maka Umar bin Abdul Aziz berkata: ''Hendaklah orang yang maju lebih tua daripada engkau!''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, sesungguhnya besar-kecilnya seseorang bergantung pada hati dan ucapannya. Jika Allah telah mengaruniai seorang hamba dengan lidah yang cakap berbicara dan hati yang dapat menjaga, ia berhak untuk berbicara. Yang mengetahui keutamaannya adalah orang yang mendengarkan pembicaraannya.''

''Hai Amir al-Mukminin, jika segala urusan ditentukan oleh umur, niscaya di antara umat ini ada orang yang lebih berhak daripada Anda dalam menduduki jabatan Anda ini.''

Umar berkata: ''Engkau benar, katakan apa yang ingin kau katakan!''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, kami adalah rombongan yang datang untuk mengucapkan selamat, bukan rombongan untuk mengadukan penderitaan. Kami mendatangi Anda karena anugerah yang Allah berikan kepada kami karena Anda.''

''Kami tidak datang karena senang atau takut. Apabila kami datang karena senang, sesungguhnya kami (rakyatmu) telah datang dari berbagai negeri. Apabila kami datang karena takut, sungguh kami telah merasa aman dari kezaliman Anda berkat keadilan Anda.''

Umar kemudian berkata: ''Nasihatilah aku, hai ghulam (anak kecil).''

Anak tersebut berkata: ''Semoga Allah meningkatkan kebaikan kepada engkau Amir al-Mukminin, sesungguhnya sebagian manusia telah terpedaya oleh kesantunan Allah (mungkin ujian dalam bentuk nikmat), panjangnya angan-angan, dan banyaknya sanjungan. Semua itu dapat menggelincirkan banyak orang hingga mereka masuk neraka.''

''Maka janganlah sekali-kali Anda terpedaya oleh kesantunan Allah kepada Anda, panjangnya angan-angan dan banyaknya sanjungan kepada Anda. Hal tersebut dapat menggelincirkan Anda. Apabila tidak terpedaya, Anda tidak akan tergelincir dan akan termasuk kelompok orang sholeh dari umat ini.''

Anak tersebut lalu diam. Umar kemudian berkata: ''Berapa umur anak ini?''. Seseorang kemudian menjawab bahwa umurnya sebelas tahun. Umar lalu bertanya tentang siapa anak ini. Ternyata dia adalah salah seorang putra Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, atau cicit Rasulullah SAW. Umar pun menyanjungnya dan kemudian berdoa untuknya. Setelah itu, Umar kemudian bersyair:

                               # تعلم فليس المرء يولد عالما

             # وليس أخو علم كمن هو جاهل 

                               # فإن كبير القوم لاعلم عنده 

            # صغير إذا التفت عليه المحافل 

Belajarlah, karena sesungguhnya tidak ada seseorang yang dilahirkan telah berilmu #
Dan tidaklah orang yang berilmu itu seperti orang yang bodoh #
Sesungguhnya orang tertua pada suatu kaum apabila ia tidak berilmu #
dan selalu diliputi dengan berbagai hiburan, maka ia adalah anak kecil. #



Kisah dinukil dari Al-Islam bainal 'Ulama wal Hukkaam.
Selengkapnya
Pendakian Gunung Sindoro via Kledung

Pendakian Gunung Sindoro via Kledung

Gunung Sindoro

Setelah sempat tertunda selama berbulan-bulan untuk menulis kisah ini, akhirnya pada kesempatan kali ini kisah pendakian di gunung Sindoro bisa saya tuliskan di blog ini. Tentunya ada beberapa memori yang terlupakan saat saya menuliskan kisah ini. Harapannya, tulisan perjalanan ini (termasuk tulisan-tulisan perjalanan kami yang lain) saya buat agar bisa menjadi suatu kenangan bagi saya dan teman-teman saya, yang semoga tetap bisa dibaca sampai masa yang akan datang nanti. Sedangkan bagi pembaca, semoga tulisan-tulisan saya ini dapat sedikit memberikan informasi mengenai tempat-tempat yang kami kunjungi.

Dua hari sebelum puasa Ramadhan 1437 H atau bertepatan 5 Juni 2016 yang lalu, saya dan beberapa teman berpetualang kembali mengukir cerita dengan mengunjungi salah satu gunung yang masih berlokasi di Jawa Tengah, yakni Gunung Sindoro. Gunung Sindoro atau ada pula yang menyebutnya Sindara berlokasi di antara Kabupaten Temanggung dan Wonosobo. Gunung dengan ketinggian 3.136 mdpl ini merupakan gunung volcano aktif berbentuk kerucut dengan tipe Strato. Selain memiliki kawah aktif pada puncaknya, gunung ini juga memiliki ladang edelweis di bawah puncaknya. Gunung Sindoro berdiri tegak berdampingan dengan kembarannya yaitu Gunung Sumbing. Keduanya berdiri kokoh di batas Temanggung sebelah barat dan sebelah timur kota Wonosobo.

Sabtu 5 juni 2016, saya berangkat dari Kebumen pukul 11 siang dengan mengendarai sepeda motor. Sekitar pukul setengah 3 sore, saya sampai di Pringsurat, Temanggung. Sembari menunggu teman-teman dari Semarang yang sedang mempersiapkan diri, saya beristirahat sejenak di sebuah masjid di pinggir jalan. Menjelang ashar, perjalanan saya lanjutkan kembali menuju masjid alun-alun kota Temanggung, karena kami sepakat untuk bertemu di sana. Sekitar pukul 5 sore, akhirnya saya bertemu dengan teman-teman dari Semarang.

Dari kota Temanggung perjalanan kami lanjutkan bersama menuju lokasi basecamp pendakian gunung Sindoro di desa Kledung, Kabupaten Temanggung. Sebetulnya untuk mendaki gunung Sindoro ada beberapa basecamp lain yang bisa dilalui, tetapi kami lebih memilih Jalur pendakian via Kledung yang umum digunakan. Pukul 6 petang akhirnya sampailah kami di Basecamp yang terletak di desa Kledung. 

Basecamp yang terletak di seberang jalan raya atau tepatnya di jalan masuk desa Kledung ini memiliki aula luas yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat sebelum atau sesudah pendakian. Di sini juga disediakan area untuk parkir di dalam dan di depan aula yang lumayan luas. Setelah membayar registrasi dan memarkirkan motor masing-masing, kami bergegas menuju masjid di sekitar lokasi untuk shalat maghrib terlebih dahulu. Sembari menunggu waktu isya, perbekalan kami cek kembali untuk melengkapi yang hendak dibawa selama pendakian. Setelah shalat isya, kami sempatkan mencari warung makan untuk mengisi tenaga sebelum memulai pendakian.

Makan malam sebelum pendakian

Pukul setengah 8 malam pendakian pun kami mulai. Pada pendakian kali ini, jumlah personel kami lumayan lebih banyak dari pada biasanya, yaitu 11 orang. Saya berangkat dari Kebumen, Kang Alim, Kang Mukhlis dan dua temannya dari Purwodadi, Kang Fakhri dari Rembang, sedangkan sisanya teman-teman yang masih berjuang di Semarang yaitu Kang Reza (Kudus), Kang Deni (Pati), Kang Ulil (Pati), Kang Akhis (Tegal) dan Kang Arwani. 

Sebelum berjalan memasuki kawasan jalur pendakian, kami terlebih dahulu melalui jalan desa melewati sebagian rumah penduduk. Setelah keluar dari permukiman, perjalanan dilanjutkan menuju pos 1 dengan melewati jalanan batu yang tersusun rapi dengan lahan pertanian disampingnya. Jalanan rata berbatu ini cukup panjang, sehingga sebagian pendaki ada juga yang biasanya menggunakan jasa tukang ojek motor yang tersedia untuk menuju pos 1. Satu setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos 1. 

Setelah beristirahat sebentar, perjalanan kami lanjutkan menuju pos 2. Meskipun mulai masuk kawasan hutan, trek menuju pos 2 masih belum terlalu sulit. Jalanan setapak berupa tanah sedikit berbatu mulai terasa menanjak, namun juga banyak diselingi turunan dan jalanan landai, sehingga belum begitu banyak menguras tenaga. Hanya saja karena kami berjalan di gelapnya malam, dengan berbekal lampu senter, kami harus tetap waspada dan tetap fokus pada jalan. Rimbunnya hutan yang menjadikan terasa sunyi, kami isi dengan obrolan-obrolan kecil agar suasana tetap kondusif. Sekitar satu setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di pos 2. Kami sempatkan istirahat sejenak di pos ini.

Dari pos 2, perjalanan kami lanjutkan kembali untuk menuju pos 3. Jalur menuju pos 3 melewati jalanan setapak yang mulai didominasi dengan batu-batuan besar. Jalur pendakian juga semakin terjal dan banyak dijumpai tanjakan. Trek ini juga melintasi jalur terbuka dan kadang dijumpai tanjakan curam, sehingga kami harus berhati-hati saat melewatinya. Medan yang berat dan jarak yang lumayan jauh membuat kami cukup sering beristirahat, sehingga membuat rombongan mulai terpisah-pisah agak jauh. Bila sudah demikian, maka sebisa mungkin rombongan harus kembali dikondisikan agar merapat kembali. Setelah lelah berjalan selama kurang lebih dua jam, pukul setengah 1 dini hari akhirnya kami sampai di pos 3.

Pos 3 merupakan kawasan terbuka berupa dataran luas yang berada di ketinggian 2500 mdpl. Lokasi ini biasa dijadikan sebagai tempat camp para pendaki sebelum naik ke puncak. Sewaktu kami sampai di pos 3 ini, sudah banyak pendaki lain yang telah mendirikan tenda di tempat ini. Di tempat ini juga ada seorang bapak yang agaknya bertugas sukarela menjaga tenda-tenda yang ditinggal naik ke puncak. Warung berbentuk gubuk kecil yang menyediakan kebutuhan seperti air mineral dan rokok juga ada di tempat ini. Setelah menemukan tempat untuk mendirikan tenda, kami segera memasang tenda kami untuk beristirahat. Kebetulan kami membawa tiga tenda sehingga kami bersebelas dapat memilih tenda masing-masing tanpa berdesak-desakan. Setelah tenda terpasang, kami menyiapkan makan malam dan selanjutnya tidur istirahat.

Indahnya sunrise dari pos 3

Pagi hari sehabis shubuh, sunrise mentari tampak begitu indah, namun sebagian dari kami melewatkannya begitu saja. Setelah semua bangun, kami segera memasak mie instan untuk sarapan pagi kami. Pagi itu pemandangan tampak begitu indah. Dari atas pos 3 ini kami bisa melihat indahnya panorama alam dari ketinggian. Gagahnya gunung Sumbing juga tampak begitu jelas terpampang di depan kami. Kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk mengambil gambar sebanyak-banyaknya, sampai-sampai kami hampir lupa jika hari mulai beranjak siang.

Tampak gunung Sumbing gagah menjulang

Pukul setengah 8 pagi, akhirnya pendakian kami lanjutkan untuk menuju pos berikutnya. Tiga teman kami (Deni, Arwani dan seorang teman Kang Mukhlis) memutuskan tidak ikut ke puncak karena suatu alasan, sehingga mereka ditugasi menunggu tenda. Tidak begitu jauh berjalan dari pos 3, kami menjumpai beberapa tenda pendaki yang didirikan di sebuah lokasi datar di atas pos 3. Trek pendakian menuju pos 4 semakin menguras tenaga. Jalanan terbuka yang semakin curam dengan batu-batuan terjal berbahaya membuatnya sulit dilalui. Meskipun medan sangat berat, kadang juga kami temui kawasan agak rindang yang banyak ditumbuhi pohon lamtoro dan tanaman perdu. Sekitar dua jam berjalan akhirnya kami sampai di pos 4. Pos ini tidak begitu jelas karena tidak adanya bangunan atau tempat istirahat yang memadai, sehingga akhirnya kami teruskan untuk langsung menuju puncak.

Pemandangan menuju pos 4

Dari pos 4, jalur menuju puncak masih tetap berupa trek menanjak terjal dan berbatu. Teriknya matahari juga begitu terasa sehingga kami didera kelelahan dan kehausan. Kami ternyata sebelumya salah perhitungan. Perjalanan dari pos 3 yang kami perkirakan tidak terlalu lama ternyata jauh dan memakan waktu yang panjang. Oleh karenanya persediaan makanan dan minuman yang terbatas habis sebelum mencapai puncak. Saya bahkan hampir menyerah dalam perjalanan menuju puncak ini. Namun teman saya Reza terus menyemangati saya agar tidak menyerah, karena puncak juga sudah semakin dekat. Kejadian ini unik, karena sewaktu di Merbabu, kejadian yang sama menimpa kami berdua, saat itu Reza yang hampir menyerah dan saya menyemangatinya. Mendekati puncak Sindoro, kami menjumpai padang edelweis yang tumbuh di kawasan ini. Sebelum sampai di puncak, kami juga menjumpai tanah dan tanaman tampak kering berwarna putih seperti habis tertutup abu.

Indahnya pemandangan dari pos 4

Setelah melewati beratnya medan dengan tekad yang kuat dan penuh semangat, akhirnya pukul setengah 12 siang, saya dan Reza sampai di puncak gunung Sindoro. Saya dan Reza adalah yang paling terakhir sampai puncak dari rombongan kami, sementara 6 dari rombongan kami yang lain sudah terlebih dahulu sampai. Di atas puncak, tercium bau belerang yang sangat menyengat dari kawah yang mengepulkan asap. Begitu indah pemandangan dari atas puncak. Lautan awan terhampar di bawah kami. Kami dibuat takjub dengan ciptaan Tuhan yang begitu indah ini. Di puncak kami sempatkan mengambil beberapa gambar sebagai kenangan. Karena hari sudah siang dan bau belerang kian menyengat dan membahayakan, kami tidak bisa berlama-lama di puncak. Pukul 12 akhirnya kami turun.

Kawah gunung Sindoro

Saat turun menuju tenda kami di pos 3, saya, Reza dan Ulil yang terpisah dari rombongan kami yang lain, mendapat pemberian makanan dan minuman dari dua pendaki rombongan lain yang juga sedang turun. Inilah persaudaraan di antara sesama pendaki. Meskipun tidak saling kenal, tidak menghalangi untuk saling membantu pendaki lain yang kesusahan. Terima kasih sebesar-besarnya untuk mereka berdua. Setelah sampai di pos 3, kami istirahat sejenak sebelum akhirnya bergegas membongkar tenda dan berkemas untuk turun gunung. Pukul setengah 7 malam, akhirnya kami sampai kembali di basecamp Kledung. Setelah rombongan kami turun semua, minggu 6 juni atau malam 1 Ramadhan 1437 H pukul setengah 8 malam akhirnya kami pulang transit ke Semarang.

Berfoto bersama di puncak

Summit Sindoro

Panorama sumbing

Summit menuju puncak

Personil kamar Seven

Selengkapnya
Ketergesa-gesaan Manusia

Ketergesa-gesaan Manusia

Tergesa-gesa di jalan agar buru-buru sampai

Sikap tergesa-gesa (arab: al-'ajalah/ jawa: kesusu) adalah salah satu tabiat yang sering melekat pada manusia. Kita sering menjumpai atau bahkan merasakan sendiri bagaimana tabiat tergesa-gesa ini kerap kali muncul dalam setiap fenomena kehidupan manusia. Sikap terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu hal memang tidaklah baik, karena yang demikian tidak membawa kebaikan dan justru merugikan. Tergesa-gesa dalam bertindak tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa tentu hasilnya tidak akan dapat maksimal.

Tabiat tergesa-gesa dalam kehidupan manusia biasanya dapat kita amati dari fenomena-fenomena berikut ini:

1. Manusia cenderung mencari keuntungan yang sesaat, tanpa berpikir untuk hari esok. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian dari kita yang berprofesi pedagang ada yang bertindak curang demi meraih banyak keuntungan. Mereka tergesa-gesa ingin mengeruk keuntungan, sehingga berbagai cara mereka lakukan. Konsumen ditipu dengan berbagai rekayasa. Sebagai contoh, menjual makanan kadaluarsa, menutup-nutupi barangnya yang cacat, mencurangi timbangan dan ukuran, dan perbuatan curang lainnya. Perbuatan-perbuatan demikian memang dapat memberikan keuntungan segera, namun tanpa disadari justru akan menghancurkan masa depan usaha perdagangannya. 

Hendaknya kita tidak mudah terbujuk iming-iming duniawi, karena hal yang demikian justru dapat menjerumuskan kita ke dalam jurang kehancuran. Hendaknya kita berpandangan jauh ke depan, dan tidak tergoda untuk tergesa-gesa memperoleh keuntungan dengan mengorbankan masa depan, terlebih masa depan kehidupan di akhirat. 

2. Manusia cenderung ingin cepat-cepat memperoleh harta yang banyak, status sosial yang tinggi, karir yang menanjak, usaha yang maju pesat, dan sejenisnya. Kecenderungan itu membuat mereka sering melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, terperdaya oleh takhayul, melakukan spekulasi tanpa perhitungan, melakukan manipulasi, pemalsuan, penyuapan, penipuan, dan bentuk-bentuk kebohongan lainnya. 

Bahkan karena ingin cepat kaya, tidak jarang ada yang lebih percaya untuk mempercayakan nasibnya kepada para dukun, dibanding harus bekerja keras membanting tulang. Mereka dengan mudah menyerahkan uangnya kepada dukun yang konon bisa digandakan menjadi milyaran rupiah. Bagi yang ingin cepat mendapat pekerjaan, naik pangkat atau jabatan, tidak jarang ada yang melakukan penyuapan. Mereka yang ingin usahanya cepat maju pesat, diambilnya kredit bank dalam jumlah yang sangat besar hingga pada akhirnya, karena kurangnya perencanaan, justru mengalami kebangkrutan. Bahkan karena ingin cepat memiliki barang-barang mewah, diambilnya secara kredit sampai cicilannya justru memotong habis penghasilannya. Ironis sekali.

3. Banyak dari kita yang tidak sabar dalam berdoa, menginginkan agar apa yang dimintanya dalam waktu sekejap dikabulkan oleh Allah. Padahal Allah Maha Tahu kapan waktu yang paling tepat untuk mengabulkan permintaan hambaNya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bersabda: ''Doa setiap orang akan dikabulkan, kecuali yang tergesa-gesa (ingin cepat dikabulkan) sampai dia berkata, ''aku sudah berdoa tapi kok tidak dikabulkan''. (HR. Bukhari & Muslim).

Kita memang diperintahkan untuk selalu meminta kepadaNya, tetapi kita tidak boleh memaksa Tuhan agar secepatnya mengabulkan permintaan kita. Berdoalah selalu kepada Allah dan serahkan kepadaNya bagaimana Dia akan menjawab doa kita.

4. Sering kali kita terlalu tergesa-gesa dalam menilai seseorang atau menerima kebenaran suatu berita. Padahal Allah SWT telah mengingatkan agar kita berhati-hati dalam menerima berita dan tidak segan-segan melakukan klarifikasi atau tabayyun (QS. Al-Hujurat: 6). Kita selidiki terlebih dahulu kebenaran berita tersebut, apalagi kalau berita itu bersifat negatif mengenai seseorang atau suatu kelompok. 

Sering kita tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap seseorang atau suatu kelompok hanya berdasarkan berita-berita yang tidak jelas sumbernya, tidak jelas konteksnya, tidak lengkap, atau bahkan berita fitnah. Bila demikian, maka kita telah berlaku zhalim karena dengan tergesa-gesa kita telah menempatkan seseorang dalam kesalahan tanpa mencari tahu kebenarannya. 

Demikianlah antara lain wujud dari ketergesa-gesaan yang biasa dilakukan manusia dan akibat yang bisa ditimbulkannya. Hendaknya setiap kegiatan harus selalu disertai dengan perencanaan yang matang, agar hasilnya dapat maksimal. Semoga kita bisa semakin bijak dalam menghadapi berbagai fenomena-fenomena yang kita temui dalam kehidupan ini. Mari kita perjuangkan hidup kita di dunia ini untuk orientasi masa depan kita, yaitu di akhirat kelak.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).



Penyejuk hati Penjernih Pikiran.
Selengkapnya
Ziarah Wali Sekitar Wilayah Kebumen

Ziarah Wali Sekitar Wilayah Kebumen

Saat memasuki tahun baru Hijriyah (Muharram) atau sebelum menjelang bulan Ramadhan tiba, beberapa lokasi tujuan ziarah para Wali biasanya kembali ramai dikunjungi oleh rombongan peziarah. Tradisi ini juga berlaku di beberapa lokasi tujuan ziarah Wali di sekitar wilayah Kebumen. Untuk itulah pada hari Ahad 15 Muharram 1438 H atau bertepatan dengan 16 Oktober 2016, Majlis Ta'lim Darussalam Satinem desa Candiwulan kembali mengadakan rangkaian ziarah Wali yang kali ini mengambil lokasi di sekitar wilayah Kabupaten Kebumen. 

Menggunakan dua mobil berukuran sedang, rombongan ziarah berisi sekitar 20 orang lebih yang terdiri dari jamaah majlis ta'lim dan beberapa orang rombongan Bapak Kiyai dari Jagasima yang menjadi Imam ibadah ziarah. Adapun tujuan lokasi ziarah yang dituju adalah makam Syaikh Baribin di Grenggeng Karanganyar, Syaikh Abdul Kahfi di Somalangu, Mbah Lancing di Mirit, Syaikh Mubin di Ayam Putih, Syaikh Abdul Awal dan Syaikh Anom Sidakarsa di Petanahan.

Pukul 7. 45 pagi, mobil rombongan ziarah berangkat dari lokasi majlis ta'lim Darussalam Satinem di desa Candiwulan. Sebelum menuju lokasi makam para Wali, terlebih dahulu kami berziarah ke makam Bpk. Ir. H. Suparman di Panjangsari, Gombong. Beliau adalah salah satu pendiri dan yang meresmikan majlis ta'lim Darussalam Satinem di desa Candiwulan. Pukul 8. 15, kami sampai di lokasi makam Bpk Ir. H. Suparman di desa Panjangsari, kec. Gombong, Kebumen. Setelah usai berziarah, pukul 8. 40 rombongan mobil kembali berjalan menuju lokasi selanjutnya. 

Menuju lokasi makam Wali tujuan pertama yaitu makam Syaikh Baribin di bukit Grenggeng. Dari jalan raya utama, kami belok utara melewati pasar Kemit dan terus ke arah utara kurang lebih 2 km hingga akhirnya sampai di dusun Setonokunci, Grenggeng, Kecamatan Karanganyar. Di sinilah letak makam Syaikh Baribin berada. Pukul 9. 05, kami sampai di lokasi parkir mobil. Dari tempat parkir, kami harus berjalan kaki untuk menuju lokasi makam. Setelah memasuki gapura makam, perjalanan kami lewati melalui jalanan menanjak yang lumayan tinggi. 

Meskipun akses jalan kini telah beraspal atau dicor, tetap butuh perjuangan ekstra untuk bisa sampai lokasi makam. Jalanan yang lumayan menanjak membuat sebagian peziarah sering berhenti untuk beristirahat sebentar. Banyaknya tenaga yang keluar juga membuat tubuh banyak mengeluarkan keringat. Dalam perjalanan, kami banyak menjumpai tumbuhan sejenis pandan yang banyak tumbuh di sepanjang sisi jalan. Tumbuhan yang daunnya biasa dibuat kerajinan seperti tikar ini agaknya memang dibudidayakan oleh warga sekitar lereng dataran tinggi ini. Di sini juga banyak kami jumpai pohon-pohon seperti pohon aren dan pohon-pohon jenis lainnya yang banyak tumbuh di daerah pegunungan. 

Sekitar 20 menit berjalan, sampailah kami di lokasi makam Syaikh Baribin yang berada di atas bukit. Setelah semua rombongan sampai di atas, kami beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga. Banyaknya rombongan peziarah lain yang datang juga membuat kami harus rela bersabar dan mengantri menunggu giliran untuk berziarah. Kami juga sempat berbincang dengan juru kunci makam mengenai riwayat sejarah Syaikh Baribin. Setelah tiba giliran berziarah, rombongan kami bergegas masuk ke dalam bangunan di mana makam Syaikh Baribin berada. Suasana di dalam sedikit gelap dengan cahaya lampu yang tidak begitu terang. Di depan makam terdapat sebuah gambar lukisan potret Syaikh Baribin bersama tokoh lain yang bernama Adipati Jana.

Makam Syekh Baribin
Cagar Budaya Makam Syekh Baribin

Syekh Baribin Grenggeng


Syaikh Baribin atau Raden Saputra/ Raden Putra/ Harya Baribin adalah putra dari Prabu Brawijaya IV (Bra Tanjung) dengan isteri Putri Pajang. Dikarenakan tidak diperbolehkan adanya tahta kembar (setelah wafatnya Brawijaya IV/ Bra Tanjung), Raden Putra yang merupakan adik dari Raden Alit /Angkawijaya /Brawijaya V akhirnya meninggalkan kerajaan Majapahit dengan ikhlas. Raden Putra pun pergi ke arah barat untuk menjalani takdir besarnya. Dalam pengembaraannya, beliau sempat singgah di beberapa tempat di wilayah Kebumen, sampai akhirnya beliau pergi ke Pajajaran. Di Pajajaran, beliau kemudian menikah dengan salah satu cucu Raja Pajajaran dan dianugerahi empat orang anak.

Singkat cerita, dari Pajajaran Raden Putra kemudian kembali ke timur dan menghabiskan masa hidupnya di Gunung Grenggeng yang hingga kini dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Syaikh Baribin. Menurut penuturan masyarakat setempat, beliau adalah tokoh yang awal mengembangkan agama Islam di sekitar Gombong, Karanganyar dan Sempor pada ratusan tahun yang lalu. Konon dahulu semasa hidupnya, Eyang Syaikh Baribin dikenal sebagai orang sakti yang berjuang membela kebenaran dan menentang kejahatan, serta menolong orang yang kesusahan.

Pada saat beliau wafat, konon mayatnya mengeluarkan bau yang sangat harum. Mayatnya pun akhirnya menjadi rebutan orang banyak. Pada saat mayat tersebut akan dicuri oleh sekelompok orang, tiba-tiba terdengar suara gaib yang mengumandang yang dalam bahasa jawa disebut “gumrenggeng” sehingga masyarakat dapat mengetahui pencurian tersebut dan berhasil digagalkan, maka untuk mengenang peristiwa ini, daerah tersebut akhirnya dinamakan Gunung Grenggeng. Warga Grenggeng juga biasa menyebut nama Eyang Syaikh Baribin dengan sebutan Mbah Grenggeng. Sampai saat ini, keberadaan makam Syaikh Baribin dipercaya membawa berkah bagi warga sekitar, terlebih dengan semakin banyaknya peziarah yang berkunjung ke sana.

Setelah selesai berziarah di makam Syaikh Baribin, rombongan ziarah kembali berjalan turun gunung menuju lokasi parkir mobil. Setelah sampai di bawah dan sempat beristirahat sejenak, pukul 10. 30 mobil kembali berjalan menuju lokasi makam berikutnya yaitu makam Syaikh Abdul Kahfi di Somalangu. Perjalanan menuju Somalangu memakan waktu hampir dua jam karena salah satu mobil kami sempat berhenti karena mengalami sedikit masalah. Pukul 12. 26, akhirnya kami sampai di Somalangu. 

Sebelum berziarah, kami shalat dzuhur terlebih dulu di masjid seberang jalan lokasi parkir. Setelah shalat, kami langsung bergegas menuju makam untuk berziarah. Dari tempat parkir, kami berjalan kaki memasuki gapura menuju arah selatan hingga sampai di lokasi makam. Makam yang juga disebut Lemah Lanang ini terletak di perbatasan Desa Sumberadi dan Candimulyo. Banyak peziarah yang mengunjungi tempat ini, bahkan pada saat Milad Ponpes Al-Kahfi beberapa saat lalu, ribuan jamaah dari luar Jawa, seperti Sumatera, Jambi, Kalimantan, dan Sulawesi juga berdatangan untuk berziarah.

Baca juga: 7 Tujuan Ziarah Wali di Pulau Bali (Ziarah Wali Pitu)

Gapura makam Lemah Lanang
Gapura Makam Lemah Lanang

Sayyid Abdul Kahfi Al Hasani


Sayyid Muhammad Ishom al-Hasani atau Syaikh Abdul Kahfi Awal adalah pendiri Pondok Pesantren Somalangu yang konon dibangun semenjak tahun 879 H /1475 M. Ayahnya bernama Sayid Abdul Rasyid bin Abdul Majid Al Hasani, yang nasabnya bersambung sampai ke Rasulullah SAW melalui Sayyidina Hasan RA. Konon beliau awalnya senang mengembara dari gua ke gua sehingga dijuluki Abdul Kahfi. Beliau yang berasal dari Hadramaut, Yaman, mendarat pertama kali di Pantai Karangbolong Kebumen pada 852H /1448 M, yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit atau Prabu Brawijaya I (1447 – 1451 M). Beliau wafat pada malam Jumat 15 Sya’ban 1018 H atau 12 November 1609 M. Konon beliau merupakan orang pertama yang dimakamkan di perbukitan Lemah Lanang di Desa Sumberadi, Kecamatan Kebumen, Kebumen. Syaikh Abdul Kahfi dianggap sebagai peletak dasar berkembangnya agama Islam di wilayah Kebumen. Keberadaan Pondok Pesantren di Somalangu berpengaruh besar pada perkembangan kemajuan Islam di Kebumen, bahkan pengaruhnya juga menyebar sampai ke daerah lain di Jawa dan bahkan sampai luar Jawa.

Selain makam Syaikh Abdul Kahfi Awal, di areal pemakaman ini juga terdapat makam Sayyid Ibrahim al-Hasani yang lebih dikenal dengan Syaikh Abdul Kahfi Tsani. Beliau adalah pendiri PonPes Somalangu periode kedua. Menurut sejarah, pondok Somalangu sepeninggal Syaikh Abdul Kahfi Awal sempat mengalami fatrah karena tiadanya penerus sampai beberapa kurun waktu. Syaikh Abdul Kahfi Tsani inilah yang membangun dan menata kembali pondok Somalangu yang sebelumnya pernah didirikan oleh pendahulunya. Menurut silsilahnya, Syaikh Abdul Kahfi Tsani adalah putra dari Sayyid Muhammad al-Marwah bin Zainal Abidin bin Yusuf bin Abdul Hannan bin Zakariya bin Abdul Mannan bin Hasan bin Yusuf bin Jawahir bin Muhtarom bin Syaikh Abdul Kahfi Awal. Untuk membedakan keduanya, dipakailah istilah Awal untuk pendiri periode pertama dan Tsani untuk pendiri periode kedua. 

Selesai berziarah, kami beristirahat sembari makan siang sebelum melanjutkan perjalanan ke makam berikutnya. Pukul 13. 50 perjalanan akhirnya kami lanjutkan kembali yaitu menuju makam Mbah Lancing di Mirit. Dari Somalangu, mobil berjalan sampai arah Kutowinangun dan kemudian belok ke arah selatan sampai tembus jalan raya jalur selatan arah Jogja. Pukul 14. 55, sampailah kami di lokasi makam Mbah Lancing di desa Mirit, Kec. Mirit.

Mbah Lancing Mirit


Makam Mbah Lancing merupakan salah satu tujuan ziarah yang cukup populer di wilayah Kebumen. Tidak heran makamnya selalu ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. Di depan bangunan makam juga banyak dijumpai para pedagang yang berjualan aneka macam panganan dan jajanan khas Kebumen. Makam Mbah Lancing berada di sebuah bangunan berbentuk joglo dengan dinding kayu berukir. Namun uniknya, meskipun di dalam bangunan, nisan makam justru berada di bagian belakang, di tempat terbuka tanpa atap sama sekali. Keunikan lain adalah adanya tumpukan kain batik menggunung di atas pusaranya. Di sebelah Makam Mbah Lancing juga terdapat makam ayahnya yaitu Kyai Ketijoyo dan satu makam lagi yang agak terpisah yaitu makam Kyai Dipodrono.

Pusara makam Mbah Lancing
Pusara makam Mbah Lancing

Keberadaan tumpukan kain batik atau biasa disebut sinjang di atas pusaranya adalah berasal dari para peziarah sebagai ungkapan rasa syukur karena terkabul doanya. Orang yang hendak meletakkan sinjang di atas Makam Mbah Lancing harus datang ke juru kunci terlebih dahulu. Kain batik atau sinjangnya pun tidak boleh dibeli di pasar, juru kunci akan meminta seorang wanita, dengan syarat-syarat tertentu, untuk membatik sinjangnya. Konon semasa hidupnya, Mbah Lancing senang memakai kain batik untuk bebedan (lancingan), sehingga kemana pun pergi beliau selalu memakai lancing, karena itulah beliau kemudian dikenal dengan sebutan Mbah Lancing. Dan karena itu pula tampaknya penghormatan untuk Mbah Lancing dilakukan dengan menumpuk kain batik di atas pusaranya. 

Menurut silsilahnya disebutkan bahwa Brawijaya V dengan Dewi Penges (Reksolani) berputra Ario Damar (Adipati Palembang). Ario Damar dengan Putri Cempo (Campa) berputra Ario Timbal (Raden Kusen, Adipati Terung). Raden Kusen berputra Ki Ageng Yudotaligrantung dan Raden Carangnolo. Raden Carangnolo berputra Wonoyudo Inggil (Wongsojoyo I, Kyai Wirotanu). Wongsoyudo Inggil berputra Kyai Ketijoyo, Wonoyudo Lante (Wongsojoyo II), dan Wonoyudo Pamecut (Wongsojoyo III). Kyai Ketijoyo adalah ayah dari Mbah Lancing. Semasa hidupnya, Mbah Lancing konon tidak menikah sampai akhir hayatnya. 

Mbah Lancing atau yang bernama asli Kyai Baji adalah tokoh yang dianggap berjasa dalam memberantas para penjahat dan pencoleng yang menjadikan daerah Mirit sebagai sarangnya pada waktu itu. Beliau bersama Mbah Kyai Marwi merupakan perintis permukiman di Desa Mirit. Beliau juga merupakan seorang wali yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pesisir selatan tanah jawa. 

Setelah selesai berziarah di makam Mbah Lancing, pukul 15. 30 kami melanjutkan perjalanan ke lokasi ziarah berikutnya, yaitu makam Syaikh Maulana Muhammad Najmuddin 'Ali Mubin di Ayam Putih. Untuk menuju kesana, dari lokasi makam Mbah Lancing, mobil berjalan ke arah barat sampai wilayah kecamatan Buluspesantren. Pukul 16. 00 kami sampai di lokasi makam Syaikh Mubin, di desa Ayam Putih kec. Buluspesantren. 

Tidak seperti makam-makam lain pada umumnya, makam Syaikh Mubin tidak berada di areal pemakaman umum, melainkan berada di sebuah areal pekarangan yang dibuatkan bangunan khusus untuk lokasi makam yang telah ada sebelumnya. Makam Syaikh Mubin merupakan makam yang dikeramatkan oleh warga masyarakat Ayam Putih dan sekitarnya, bahkan juga oleh masyarakat luar kota Kebumen, seperti dari Yogyakarta, Solo hingga Jawa Timur.

Makam Syekh Mubin
Makam Syaikh Muhammad Najmuddin Ali Mubin

Syekh Mubin atau Mbah Mubin


Syaikh Maulana Muhammad Najmuddin ‘Ali Mubin atau dikenal dengan Syekh Mubin atau Mbah Mubin adalah seorang Ulama yang berasal dari Gujarat India. Beliau datang ke tanah Jawa pada abad ke-XVII. Menurut sejarah, Syaikh Mubin datang ke Jawa dengan menggunakan Kapal melalui Samudera Hindia dan mendarat di Pantai Ambal, Kebumen. 

Beliau dikirim oleh gurunya ke tanah Jawa untuk berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa tepatnya diantara sungai Progo di Kulon Progo dengan sungai Serayu, Cilacap. Sekitar tahun 1646 M Syaikh Mubin menyebarkan dakwahnya di tanah Kebumen ini, khususnya dibagian pesisir pantai selatan Desa Ayam Putih, Buluspesantren. Menurut silsilahnya, Syaikh Mubin adalah salah satu buyut dari Sulthanul Auliya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Urutan silsilahnya adalah Syaikh Muhammad Najmudin Ali Mubin bin Syaikh Musa bin Syaikh Wahab bin Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. 

Dengan metode dakwahnya yang santun dan merakyat, Syaikh Mubin mudah dikenal dan dakwahnya mudah diterima oleh para penduduk mulai dari kalangan bawah, menengah hingga kalangan atas (Raja). Syaikh Mubin merupakan salah satu guru dari para wali di tanah Jawa. Dari sekian banyak muridnya, salah satu tokoh yang menjadi murid kesayangan beliau adalah Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Wilayah dakwah Syaikh Mubin yang tidak begitu jauh dari pusat kerajaan Mataram di Yogyakarta, membuat keduanya dapat bertemu dan pada akhirnya Sultan Agung memutuskan untuk berguru kepada beliau. Sebagai muridnya, tentu banyak pengaruh yang didapat Sultan Agung dari Syaikh Mubin selaku gurunya.

Makam Sultan Agung memang berada di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Namun di dekat lokasi makam Syaikh Mubin, terdapat peninggalan dari Sultan Agung yang masih tersisa. Peninggalan tersebut adalah tunggak Kayu Laban yang berada di depan bangunan makam Syaikh Mubin. Tunggak kayu tersebut berada di dalam rumah kecil di depan bangunan makam. Konon tunggak kayu laban itu adalah tempat bertapa atau semedi Sultan Agung Hanyokro Kusuma, murid kesayangan Syekh Mubin. Berdasarkan cerita rakyat sekitar makam, tunggak kayu ini kabarnya tidak mempan dipotong. Konon setiap akan dipotong menggunakan kampak ataupun dengan alat pemotong kayu lainnya, kayu ini berpindah tempat dengan sendirinya. Bahkan kampaknya pun akan hilang sendiri dengan sekejap ketika akan memotongnya, tidak tahu kemana hilangnya. Oleh karenanya banyak yang mengeramatkan lokasi makam ini.

Selesai berziarah di makam Syaikh Mubin, pukul 16. 30 perjalanan kembali dilanjutkan menuju lokasi makam berikutnya, yaitu makam Syaikh Abdul Awal di Petanahan. Pukul 16. 45, kami sampai di lokasi makam Syaikh Abdul Awal di desa Kebonsari kec. Petanahan. Sebelum berziarah, terlebih dahulu kami shalat ashar berjamaah di masjid dekat lokasi makam. Setelah shalat kemudian dilanjutkan dengan berziarah di makam Syaikh Abdul Awal.

Syaikh Abdul Awwal


Menurut cerita, Syaikh Abdul Awwal dahulu bernama Mangkurat Mas, dari Yogyakarta, putra R. Pemanahan dari istri padmi. Pada saat ayahnya mangkat, terjadi perselisihan perebutan kekuasaan antara dirinya dengan pamannya yaitu Ki Ageng Giring yang bermukim di Cirebon. Hal ini menjadikan Mangkurat Mas akhirnya memutuskan untuk pergi dari keraton. Dia berprinsip bahwa kekuasaan hanya akan akan menjadikan seseorang mempertaruhkan segalanya, bahkan akhir ajal sekalipun dipertaruhkan demi kekuasaan. 

Suatu ketika Mangkurat Mas atau Syaikh Abdul Awal berhasil menyembuhkan istri Ki Ageng Giring yang sakit, sebagai imbalannya, beliau meminta tanah seluas serban, yaitu bumi Mataram yang di kemudian hari ditempati, yaitu Kedungamba. Oleh karenanya kemudian Kedungamba dijadikan sebagai tanah Kaputihan oleh kerajaan Mataram, dengan Syaikh Abdul Awal diberi kewenangan sebagai Lurah Kedungamba. Daerah inilah yang sekarang ini menjadi bagian dari desa Kebonsari.

Syaikh Abdul Awal diperkirakan datang ke kedungamba atau Kebonsari pada tahun 1551 M dan wafat pada tahun 1598 M. Saat mengembara ke wilayah Kebumen, sebelumnya Syaikh Abdul Awal telah menamatkan ilmu dari pesantren dan menikah dengan seorang putri keraton Surakarta yang bernama Nyai Jonggrang. Beliau juga mempunyai seorang putra yang bernama Abdul Rauf, konon dia selalu berusaha untuk mengungguli kedigdayaan dan kesaktian ayahnya. Di deretan makam, makam Abdul Rauf berada di sebelah barat makam Syaikh Abdul Awal. 

Saat bermukim di Kebonsari, Syaikh Abdul Awal berdakwah menyebarkan agama Islam hingga sampai Cilacap dan Banyumas. Dengan kedalaman ilmu yang dimilikinya, beliau juga memberikan wewarah kepada banyak orang tentang ilmu-ilmu para wali. Di antara yang pernah menjadi muridnya yaitu Syaikh Anom Sidakarsa. Satu cerita menarik yang berkaitan dengan kewalian beliau adalah saat beliau hendak menunaikan ibadah haji ke tanah Makkah. Sebagai Wali yang berilmu tinggi sekaligus menandakan kemuliaan akhlaknya, beliau berangkat melakukan perjalanan haji dengan cara naik “mancung” dari pohon kelapa. Kemuliaan lain dari beliau adalah adanya gundukan rumah rayap di dekat lokasi makam beliau, yang disebut Unnur. Konon, jika di dekat makam seseorang terdapat Unnur, menandakan orang tersebut adalah orang yang mulia dan luhur ilmunya.

Selesai berziarah di makam Syaikh Abdul Awal, pukul 17. 35 perjalanan dilanjutkan menuju tujuan ziarah makam terakhir yaitu makam Syaikh Anom Sidakarsa di dukuh Wadas desa Grogol Beningsari, Petanahan. Pukul 17. 45 akhirnya kami sampai di lokasi makam Syaikh Anom Sidakarsa. Karena masuk waktu maghrib, sebelum berziarah kami shalat maghrib terlebih dahulu di mushola dekat lokasi makam.

Setelah shalat, kami segera memasuki bangunan tempat makam untuk berziarah. Lokasi makam Syaikh Anom semakin populer sebagai tempat kunjungan ziarah atau wisata religi di Kebumen. Bahkan di areal sekitar makam juga sudah dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai. lembaga pendidikan juga dibangun di lokasi sekitar makam untuk warga sekitar. Sementara di pinggir jalan menuju makam juga banyak berdiri bangunan warung untuk berjualan para pedagang. Makam ini selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, terutama setiap malam jum'at, bulan Sya'ban, dan bulan Muharram.

Makam Syaikh Anom Sidakarsa
Makam Syaikh Anom Sidakarsa

Syaikh Anom Sidakarsa


Syaikh Anom Sidakarsa adalah salah seorang wali yang ikut berperan serta dalam penyebaran agama Islam di wilayah Kebumen. Dari silsilahnya, beliau masih keturunan ke 5 dari Raden Patah, Sultan Demak. Beliau bernama asli Dullah Sidiq dan hidup pada zaman Hamengku Buwono ke- IV. Meskipun berdarah biru, beliau lebih memilih untuk menyebarkan Agama Islam daripada mementingkan jabatan.

Sebelum singgah di wilayah Petanahan, sebelumnya beliau pernah babad alas di daerah Demak. Selain itu beliau juga pernah singgah di daerah Sumpyuh, Banyumas, dan sempat kembali ke Demak. Namun kemudian beliau melanjutkan dakwahnya menyebarkan Islam hingga sampai wilayah Petanahan Kebumen dan akhirnya menetap di tempat yang sekarang termasuk desa Grogol Beningsari sampai beliau wafat. 

Semasa hidupnya, Syaikh Anom Sidakarsa pernah berguru kepada Syaikh Abdul Awal di Kebonsari. Sebagaimana gurunya, banyak kisah-kisah yang berkaitan dengan karomah dan kewalian Syaikh Anom Sidakarsa yang melegenda. Salah satunya adalah saat beliau menyusul gurunya pergi ke Makkah hanya dengan naik bekong (tempat beras) atau dalam kisah lain naik mancung kelapa seperti halnya gurunya. Oleh karena cerita itulah kemudian menjadi dasar terciptanya nama Syekh ANOM SIDAKARSA yang mempunyai arti, kata “SIDA” berarti Jadi dan “ KARSA” berarti Kesampaian. Sumber lain menyebutkan bahwa nama Syeh Anom Sidakarsa tersebut diketahui dari seseorang yang selama dua tahun berturut-turut melakukan riyadloh di makam tersebut pada tahun 1935. Orang itu yakni almarhum Simbah Chamid dari Kajoran Magelang.

Banyaknya mitos-mitos dan hal-hal aneh yang berkembang di sekitar makam Syekh Anom Sidakarsa menjadi magnet tersendiri bagi para peziarah yang berkunjung ke sana. Selain makam, salah satu yang diyakini sebagai peninggalan Syaikh Anom adalah sebuah sumur tua yang konon merupakan galian Syaikh Anom. Sumur ini dipercaya warga apabila airnya digunakan untuk mandi, diminum, dan cuci muka dapat mengobati penyakit, bahkan ada yang percaya bahwa air sumur tua itu dapat menjadi sarana ikhtiar agar mendapatkan keturunan. Letak sumur ini berjarak sekitar 300 meter dari lokasi makam Syaikh Anom.

Selesai berziarah, beberapa orang rombongan kami ada yang membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Karena rangkaian tujuan ziarah telah selesai, sebagian dari kami juga bersantai sejenak sembari minum kopi di warung sekitar lokasi makam sebelum akhirnya pulang. Pukul 19. 15 kami pulang dari makam Syaikh Anom dan sempat mampir ke desa Jagasima untuk mengantarkan pulang rombongan Pak Kyai. Pukul 20. 00 malam, akhirnya kami sampai di desa kami, desa Candiwulan kec. Adimulyo kab. Kebumen.


Ziarah di makam Bpk. Ir. H. Suparman dan istri Ibu Satinem
Ziarah di makam Bpk. Ir. Suparman dan istri, Ibu Satinem 


Referensi sejarah dinukil dari berbagai sumber. Wallaahu A'lam.



Selengkapnya
Mengenal Cedera Bahu dan Pencegahannya

Mengenal Cedera Bahu dan Pencegahannya

Pemain bola cedera bahu

Bahu merupakan bagian tubuh yang rawan terkena cedera akibat ketegangan otot, salah posisi hingga salah urat. Cedera bahu biasanya sering menimpa para olahragawan, terbukti 20 persen cedera karena olahraga terjadi pada bahu. Latihan beban dan olahraga seperti tenis, bulu tangkis, voli, sepak bola, rugby, hingga renang terbilang kegiatan yang rentan cedera bahu. Beban atau aktivitas berlebih dan gerakan yang salah di daerah tersebut sering kali mencederai tendon (urat).

Meskipun demikian, cedera bahu juga dapat terjadi dari kebiasaan mengangkat benda-benda berat. Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa disadari kita juga sering memberi beban berlebih pada bahu. Para kuli angkut barang misalnya, mereka sering membawa barang-barang berat pada bahunya. Para backpacker, para petualang atau para pendaki gunung juga sering membawa tas ransel selama berjam-jam dengan beban yang cukup berat. Bagi para wanita, cedera bahu juga dapat menimpa mereka yang mempunyai kebiasaan membawa segala kebutuhannya secara bersamaan dalam satu tas, yang diselempangkan di bahu dan dibawa kemana-mana.

Sendi bahu terdiri dari tiga tulang, yakni tulang atas, tulang belikat dan tulang selangka, yang bersamaan dengan kombinasi otot dan tendon, yang disebut manset rotator. Ada beberapa penyebab utama nyeri bahu. Yaitu cedera manset rotator, cedera labum (jaringan fibrosa yang mengelilingi sendi bahu) dan dislokasi bahu yang umumnya disebabkan cedera bahu, dan bahu yang membeku.

dr Roland Chong MBBS, ahli bedah ortopedi Gleneagles Hospital Singapore menjelaskan, "Tulang sendi bahu merupakan salah satu tulang yang paling sering digerakkan dan rentan terhadap cedera, karena penggunaan yang berat dari lengan dan bahu". 

Seseorang yang mengalami peradangan, robekan manset sebagian, hingga robek secara penuh, bisa dikategorikan menderita cedera manset rotator. Cedera ini bisa timbul karena keausan. Penderita manset rotator, merasakan dampak paling besar ketika mereka harus terus menerus mengangkat lengan lebih dari 90 derajat. Adapun robekan yang besar, biasanya disebabkan luka yang berat. Misalnya karena kecelakaan saat berolahraga, atau ketika menggunakan tangan untuk berlindung saat jatuh.

Jika yang dialami peradangan atau robekan yang lebih kecil, kadang bisa sembuh sendiri tanpa perlu operasi. Hanya perlu melakukan pengobatan seperti memberi anti-inflamasi non-steroid, untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Pengobatan biasanya juga bisa dibarengi dengan fisioterapi untuk memperkuat otot-otot manset rotator lainnya. Pengobatan lainnya, suntikan kombinasi steroid dan anestesi ke dalam area manset rotator, yang fungsinya sebagai penghilang rasa sakit dan mengurangi peradangan hingga enam bulan.

Perubahan aktivitas juga penting dalam pengobatan dan pencegahan, termasuk latihan fisik untuk memperkuat manset rotator, dan tidak lupa, mengubah postur tubuh selama berkegiatan sehari-hari. Siklus pengobatan non-operasi ini biasanya berlangsung antara tiga hingga enam bulan.

Ketika yang terjadi robekan serius, atau ketika terapi non-operasi tidak efektif, barulah dilakukan pembedahan. Ini dilakukan untuk memperbaiki manset rotator agar sempurna, sehingga pasien bisa kembali melakukan olahraga atau beraktivitas dalam waktu enam hingga tujuh bulan.

Dislokasi Bahu


Ketika tulang lengan atas muncul keluar dari persendian bahu yang seharusnya masuk ke dalam, ini merupakan dislokasi bahu. Dislokasi bahu terjadi pada saat bonggol tulang lengan atas bergeser dari tempatnya di tulang belikat. Dislokasi bahu sering terjadi pada atlet atau orang yang sering berolahraga kontak fisik. Misalnya pencak silat, gulat, judo, atau olahraga dengan resiko jatuh tinggi seperti balap motor dan panjat tebing.

Penderita dislokasi bahu akan mengalami rasa sakit dan tidak bisa menggerakkan lengan. Rasa sakit yang langsung terasa nyeri pada bahu. Sendi bahu pun akan terlihat bengkak. Posisi lengan setelah trauma yang terjadi, bisa ditandai untuk membedakan arah pergeseran sendi bahu. Bila dalam keadaan rileks lengan menjadi terputar ke arah luar (sehingga lipat siku menghadap ke depan), maka yang terjadi adalah pergeseran sendi ke arah depan. Sedangkan lengan yang terputar ke arah dalam (lipat siku menghadap ke belakang), dan terdapat nyeri saat lengan diputar ke arah luar, ini adalah pergeseran sendi ke belakang.

Langkah pertama untuk melakukan diagnosis dislokasi bahu adalah menjalani x-ray dan scan untuk mengetahui penyebab cedera. Selain itu juga dilakukan tes untuk mengetahui seberapa longgar sendinya untuk mengetahui kemungkinan cedera lainnya. Jika dislokasi bahu tidak diobati dengan baik, tulang yang tersisa dari sendi bisa merusak tulang rawan di sekitarnya. Akan terjadi pengeroposan tulang karena gesekan antara sendi dan tulang di sekitarnya.

Selain dislokasi bahu, cedera bahu lainnya yaitu bahu membeku. Kondisi ini terjadi ketika seseorang tidak bisa menggerakkan bahunya ke segala arah. Ini disebabkan penebalan kapsul jaringan ikat yang mengelilingi sendi bahu. Rasa sakit dan ketidakmampuan bergerak yang sangat parah, menyebabkan penderitanya sulit melakukan kegiatan sehari-hari. Bahu beku juga dikenal sebagai adhesive capsulitis.

Ada tiga fase bahu yang membeku, yakni pembekuan, membeku dan pelunakan. Tahap pertama adalah ketika berbagai gerakan bahu menjadi terbatas, dan muncul rasa nyeri ketika coba digerakkan. Pada tahap membeku, bahu menjadi lebih kaku tetapi rasa sakitnya berkurang. Sedangkan tahap pelunakan adalah ketika penderita perlahan-lahan mendapatkan kembali jangkauan pergerakannya. Proses pelunakan ini bisa berlangsung lebih dari setahun, sehingga menyulitkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Pilihan pengobatannya, bisa melalui fisioterapi, suntikan steroid dan anestesi ke dalam sendi, untuk membantu mengurangi rasa sakit dan mempercepat pemulihan, serta pembedahan untuk mengeluarkan kapsul yang menebal.

Kondisi bahu yang tidak normal akan berdampak besar dalam kegiatan sehari-hari. Untuk itu, jika sudah merasakan nyeri bahu, apalagi jika sudah berlangsung hingga dua minggu, jangan abaikan. Berhentilah melakukan kegiatan atau olahraga tertentu, sebab hal itu dapat menyebabkan kerusakan bahu. Dan jangan lupa untuk mengurangi beban pada bahu kita.

Dilema Olahragawan


Cedera bahu adalah dilema yang selalu menghantui para olahragawan. Dalam berolahraga, gerakan sempurna sendi bahu memang sangat diperlukan, karena hampir semua gerakan olahraga memerlukan keleluasaan fungsi sendi tersebut. Atlet voli profesional merupakan salah satu dari sekian banyak olahragawan yang sering mengalami cedera bahu. Mereka biasanya mengalami gejala cedera arteri atau pembuluh darah pada bahu. Cedera itu membuat mereka menderita penipisan dinding pembuluh darah atau aneurisma arteri di bahu.

Menurut peneliti Universitas Amsterdam dr Mario Maas, biasanya tanda-tanda gejala utama cedera arteri di bahu muncul selama atau sesudah atlet bola voli bermain secara intens. Cedera itu disebabkan adanya tekanan tinggi atau kompresi yang dialami tiap atlet voli saat melakukan smash atau servis. Entakan yang kuat membuat pembuluh darah pada bahu mengalami penciutan.

Selain voli, sepak bola juga memiliki kemungkinan resiko timbulnya cedera bahu. Hal itu mungkin terjadi saat pemain bertabrakan dan mengenai bahu antar pemain ataupun ketika pemain menggunakan tangan untuk menopang tubuh saat terjatuh. Otomatis bahu akan tertekan lantaran menerima beban berat tubuh hingga akhirnya cedera tidak terhindarkan, apalagi jika posisi jatuhnya salah. 

Sementara cedera dislokasi bahu biasanya lebih banyak dialami oleh atlet yang sering berolahraga kontak fisik atau yang kerap menggunakan tangan. Selain itu, cedera dislokasi bahu juga banyak dialami oleh atlet olahraga dengan resiko jatuh tinggi seperti pembalap MotoGP, pemain rugby, tenis, atlet beladiri dan beberapa jenis olahraga lainnya. Juara Dunia MotoGP seperti Valentino Rossi dan Marc Marquez juga pernah mengalami dislokasi sendi bahu. 

Tiga Langkah Pencegahan


Cedera pada bahu bisa menimpa siapa saja. Bukan hanya para olahragawan, saya dan anda bisa saja mengalaminya. Apabila saat beraktivitas anda merasakan denyutan di bahu ketika mengangkat lengan, atau mengalami kesulitan meregangkan lengan ke belakang, kemungkinan anda menderita cedera sendi bahu. Sendi bahu merupakan poros yang menghubungkan gerak tangan dengan tubuh, sehingga sebisa mungkin kita harus menghindari terjadinya cedera. Namun sayangnya, karena gerakannya yang sangat leluasa, sendi itu memiliki stabilitas yang rendah. Sendi bahu gampang cedera, mudah mengalami pergeseran dan berpotensi menimbulkan nyeri saat terjadi ketidaksesuaian gerak. 

Kita tentu tidak ingin aktivitas terganggu karena sendi bahu sering terkilir, terasa nyeri, atau bahkan cedera yang lebih parah hingga mengandaskan karir. Tips berikut ini perlu disimak agar terhindar dari cedera sendi bahu :

1. Upayakan Pencegahan: Kecuali memiliki ketidaknormalan fisik, kita sebenarnya selalu bisa menanggulangi munculnya rasa sakit di sendi bahu. Tubuh kita memiliki satu fungsi normal, termasuk di persendian dan organ-organ yang melekat di sekitarnya. Kenalilah bagian-bagian tersebut, lalu pelajari.

Beberapa kebiasaan fisik juga perlu diperhatikan, semisal posisi duduk atau tidur. Jangan pernah menyepelekan sikap duduk atau tidur, karena acapkali nyeri bahu berawal dari kebiasaan buruk dalam dua sikap tersebut. Duduk berlama-lama menonton televisi atau berada dalam posisi duduk yang sama berjam-jam saat menyelesaikan pekerjaan adalah dua hal yang barangkali sering dilakukan. Sikap itu kurang baik, terlebih jika dibarengi dengan kelelahan otak.

Jangan lupa tidur dengan bantal yang baik dan nyaman guna meminimalisasi resiko salah tidur. Jika bahu terasa lelah akibat aktivitas fisik berlebih, istirahatkan bagian tersebut dan hindarkan dari aktivitas berat selama beberapa hari.

2. Ketahui Kemampuan Fisik: Memahami batas ketahanan fisik penting untuk mengenali batas kemampuan. Misalnya dalam berolahraga, jangan terlalu memaksakan diri. Fungsi olahraga adalah menyegarkan diri dan memperoleh ketahanan fisik, bukan sebaliknya, membuat tubuh kesakitan. Ketahanan fisik dipupuk secara bertahap. Karena itu, olahraga pun harus dilakukan sesuai tingkatan yang benar.

Berolahraga melebihi kemampuan akan memperbesar potensi cedera. Tetap beraktivitas seperti bekerja lembur, saat tubuh sudah kelelahan juga akan berakibat buruk bagi tubuh. Maka, penting untuk mengatakan "cukup" saat tubuh sudah melambaikan tangan.

Yang tidak kalah penting, lakukanlah pemanasan. Pemanasan bukan hanya saat akan berolahraga. Gerakan-gerakan ringan sebelum beraktivitas juga termasuk pemanasan. Tujuannya, agar fisik lebih fleksibel saat bergerak, tidak kaku dan berfungsi dengan sempurna.

3. Lakukan Pertolongan pertama: Tidak jarang, meski telah berhati-hati dan melakukan beberapa pencegahan, nyeri atau cedera sendi bahu tidak terelakkan. Selain berkonsultasi ke dokter, upayakan pertolongan awal terlebih dahulu.

Segera istirahatkan sisi yang sakit. Jika sendi bahu terasa nyeri, jangan mengangkat beban menggunakan sisi tersebut. Istirahatkan selama beberapa hari hingga rasa sakit hilang. Kurangi aktivitas di daerah yang sakit. Kalau sudah membaik, perlahan latih kembali sisi tersebut agar tidak kaku.

Menurut neurologist Dr S Saunderajen SpS MSi Med, mengompres bagian yang terasa nyeri dengan air es selama 15 - 17 menit bisa membantu mengurangi rasa nyeri. Jangan menggunakan air panas, terutama di fase awal selama 2 - 3 hari.

Bila nyeri bahu disertai bengkak, berbaringlah sembari menggunakan bantal. Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari jantung. Namun, kalau terjadi cedera yang lebih mengkhawatirkan, semisal dislokasi sendi bahu, pastikan agar sisi tersebut tidak bergerak, bisa dengan membebat tangan agar tidak terjadi pergeseran yang lebih parah, lalu segeralah dibawa ke rumah sakit atau dokter untuk penanganan lebih intensif.



Sumber: Suara Merdeka, Juni 2014.
Selengkapnya
Mengapa Langit (berwarna) Biru?

Mengapa Langit (berwarna) Biru?


Labgit biru
dok. pribadi, diambil di G. Merbabu

Jika tidak tertutup awan hitam ataupun awan putih, langit akan berwarna biru dan terlihat sangat indah. Memang sulit menjumpai langit cerah yang berwarna biru di perkotaan, ini karena langit perkotaan sudah banyak tercemar oleh polusi. Tetapi jika kita hidup di pedesaan atau pegunungan, tidak sulit untuk bisa menikmati indahnya biru langit berpadu dengan udara yang segar. Tetapi tahukah anda dari manakah warna biru langit itu berasal? Apakah sudah dari sejak zaman dahulu langit berwarna biru?

Mungkin jawabannya ada banyak versi, tetapi secara ilmiah, para ilmuwan beranggapan bahwa warna biru di langit berkaitan dengan proses yang terjadi di atmosfir bumi. Pada saat ini, komponen atmosfir sebagian besar terdiri dari nitrogen dan oksigen. Pada saat cahaya matahari menembus atmosfir bumi, sinar matahari menciptakan berbagai warna pelangi, kemudian menyebar melalui molekul udara. Warna biru merupakan warna terbanyak yang terpantul, sehingga yang terlihat oleh mata kita adalah warna biru langit yang indah.

Meskipun begitu, menurut hasil studi Dominic Papineau dari Carnegie Institution for Science AS, proses terbentuknya warna biru di langit terkait dengan batu, fosfor dan ganggang purbakala. Mengapa bisa demikian? Menurut Papineau, bisa jadi pada dua juta tahun pertama sejak bumi tercipta, langit saat itu berwarna oranye. Berdasarkan komposisi kimiawi pada masa itu, kemungkinan besar komponen utama dari atmosfir adalah metana (CH4), yang tampak ganjil menyelimuti bumi.

Kemudian sekitar 2,5 miliar tahun lalu, muncul kemampuan baru dari makhluk organik untuk berfotosintesa yaitu kemampuan mengubah sinar matahari, karbondioksida (CO2) dan air menjadi gula. Kemampuan evolusioner ini dimiliki oleh ganggang purba yang membuat hasil fotosintesis menjadi sumber makanan yang awet, dan kemudian tersebar ke lautan seluruh dunia. Karena ganggang membutuhkan lebih banyak gula untuk menyeimbangkan makanannya, maka mereka butuh nutrisi seperti fosfor. 

Dominic Papineau dari Carnegie Institution for Science meyakini, ganggang memperoleh fosfor dari luapan erosi yang sangat besar sekitar 2,5 - 2 miliar tahun yang lalu, yaitu periode ketika atmosfir bumi pertama kali memperoleh suntikan oksigen dalam jumlah besar. Menurut studi Papineau, terjadinya suntikan oksigen yang sangat besar atau Great Oxidation Event itu terjadi beriringan dengan peningkatan perpecahan benua serta menyebarnya endapan es. Jadi kemungkinan terjadinya aktivitas tektonik dan perubahan iklim menyebabkan babatuan kaya kandungan fosfor longsor masuk ke dalam lautan selama beberapa ratus juta tahun. 

Seiring dengan banyaknya asupan fosfor yang jatuh ke laut, ganggang kemudian memulai fungsinya, yaitu mengeluarkan oksigen untuk memenuhi atmosfir. Atmosfir yang cukup banyak berisi komponen oksigen inilah yang kemudian terkena pancaran sinar matahari dan akhirnya menjadikan langit terlihat berwarna biru nan indah.


Source: news.discovery.com
Selengkapnya
Efektivitas Kepercayaan Mistis dalam Menjaga Kelestarian Alam

Efektivitas Kepercayaan Mistis dalam Menjaga Kelestarian Alam

Ilustrasi hutan angker

Pada masa kini mungkin mendengar sesuatu yang bersifat mistis ada yang masih percaya dan ada yang cenderung mengingkarinya. Mereka yang tidak percaya menganggap bahwa hal-hal seperti itu sering kali tidak sesuai dengan hasil logika akal pikiran manusia. Tetapi bagi yang masih mempercayainya, mereka menganggap bahwa hal-hal tersebut merupakan suatu kepercayaan yang diturunkan dari leluhur agar dihormati dan ditaati untuk memperoleh kebaikan dalam hidup.

Kita sering mendengar tentang adanya mitos dan keangkeran tempat-tempat tertentu di sekitar kita. Sebagai contoh dulu saya pernah berkunjung ke rumah seorang teman saya di daerah pegunungan di wilayah Brebes. Lokasi desa rumah teman saya itu berada di dataran pegunungan yang cukup tinggi. Bahkan untuk menuju ke sana motor yang digunakan adalah motor trail atau motor modifikasi yang sesuai untuk kondisi jalan gunung. Panorama yang sejuk dan dingin begitu terasa di sana. Tetapi ada satu tempat berupa seperti telaga atau kolam alami yang sangat banyak ikannya. Saking banyaknya sampai diibaratkan seperti cendhol dawet. Namun anehnya tidak ada orang disana yang berani mengambil ikan dan membawanya pulang. Tidak ada yang berani memancing atau menjala di tempat itu, karena khawatir mendapat celaka.

Memang saya tidak tahu dan tidak sempat untuk menanyakan alasannya. Tetapi mungkin saja di sana ada kepercayaan bahwa siapa saja yang berani mengambil ikan dari telaga tersebut, maka ia akan celaka. Alasannya adalah karena sang danyang penunggu telaga, akan membalas dan menghukum orang yang membuat kerusakan dengan mengambil ikan di telaga tersebut. Jika tidak sakit, lebih mengenaskan lagi orang tersebut bisa saja mati. Tidak diketahui entah karena alasan kepercayaan itu atau entah memang tidak ingin merusak keindahan telaga, atau entah karena telaga tersebut yang agak jauh dari perkampungan, sehingga jarang orang ke sana. Pada kenyataannya tidak ada yang berani berulah.

Memang saya tidak tahu riwayat tempat tersebut sekarang. Apakah masih seperti itu ataukah manusia sekarang sudah berani menjamah dan mengeksploitasi tempat tersebut. Tetapi berkaca kepada zaman sekarang, kita juga sering melihat dan mendengar mengenai tempat-tempat yang dahulunya dianggap mistis dan angker justru sekarang menjadi jamahan manusia. Kita acap kali mendengar gunung atau hutan yang dulunya dianggap angker dengan mitos yang meyelimutinya, namun sekarang justru terlihat rusak, pohon-pohon banyak yang ditebangi sehingga semakin gundul.

Sepertinya manusia zaman sekarang tampaknya tidak lagi percaya dengan mitos-mitos yang ada. Orang-orang, apalagi pedagang kayu dan tukang tebang kayu tidak takut lagi dengan kepercayaan atau cerita-cerita mistis yang ada, tidak khawatir mendapat celaka kalau berani membuat rusaknya alam. Pada kenyataannya ternyata uang lah yang kini lebih berkuasa. Bahkan dengan uang pun bisa untuk membayar orang pintar atau dukun yang dipercaya mampu menghadapi dan mengusir para danyang atau penunggu tempat-tempat wingit tersebut.

Kita memang tidak harus selalu percaya akan adanya danyang atau makhluk halus yang menunggu tempat-tempat tertentu. Tetapi jika kita cermati, meskipun adakalanya suatu tempat bisa jadi berpenghuni makhluk halus, bisa jadi pula bahwa di antara kepercayaan-kepercayaan tersebut ada yang hanyalah cerita mitos karangan belaka. Mitos tersebut dibuat oleh jenius lokal, yang ditujukan kepada masyarakat pada masa itu yang memang masih mempunyai cara berpikir mistis. Mitos-mitos tersebut sebenarnya adalah bentuk kearifan lokal yang dibungkus dengan cerita-cerita mistis agar supaya manusia selalu bisa hidup selaras dengan alam. 

Kepercayaan tersebut dibuat untuk menakut-nakuti orang pada masa itu agar tidak merusak alam, sehingga tidak mengganggu tata kehidupan yang ada. Tampaknya cara tersebut cukup efektif pada saat itu sehingga membuat orang-orang takut untuk mengusiknya. Cerita-cerita mistis yang menyelimuti tempat-tempat tersebut pun membuat tempat-tempat yang dianggap wingit dan keramat itu menjadi terjaga keasriannya tanpa ada yang berani merusaknya.


Namun seiring berjalannya waktu, cara berpikir manusia juga tampaknya mulai berubah. Cara berpikir manusia masa kini lebih mempercayai akal pikiran ketimbang mempercayai hal-hal klenik di luar nalar logika, mereka juga lebih percaya kepada kuasa uang ketimbang kuasa para danyang. Akhirnya yang terjadi kemudian cerita-cerita mistis (kearifan lokal) itu pun menjadi tidak begitu ampuh lagi untuk menjaga keindahan alam. Manusia menjadi tidak takut lagi untuk menebang pohon-pohon besar yang sebelumnya terkenal angker, wingit dan banyak demit penunggunya.

Berbagai sumber kekayaan alam diambil secara semena-mena tanpa memperhatikan dampak yang bisa ditimbulkannya. Sebagai dampaknya, manusia pula lah yang kemudian menanggung akibatnya. Gunung menjadi gundul dan rawan tanah longsor, sumber air banyak yang mengering dan pada saatnya ancaman banjir siap mengintai di mana-mana. 

Memang kearifan lokal yang terbungkus dengan cerita-cerita mistis masih ada yang dipercayai dan dipatuhi hingga sampai saat ini. Bisa jadi pada beberapa tempat kepercayaan tersebut benar adanya, karena 'terbukti' sudah banyak orang-orang yang 'diganggu' dan 'diteror' oleh danyang makhluk halus ketika hendak mengeksploitasi tempat-tempat tersebut. Jika benar, hal ini sebetulnya menunjukkan bahwa para danyang pun juga menghendaki agar tempat tinggalnya tidak terusik, tetap terjaga dan tidak dirusak oleh manusia. Namun terlepas dari kepercayaan tersebut, untuk tetap terjaganya kelestarian alam, kita juga harus ikut menjadi ''danyang'' bagi alam di sekitar kita.

Kita 'takut takuti' mereka yang hendak merusak alam dengan argumen logis agar mereka sadar bahwa apa yang hendak mereka lakukan pada akhirnya justru akan merugikan diri sendiri dan masyarakat banyak secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan dari rusaknya alam juga akan mengancam kehidupan manusia. Kehidupan yang damai dan sejahtera akan hilang manakala alam telah rusak dan diperlakukan secara semena-mena.


Jika kita masih ingin melihat alam yang indah dan asri, maka mari kita bangkit bergotong royong untuk merawat tanah bumi pertiwi ini. Kita jaga dan selamatkan gunung kita, hutan kita dan sumber kekayaan alam kita dari tangan-tangan jahil yang hendak merusak dan membuat hilangnya fungsi dan keindahan alam kita. Mari kita jaga kelestarian gunung, hutan dan alam lingkungan yang merupakan sumber kehidupan bagi kita.
Selengkapnya
Gunungan dalam Wayang dan Filosofinya

Gunungan dalam Wayang dan Filosofinya

Gunungan gapuran

Gunungan atau kayon dalam pertunjukan wayang kulit tidak hanya digunakan dalang sebagai sarana untuk melengkapi cerita agar dapat berjalan dengan semestinya. Namun lebih dari itu, adanya gunungan mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Tanpa adanya gunungan, wayang kulit tidak bisa diperagakan, tidak bakal ada kehidupan dan tidak bakal ada cerita wayang.

Bagaimana bisa? Kita umumnya mengetahui, ketika dalang belum naik ke panggung pentas, ketika para penabuh sudah mulai mengawali gendhing-gendhing untuk pementasan wayang, gunungan sudah ditancapkan di tengah kelir. Pada waktu itu, dunia (dalam wayang) belum ada cerita.

Dunia seisinya ketika belum ada manusia tentu masih berwujud alam liar. Tidak berbeda seperti halnya yang digambarkan dalam gunungan, yang mana di sana terdapat pohon besar, hewan berwujud ular, macan, banteng, burung atau kera. Selain itu juga terdapat buta (raksasa) yang berjumlah dua sedang menjaga gapura.

Setelah gendhing-gendhing pembuka selesai dan dalang sudah berada pada tempatnya di atas pentas, gunungan atau kayon kemudian dicabut dari gedebog. Barulah setelah itu, kehidupan dan cerita dimulai oleh Sang dalang yang tidak lain diibaratkan selaku ''Titah Tuhan''. Setelah dicabut, gunungan kemudian ditancapkan di kiri dan kanan dalang. Ketika itu, kehidupan muncul dan cerita pun dimulai.

Tidak hanya untuk dipajang, gunungan atau kayon juga bakal digunakan kembali untuk memisahkan pathet dalam cerita wayang: ada pathet nem, sanga dan manyura. Selain itu, gunungan juga digunakan untuk kebutuhan adegan-adegan khusus seperti untuk menggambarkan laut, hutan, atau untuk membedakan adegan satu dengan adegan lainnya.

Jika dilihat dari wujudnya, gunungan atau kayon tidak lain meniru wujud atau bentuk dari gunung. Secara filosofis, pucuk atau puncak gunung yang tinggi dan lancip menggambarkan bahwa siapa saja yang mau berupaya untuk menggapainya, maka ia akan memperoleh kesejahteraan walaupun memang sulit untuk bisa sampai ke puncaknya.

Melihat ke puncak gunung, akan membuat kita selalu ingat kepada tujuan yang hendak dicapai. Memang tidak mudah untuk bisa sampai ke sana karena banyaknya godaan dan rintangan. Namun ketika kita telah berhasil mencapai puncak, kita akan bisa melihat apa yang ada di bawahnya dengan rasa puas karena telah berhasil melewati banyaknya rintangan yang menghadang. Kita pun akan takjub akan kebesaran Sang Pencipta.

Di dalam gunungan wayang, biasanya kita akan melihat adanya gambar pohon, burung dan ular. Hal ini menunjukan bahwa gunung dan seisinya selalu ingin dijaga kelestariannya. Gunung merupakan anugrah dari Tuhan yang tiada terkira. Tidak bisa dibayangkan bagaimana hidup manusia tanpa adanya gunung dan seisinya.

Prof. Stephen Oppenheimer, peneliti dari Universitas Oxford Inggris menyatakan bahwa pohon, burung dan ular merupakan sumber dari kehidupan. Dalam buku Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara (1998), Dia menulis bahwa ketika bumi masih berada di zaman es, pepohonan menjadi pusat sentral kehidupan.

Tumbuhnya pohon menandakan bahwa tanah subur. Dari pohon, manusia kemudian bisa memakan buahnya. Adanya gambar burung dan ular yang biasa ditemukan dalam gunungan, menurut pengamatan Prof Stephen, merupakan simbol akan adanya Sang Pencipta Kehidupan. Burung merupakan simbol yang menggambarkan langit dan sifat laki-laki. Sebaliknya, ular merupakan simbol yang menggambarkan wujud bumi dan memiliki sifat wanita. Jika pepohonan, burung dan ular bisa berkumpul, bumi akan subur.

Selain itu, dalam gunungan juga terdapat gambar dua buta (raksasa) yang sedang memegang gada. Siapa yang hendak naik ke atas puncak gunung, maka ia harus menghadapi dua buta yang bengis itu. Filosofinya adalah tidak dapat dipungkiri bahwa memang butuh perjuangan yang tidak mudah untuk bisa meraih dan menggapai suatu kemuliaan. Selain itu, dalam gunungan juga ada gambar berbagai macam hewan seperti macan, banteng dan kera. Kesemuanya bisa hidup berdampingan di gunung.

Sekarang gunung telah dipadati oleh aktivitas manusia. Gunung menjadi tumbal manusia dalam memenuhi segala keinginannya. Pohon dan hewan menjadi korban keserakahan manusia. Tidak terhitung lagi dan entah sampai kapan semuanya menjadi korban tindakan rakus manusia. Jika sudah demikian, kita hanya bisa melihat tanpa bisa sampai ke puncak gunung.


Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari artikel berbahasa Jawa yang ditulis oleh Dhino Zustiyantoro (SUARA MERDEKA 1 Juni 2014).
Selengkapnya